Tidak seperti layaknya sebuah pasar yang ramai penjual dan pembeli, kemaren (26/9) Pasar Mingguan Jingah tampak lengang. Suasana yang sangat berbeda dengan kunjungan kami 2 tahun lalu, barang dagangan sampai tumpah ruah ke jalan dan gang di pasar tersebut.
Pasar Jingah buka setiap hari Selasa dikunjungi masyarakat Kelurahan Jingah, Jambu dan desa-desa sekitarnya. Pasar terletak di kelurahan Jingah dan dipisahkan oleh Sungai Barito dengan Muara Teweh, ibu kota Kabupaten Barito Utara.
Lesunya Pasar Jingah juga terjadi di pasar lain di Kabupaten Barito Utara. Pertokoan Barito Permai Muara Teweh misalnya sudah lesu darah sejak 2 tahun terakhir, sangat sedikit orang yang berbelanja pakaian disitu. Begitu pula Pasar Rakyat Karya I Dermaga yang berdiri sejak tahun 1976 juga nasibnya pun tak beda jauh.
Menurut salah satu pedagang di Pasar Jingah, penjualan menjadi sepi sejak ada jembatan Pangulu Iban yang menghubungkan antara Muara Teweh dengan Kelurahan Jingah.Â
Akses jalan dan jembatan ke kota yang mudah dan cepat membuat masyarakat tidak menunggu pasar mingguan Jingah untuk berbelanja berbagai kebutuhannya.
Sebab lainnya adalah adalah adanya pasar modern, berupa minimarket yang tumbuh subur di kota Muara Teweh sampai ke Jingah. Selain memberikan pelayanan nyaman ber-AC, Alfamart dan Indomart juga menjual barang dengan harga yang murah.
Seringnya "Pasar Malam" juga menjadi keluhan pedagang di pasar sandang di kota Muara Teweh terutama pedagang pakaian di pasar Barito Permai.Â
Pasar malam baik yang mandiri atau yang nebeng pada acara-acara yang dibuat Pemerintah daerah memang membawa banyak permainan anak-anak tentu memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat Kabupaten.
Generasi muda yang gandrung berbelanja online, Shopee, Tokopedia, TikTok Shop bahkan belanja di FB dan instagram membuat pedagang offline di pasar-pasar merana.Â
Ternyata aplikasi belanja online bukan hanya tantangan bagi pedagang/toko-toko di kota besar pengaruhnya sampai ke Kabupaten bahkan sampai ke Kelurahan dan desa!
Menimpakan kesalahan lesunya perdagangan di pasar tradisional kepada aplikasi online dengan  menutup penjualan melalui Tiktok atau aplikasi lain tentu berdampak kepada banyak juga UMKM yang sedang merintis usahanya.Â
Banyak juga pembeli/ibu-ibu yang sangat terbantu dengan aplikasi online karena pilihannya sangat beragam dan murah apalagi dengan diskon ongkos kirim.
Pedagang juga tidak dapat menyalahkan pemerintah, adanya pembangunan yang mengubah pola belanja khususnya masyarakat Jingah, Jambu dan sekitarnya. Adanya jalan dan jembatan yang mengakibatkan masyarakat memiliki lebih banyak pilihan harus disikapi dengan cerdas dan bijaksana.
Pemerintah, khususnya pemerintah daerah sebaiknya cepat-cepat mengambil kebijakan kreatif terkait lesunya pasar, jangan sampai pasar Jingah menjadi terbengkalai bahkan mengalami nasib yang sama seperti Pasar Gembira Muara Teweh, atau lantai II Pasar Barito Permai.
Pengalaman mengajarkan terbengkalainya pasar atau bangunan pemerintah lain bisa menumbuhkan bibit-bibit kejahatan, anak-anak remaja dapat menggunakan bangunan pasar yang kosong melompong menjadi tempat nge-lem atau mabuk-mabukan bahkan berbuat asusila.
Lesunya pasar juga dapat meningkatkan pengangguran. Pedagang yang merasa tidak laku berjualan di pasar juga banyak yang mengadu keberuntungannya menjadi pedagang kaki lima berjualan di trotoar atau pinggir jalan.Â
Tentu saja kedua dampak sosial tersebut akhirnya menjadi tugas Satuan Polisi Pamong Praja untuk menanganinya. Pekerjaan yang dapat dihindari apabila pemda melalui dinas terkait mampu menangani sebelum masalah pasar tadi semakin berlarut-larut.
Pemda dapat mengambil beberapa kebijakan misalnya beradaptasi dengan selera pasar kekinian. Pertokoan di Pasar Bebas Banjir yang berubah menjadi kompleks Kafe-kafe adalah contoh yang sangat baik bagaimana pengusaha mencari jalan bagi kelangsungan usahanya.
Pasar juga harus diberi sentuhan yang ramah wisata. Kecuali pasar ikan daging dan sayur yang masih ramai, pasar sandang harus senyaman pasar modern yang instagramable, anak anak muda datang untuk wisata dan belanja.
Ibu-ibu di Barito Utara cukup unik, salah satu ke-engganan mereka ke pasar adalah masalah parkir. Ibu-ibu suka belanja di pasar ilegal (Pasar IPU) atau penjual sayur di pinggir jalan tanpa turun dari sepeda motor.Â
Rasa-rasanya pemda tidak begitu rugi bila meng-gratiskan parkir dari Rp.2.000 menjadi nol di semua pasar pemerintah daripada kehilangan fungsi pasar yang sudah dibangun dan memakan biaya yang tidak sedikit.
Pemda sebaiknya meningkatkan kemampuan bisnis online dari pedagang, pengusaha lokal, melalui kursus digital marketing dan kemampuan teknis terkait berusaha di internet.
Selama masyarakat masih memiliki daya beli, rasanya usaha untuk menjaga keberlangsungan pasar tradisional masih bisa dilakukan, berbeda bila masyarakat semakin sulit berusaha, sulit mencari barang yang terjangkau, maka masalah yang harus dihadapi semakin berat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI