Setelah gagal buka bersama, kami alumni SDN Melayu 3 sepakat bertemu hari kedua lebaran. Bahkan kemudian ketemuan lagi pada hari ketiga di tempat yang berbeda.
Pada Halal bihalal pertama di rumah Sri Widani yang hadir 9 orang, pada pertemuan kedua yang bisa hadir 10 orang, lumayan tambah 1 orang. Setelah 36 tahun, kami yang lulus SD tahun 1989 mengumpulkan 10 orang pun ternyata tidak mudah.
Media sosial sangat berperan dalam mempertemukan kami yang terpisah cukup lama. Dari Facebook sampai ke Grup Whatsapp dan menemukan momentumnya di lebaran tahun 2024 ini.
Halal bihalal sekaligus reuni, memang seru. Pertemuan kami tidak hanya saling maaf memaafkan tapi sekaligus membongkar banyak kenangan yang telah terkubur puluhan tahun.
Membongkar Kenangan
Cerita cinta monyet terutama yang dialami oleh ibu-ibu ketika SD, banyak yang terungkap. Nampaknya cewek bocil SD sudah lebih dahulu mengenal pacaran dan cinta-cintaan mungkin karena cewek bocil SD sudah lebih dahulu memasuki fase akil baligh atau menstruasi. Sementara bocil cowok sibuk main kasti atau sepak bola di halaman sekolah. Olah raga yang paling digandrungi saat itu.
Di lain cerita, saya masih ingat, dengan bimbingan guru wali kelas, kami berkebun singkong dan jagung di belakang sekolah. Anak-anak dengan bersemangat mencangkul dan menanam singkong, mengisi lubang dengan bibit jagung kemudian memeliharanya bersama-sama.
Menyaksikan kedua tanaman itu tumbuh dan membesar Apalagi bila ingat bu guru memanen pucuk singkong untuk sayur memberi kesan dan kenangan luar biasa bagi saya.Â
Seandainya sekolah sekolah memelihara kebiasaan baik ini, mungkin kita tidak perlu food estate untuk ketahanan pangan. Sayangnya semua alumni yang hadir di halal bihalal tidak ada yang berprofesi sebagai petani.
Bermacam-macam profesi kami saat ini, kebanyakan menjadi ASN, baik guru atau tenaga kesehatan atau tenaga teknis di pemerintahan daerah beberapa menjadi polisi, pedagang, ibu rumah tangga dan lainnya.