Wajah ibu-ibu pemilik wisma serta merta berubah menjadi muram membaca Surat Edaran Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasatpol PP) tentang larangan melakukan prostitusi di Jalan Lembah Durian Muara Teweh.
Lembah Durian (Merong) adalah eks lokalisasi yang ditutup pada tahun 2019. Meskipun ditutup, usaha karaoke dan penginapan tetap berjalan dengan tertatih-tatih. Penutupan lokalisasi adalah Kebijakan pemerintah pusat harus ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah di seluruh Indonesia, termasuk Pemerintah Kabupaten Barito Utara.
Setelah menutup Lembah Durian di tahun 2019, Pada tahun 2020 Pemkab. Barito Utara memperluas larangan prostitusi dan perbuatan asusila di seluruh wilayah Kabupaten Barito Utara, dengan mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 1 tahun 2020 tentang Penanggulangan Prostitusi dan Perbuatan Asusila di Kabupaten Barito Utara.
Sosialisasi karena Kecurigaan Tumbuhnya Prostitusi
Pertengahan bulan ini, pimpinan mendapatkan laporan maraknya kembali prostitusi di Lembah Durian. Merespons informasi yang didapat tersebut,
Pada Selasa, 20 Februari 2023, Kasat Pol PP Kab. Barito Utara, Drs. Aprin Siaga, langsung memerintahkan untuk melakukan pengawasan sekaligus sosialisasi ke lokasi.
Sosialisasi dilakukan untuk mengingatkan kembali larangan prostitusi. Kasat juga memerintahkan Bidang Penegakan Perundang-Undangan Daerah (PPUD) untuk membuat Surat Edaran Kasatpol PP yang dibagikan kepada pemilik wisma/karaoke di Lembah Durian.
Bidang PPUD juga langsung berkoordinasi dengan Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dan kelurahan Melayu terkait dengan aktivitas yang akan dilaksanakan di Lembah Durian.Â
Rabu, 21 Februari 2023, dengan didampingi lurah dan penyuluh sosial dari Dinas Sosial PMD, kami melakukan sosialisasi kepada pihak pemilik wisma atau usaha hiburan di Lembah Durian terkait peraturan Bupati (Perbup) tentang penutupan lokalisasi dan perda penanggulangan prostitusi dan perbuatan asusila di Kabupaten Barito Utara.
Ketika sosialisasi saya melihat wajah-wajah sedih sehingga saya mempercepat penyajian materi. Materi yang saya sampaikan hanya mengulang isi Surat Edaran Kasatpol yang kami sampaikan.
Meskipun sebagai penegak peraturan daerah kami melihat banyak pelanggaran lain, misalnya berkenaan dengan izin usaha, izin penjualan minuman keras bahkan masalah persampahan.
Pada kesempatan tersebut kami ingatkan tentang peraturan bupati yang menutup lokalisasi, dan peraturan daerah yang melarang prostitusi. Pelanggaran terhadap perda dapat diambil tindakan hukum dan dikenakan sanksi pidana kurungan maupun denda.
Meskipun di akhir sosialisasi kami berikan kesempatan untuk berdialog, namun para pemilik wisma tampaknya menyadari kesalahan dan tidak ingin menunjukkan itikad tidak mematuhi aturan, meskipun secara pribadi tampaknya mereka akan tetap melakukan pelanggaran.
Lokalisasi dan Prostitusi
Pada tahun 2019 telah dilakukan deklarasi penutupan lokalisasi dan pemulangan wanita tuna susila yang bekerja di lokalisasi Lembah Durian. Saat itu ada 160 orang pekerja seks komersial yang terdata, dan hanya 5 orang yang dipulangkan oleh pemerintah daerah.
Sebagian besar pekerja seks tersebut memilih untuk pulang sendiri. Masalahnya adalah apakah mereka yang memilih pulang dengan biaya sendiri betul betul sudah pulang atau hanya sekedar pindah keluar dari wisma-wisma yang ada di Lembah Durian.
Berdasarkan rumor yang beredar di masyarakat sejak ditutupnya lokalisasi Lembah Durian, kegiatan prostitusi berlangsung di wisma atau penginapan di dalam kota Muara Teweh. Rumor yang menegaskan argumen penutupan lokalisasi malah menyebabkan masalah baru seperti yang kami tulis di Kompasiana Penanggulangan Dampak Penutupan Lokalisasi Prostitusi.
Kebijakan Penertiban
Meskipun pemilik wisma yang tersisa sekarang hanya 12 dibandingkan 19 di tahun 2018, namun pemilik wisma adalah pihak pertama yang harus diberikan pembinaan
 Berdasarkan Perda Kabupaten Barito Utara Nomor 1  tahun 2020 pihak yang memfasilitasi prostitusi juga dapat dikenakan hukuman pidana.
Kegiatan sosialisasi dan pendataan yang sudah dilakukan adalah sebagai pengingat dan peringatan bagi pemilik wisma dan pemilik usaha yang ada di Lembah Durian untuk tidak menumbuhkan kembali bisnis prostitusi.
Penertiban pekerja seks komersial di Lembah Durian, bila memang ada, dapat dilakukan dengan pendekatan sosial sebelum dilakukan pendekatan hukum. Kami meyakini jumlah yang tidaklah sebanyak di tahun 2018 yang mencapai 160 orang.
Dahulu sebelum prostitusi di larang cukup mudah mendapatkan angka 160 orang. Tapi bila pendataan dilakukan sekarang pasti jauh lebih sulit karena sulit membuat mereka mengaku dengan sukarela.
Pekerja seks komersial di luar Lembah Durian juga harus diperlakukan secara adil. Penertiban tidak hanya bagi wisma-wisma di Lembah Durian namun di wisma atau penginapan lain di seluruh kota Muara Teweh yang ditengarai juga digunakan sebagai tempat praktik prostitusi maupun perbuatan asusila.
Momen bulan puasa menurut Kasatpol PP Kabupaten Barito Utara, Drs. Aprin Siaga, adalah saat yang tepat melakukan penertiban bukan hanya penertiban prostitusi namun juga penyakit sosial lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H