Mohon tunggu...
Harry Darmawan Hamdie
Harry Darmawan Hamdie Mohon Tunggu... Relawan - PNS pada Satuan Polisi Pamong Praja Kab. Barito Utara, Inisiator Beras Berkah Muara Teweh Kalteng.

PNS pada Satuan Polisi Pamong Praja di Kab. Barito Utara Kalimantan Tengah. Inisiator Komunitas Beras Berkah di Muara Teweh Kalteng dan Ketua Yayasan Beras Berkah Muara Teweh.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Satpol PP, Tajam ke Bawah Tumpul ke Atas?

12 Agustus 2023   06:27 Diperbarui: 13 Agustus 2023   11:19 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di mata masyarakat, pekerjaan Satuan Polisi Pamong Praja sering diidentikkan sebagai penertib Pedagang Kaki Lima (PKL), gelandangan, pengemis, anak jalanan, wanita tuna susila dan pedagang pasar tradisional, yang sebagian besar dapat dikategorikan sebagai "orang kecil" atau masyarakat marginal.

Sementara di mata sesama aparat hukum, Satpol PP dianggap sebagai penegak hukum tindak pidana ringan (Tipiring) saja. Artinya Satpol PP hanya menyidik dan menegakan hukum kepada masyarakat yang melakukan kejahatan atau pelanggaran kecil kecilan.

Meskipun bagi sebagian anggota Satpol PP pandangan- pandangan tersebut biasa saja, namun pandangan seperti itu membuat Satpol PP seolah-olah "tajam ke bawah, tumpul ke atas".

Sebagai salah satu lembaga penegak hukum Satpol PP akan menjadi tidak adil karena memperlakukan warga negara berbeda di depan hukum.

Memang sering ketika melakukan kegiatan penertiban, pengawasan atau sosialisasi peraturan daerah masyarakat kecil "menjual" orang-orang besar atau berkuasa sebagai legitimasi pelanggaran yang dilakukannya.

Kalimat-kalimat "Saya ikut pak Haji X pak, kalo punya saya ditertibkan tolong tertibkan juga punya beliau" atau "Saya hanya menjalankan usaha ini, yang punya bapak (pejabat atau anggota DPRD). Tentu saja semuanya adalah alasan agar pelanggaran yang dilakukan tidak ditertibkan.

Pembentukan, Tugas dan Sasaran Penegakan Satpol PP

Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pasal 255 ayat (1) Satpol PP dibentuk menegakan peraturan daerah dan peraturan kepala daerah (Perda dan perkada), menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat.

Untuk melaksanakan tugas tersebut Satpol PP memiliki kewenangan melakukan tindakan penertiban non-yustisial, melakukan penindakan, melakukan penyelidikan dan melakukan tindakan administratif kepada warga masyarakat, aparatur atau badan hukum yang melakukan atau diduga melakukan pelanggaran terhadap Perda atau Perkada.

Memperhatikan sasaran penegakan perda yaitu warga masyarakat, aparatur atau badan hukum yang melanggar perda atau perkada tentu saja tanpa pandang bulu, baik warga masyarakat yang kaya raya. Aparat pun harus diperlakukan sama, baik golongan/pangkat rendah atau pejabat tinggi dan badan hukum atau perusahaan juga harus diperlakukan sama dengan warga masyarakat.

Kedudukan Perda dan Perkada

Dalam tata urutan perundang-undangan di Indonesia Perda menempati urutan yang paling akhir karena perda dibuat untuk melaksanakan otonomi dan tugas perbantuan di daerah, menampung kondisi khusus dan/atau penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Perda juga merupakan salah satu sumber hukum pidana selain Undang-Undang. Adalah mustahil peraturan perundangan (UU No. 11 Tahun 2012) yang mengatur pembentukan peraturan termasuk Perda mendiskriminasi pemidanaan warga masyarakat berdasarkan keadaan sosial ekonominya, atau memberikan kewenangan kepada daerah hanya boleh mengurusi tindak pidana ringan sementara yang biasa atau berat harus ditegakkan oleh lembaga atau instansi penegak lain.

Sebagai contoh, di Kabupaten Barito Utara memiliki 19 Perda yang memiliki sanksi pidana dan hanya 5 Perda dari 19 Perda tersebut yang memiliki sanksi pidana ringan atau dikategorikan sebagai tindak pidana ringan yang hukuman kurungannya paling lama 3 bulan.

Meskipun pada 19 Perda tersebut tindakan yang diberi sanksi pidana adalah pelanggaran, bukan kejahatan terbukti tidak semua pelanggaran adalah tipiring dan ada beberapa kejahatan yang masuk dalam kategori tindak pidana ringan.

Pelanggaran terbesar terhadap perda adalah PKL yang biasanya mudah dilihat secara kasat mata, selain jumlah PKL yang memang lebih banyak daripada Badan Hukum atau perusahaan. Kesan Satpol PP sebagai musuh PKL dapat dimaklumi meskipun secara hukum musuh Satpol PP adalah pelanggar Perda baik, warga masyarakat, aparatur maupun badan hukum.

Badan hukum/perusahaan sering juga mengira bahwa Satpol PP hanya mengurusi masyarakat kecil atau PKL dan pedagang di pasar pasar, padahal apabila ada perda yang mengatur aktivitas perusahaan di daerah dan dilanggar oleh perusahaan atau oleh pegawai perusahaan maka harus diperlakukan sama dengan siapapun yang melanggar hukum.

Langkah-Langkah Perbaikan

Demi memastikan Satpol PP mampu melaksanakan tugas dengan tanpa pandang bulu, kualitas dan kuantitas sumber daya Satpol PP harus terus ditingkatkan.

Polisi Pamong Praja sebagai PNS yang memiliki kewenangan menindak harus memahami betul tugas fungsinya dan berani mengambil tindakan terutama non yustisi kepada pelanggar dan secara tepat merumuskan siapa pelanggar yang memiliki dampak kesalahan yang besar.

Penindakan Yustisia harus dilakukan oleh Anggota Satpol PP yang memiliki kualifikasi sebagai Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS).

PPNS diharapkan tidak hanya memahami hukum beracara, bukan hanya acara tipiring namun juga hukum acara biasa dan memahami semua perda yang memiliki sanksi pidana sehingga tepat dan cepat mengidentifikasi pelanggar tidak hanya yang tampak didepan mata seperti halnya PKL.

Penegakan hukum di Satpol PP tentu membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai. Sarana yang mampu melindungi anggota dan masyarakat, kendaraan yang resmi dan layak pakai tentu memiliki kewibawaan yang lebih seperti halnya seragam yang rapi dan lengkap.

Terakhir kesejahteraan anggota Satpol PP sering luput dari perhatian padahal dari sisi penegakan hukum, anggota yang sejahtera tentu akan memiliki harga diri yang lebih tinggi dan berani mengatakan tidak kepada usaha usaha yang meruntuhkan penegakan hukum bukan hanya dari PKL tapi juga oleh aparatur bahkan badan hukum atau perusahaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun