Ada kejadian lucu ketika acara sosialisasi 19 Peraturan Daerah dengan Sanksi Pidana di Aula Kecamatan Teweh Selatan (9/11), para Kepala Desa yang meyalakan rokok ketika acara sosialisasi baru dimulai, kemudian berlahan-lahan sama-sama mematikan rokoknya karena materi sosialisasi yang pertama disampaikan adalah Perda kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Meskipun saya, sebagai nara sumber, tidak mengatakan secara langsung untuk mematikan rokok, tampaknya kepala desa-kepala desa tadi dengan sadar mematikan rokok. Saya hanya mengatakan berdasarkan perda KTR, kantor atau tempat kerja termasuk aula kecamatan adalah termasuk Kawasan Tanpa Rokok.
Di tahun 2023 ini kami sudah mengunjungi beberapa kantor desa, dan semuanya dapat dikatakan melanggar perda KTR. Kepala desa sering berdalih tidak tahu adanya perda tersebut. Sementara itu, pihak puskesmas yang seharusnya mengingatkan kepala desa tampaknya masih segan untuk menyampaikan larangan merokok di kantor desa.
Pada sesi tanya jawab, 10 Kepala desa se Kecamatan Teweh Selatan yang hadir pada acara sosialisasi mengharapkan agar Satpol PP membuat spanduk larangan merokok yang dibagikan ke desa desa, sehingga kepala desa mudah dalam melaksanakan perda tersebut.Â
Selain Kepala desa, perangkat desa banyak juga masyarakat desa yang berurusan di kantor desa juga perokok aktif. Namun berdasarkan perda KTR, kepala desa adalah penanggung jawab KTR di kantornya, seperti juga kantor kecamatan, penanggungjawab KTR nya adalah Camat.
Pada sesi lain, Kepala desa meminta pembahasan tentang perda Pajak Daerah. Sebagian Kepala desa di Teweh Selatan pastinya memiliki Rumah Sarang Burung Walet (SBW) yang harus membayar pajak, padahal belum menghasilkan.Â
Sebagai narasumber saya sampaikan pajak SBW hanya dikenakan kepala rumah SBW yang sudah menghasilkan. Bila belum maka tidak ada kewajiban membayar pajak. Namun bukan berarti pajak dibayar setelah lunas kredit pembangunan rumah SBW, kedua hal tersebut beda kasus.
Rumah SBW sudah menjadi masalah di desa Bukit Sawit karena mengganggu proses belajar mengajar di SMKN 1 Bukit Sawit. Kepala Desa Bukit Sawit mengakui hal tersebut upaya dialog sudah beberapa kali dilakukan namun tampaknya pemilik rumah SBW tidak melaksanakan hasil kesepakatan.
Terkait dengan pajak daerah, salah satu kepala desa mengeluhkan tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang masih harus ditagih kepala desa padahal tanahnya sudah dibebaskan atau dibeli oleh perusahaan.
PBB yang dipungut kepala desa biasanya kategori PBB pedesaan perkotaan (PBB P2), Sementara PBB tanah perusahaan tentu menjadi PBB kategori perkebunan, perhutanan dan pertambangan (PBB P3) yang tarif pajaknya bisa jadi lebih tinggi.
Terkait hal ini kami sampaikan bisa jadi perusahaan tidak keberatan membayar PBB dengan status masih milik masyarakat, karena PBB P3 untuk perusahaan nominalnya akan lebih besar daripada PBB P2 walaupun seharusnya perusahaan melaporkan perpindahan kepemilikan tersebut.
Perda lain yang menarik perhatian kepala desa adalah perda pengelolaan objek wisata. Di Kecamatan Teweh Selatan ada 3 objek wisata andalan Kabupaten Barito Utara yaitu Bumi Perkemahan Panglima Batur, DAM Trahean dan DAM Trinsing.Â
Sayangnya menurut Kepala Desa Trahean kontribusi objek wisata tersebut sangat minim bagi pemerintah desa. Perda tersebut memang mengatur biaya masuk dan parkir di tempat wisata, namun penerimaanya menjadi pendapatan asli daerah karena dipungut oleh Dinas Pariwisata Kabupaten.
Desa mengakui bahwa penduduk desa ada yang direkrut sebagai tenaga kebersihan dan pegawai di objek wisata. Namun kepala desa nampaknya menginginkan peran yang lebih besar, apalagi merujuk pada pengelolaan objek wisata di Jawa yang kebanyakan dikelola oleh Pemerintah Desa bahkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDES).
Perda terakhir yang memancing dialog adalah perda pengawasan minuman beralkohol di Kabupaten Barito Utara. Para kepala desa nampaknya cukup kompak bahwa di desanya minuman keras terkendali. Menurut kepala desa, hanya minuman beralkohol jenis tuak yang ramai dikonsumsi ketika ada acara tertentu di desa.
Meskipun pada perda masih ada peluang penggunaan minuman beralkohol untuk acara adat atau keagamaan tertentu, namun kami mengingatkan agar dalam mengkonsumsi menghindari kehadiran anak-anak atau remaja. Bagaimanapun minuman keras beralkohol memiliki dampak negatif bagi kesehatan.
Pada sesi penutupan, seperti rokok, minuman beralkohol harus kita kurangi bahkan hapuskan konsumsinya bagi anak-anak generasi muda kita. Kita tidak ingin bonus demografi menjadi beban demografi karena generasi yang lemah dan sakit-sakitan.
Kepala desa, sebagai pemimpin di desa memiliki tanggung jawab untuk menegakan perda, menciptakan ketenteraman dan ketertiban di desanya, pemahaman yang lebih pada perda tentu membantu kepala desa dalam menangani permasalah masyarakat yang ada di desa sesuai ketentuan/perda yang berlaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H