Saya memang fans berat novel-novel Andrea Hirata, penulis novel Laskar Pelangi, Ada beberapa buku Andrea di Perpusda, sebut saja Ayah, Sirkus Pohon, Sang Pemimpi, Guru Aini, Mozaik-Mozaik Terindah, Buku Besar Peminum Kopi, banyak kan Boi.
Novel yang Menggugah Nurani
Saya lebih sering menangis dan tertawa karena novel-novel Andrea Hirata daripada drama Korea dan India sekaligus. Mungkin karena saya jarang juga nonton drakor, saya sering nonton sinetron India, Uttara dan kawan-kawan di zaman televisi di rumah masih eksis dan Ibu masih ada, beliau penyuka sinetron (ibu saya meninggal di tahun 2021).Â
Saya begitu mudah tersambung secara emosional dengan novel-novel Andrea Hirata. Setting tempat, joke atau lelucon, cerita penderitaan, kondisi ekonomi dan sosial masyarakat, kisah sekolah serta percintaan di novel-novel Andrea tergambar jelas di pikiran saya. Mungkin karena usia kami terpaut tidak terlalu jauh. Yah, ketahuan ketuaan deh.
Cerita-cerita anak rantau di novel Andrea pun dengan mudah terbayangkan karena saya memiliki sejarah merantau yang tidak kalah lamanya namun sangat kalah jaraknya, saya merantau sejak SMP. Mimpi-mimpi tempat yang jauh di novel Andrea masih menjadi mimpi bagi saya sampai sekarang. Curhat!
Dengan latar belakang ekonomi pertambangan timah sejak zaman Belanda sampai zaman sengsara, orang-orang Melayu sebagai penduduk "asli" malah dililit penderitaan, sebuah keadaan di mana sumber daya alam yang seharusnya menjadi berkah bagi penduduk, karena keliru kelola malah menjadi semacam kutukan bagi masyarakat.
Semacam dejavu, karena dulu tempat saya lahir adalah surga penebangan kayu, sekarang surga batu bara. Sangat mengkhawatirkan bila anak-anak kita hanya mendapatkan akibat dari "berkah" yang kita dapatkan sekarang.
Saya juga sangat sepakat pake banget, gagasan Andrea Hirata bahwa pendidikan adalah jembatan bagi masyarakat menuju kemakmuran, alat meningkatkan taraf ekonomi yang harus diperjuangkan habis-habisan sampai tetes darah terakhir.
Rempang antara Hukum dan Hati
Seperti yang saya tulis di atas, di Perpusda saya meminjam buku hukum dan novel. Menurut salah satu ahli hukum, sesorang yang ingin menegakkan keadilan harus membaca novel selain tentu buku-buku hukum. Novel akan mengasah hati, karena keadilan bukan hanya masalah legalitas dan otak semata.