Mohon tunggu...
Harry Darmawan Hamdie
Harry Darmawan Hamdie Mohon Tunggu... Relawan - PNS pada Satuan Polisi Pamong Praja Kab. Barito Utara, Inisiator Beras Berkah Muara Teweh Kalteng.

PNS pada Satuan Polisi Pamong Praja di Kab. Barito Utara Kalimantan Tengah. Inisiator Komunitas Beras Berkah di Muara Teweh Kalteng dan Ketua Yayasan Beras Berkah Muara Teweh.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Merumuskan Pidana pada Perda, Dasar dan Permasalahannya

7 Agustus 2023   07:43 Diperbarui: 7 Agustus 2023   08:12 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pengaturan sanksi pidana oleh daerah diberikan melalui UU No. 23 Tahun 2014 dan UU No. 12 tahun 2011 yang merupakan induk kewenangan pemerintahan daerah dalam menetapkan sanksi pidana (Hal. 44). Secara umum Perda dapat memuat ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 50.000.000,00(Lima puluh juta rupiah). Perda dapat memuat ancaman pidana selain itu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pemidanaan  dilakukan sebagai upaya melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan masyarakat (Amanat UU Dasar) Pidana diberikan dalam rangka memberikan ancaman hukuman kepada pelanggar atau pelaku kejahatan. Sehingga pemerintah daerah diberikan kewenangan mengatur masalah pidana di perda-nya.

Kewenangan pemidanaan sayangnya tidak didukung dengan peraturan yang rinci berkaitan dengan pembentukan perda yang  memiliki sanksi pidana. Padahal pidana merupakan hal yang kompleks berkaitan dengan banyak faktor, nilai dan norma masyarakat.

Karena pengaturan pidana perda masih sangat umum perbedaan sanksi pidana antar daerah dengan perbuatan pidana yang sama pun berbeda-beda. Bisa jadi membuat kabur kepastian hukum di daerah.

Menjadi pekerjaan rumah bagi pembentuk perda untuk memahami asas pidana, agar pemidanaan di dalam perda menjamin keadilan bagi yang terpidana. Beberapa Asas dibeberkan pada Pasal 5 UU No.12 Tahun 2011.

Selain itu, Pada lampiran II, UU No. 12 Tahun 2011 bagi pembemtuk perda terkait Ketentuan pidana agar memperhatikan asas asas umum ketentuan pidana yang terdapat dalam buku kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana kecuali jika oleh Undang-Undang ditentukan lain.

Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dapat dibatalkan oleh pemerintah pusat atau provinsi, selain itu Mahkamah Agung juga memiliki kewenangan untuk uji materiil  dan formil terhadap perda. Permohonan uji materiil dan formil bisa dilakukan oleh perorangan yang bisa jadi dirugikan atas perda yang telah dibuat.

Penyusunan perda yang berkeadilan juga akan memudahkan pelaksanaan penegakannya. Satpol PP sebagai aparat penegak perda seharusnya dilibatkan dalam penyusunan perda terutama perda dengan sanksi pidana.

Akhirnya buku ini sangat bermanfaat terutama untuk pembentuk perda di daerah baik pemerintah daerah maupun anggota DPRD apalagi bagi anggota yang bukan berlatar belakang hukum.

Judul : Kebijakan Formulasi Delik Dalam Peraturan Daerah
Pengarang : Abdul Madjid, Eny Harjati, Triya Indra Rahmawan
Penerbit :  UB Press

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun