Salah satu komentar atas tulisan saya di Kompasiana membuat saya merenung.  Komennya begini " Terima kasih, pak Harry. Duta Satpol PP yang mengedukasi kami pembaca menjadi mitra sinergi. Selamat Berkarya". Komen tersebut ditulis oleh ibu Suprihati, seorang penyuka kajian lingkungan dan budaya. Penikmat coretan ringan dari dan tentang kebun keseharian.
Penulis-penulis di kompasiana adalah orang orang yang luar biasa. Meskipun tahu tulisan yang saya buat keliatan baru belajar, cukup acak acakan tapi komen komen yang ada, selalu positif dan mensupport kita. Saya menyesal kenapa baru bergabung bulan lalu.
Di Medsos lain ketika orang tahu pekerjaan kita Polisi Pamong Praja netizen langsung menjudge sebagai penghancur PKL atau sejenisnya. Di Kompasiana, Kompasianer cukup obyektif melihat Satpol PP bahkan ketika mengomentari kejadian accident kekerasan antara PKL dengan Pedagang.
Di TikTok saya pernah dibully habis habisan cuma karena ingin mengedukasi nitizen agar obyektif melihat suatu peristiwa berkenaan dengan tugas Satpol PP. Video dengan view ribuan dan ratusan komen hinaan.
Sejak 20 bulan saya di Satpol PP, saya, Â meminjam istilah bu Suprihati, adalah Duta Satpol PP. Saya membuat ratusan video tentang Satpol PP. Baik video kegiatan Satpol PP, video edukasi tentang kegiatan dan peraturan daerah di Kabupaten Barito Utara. Sekarang saya menaikan level sosialisasi dengan menulis tentang Satpol PP di Kompasiana.
Pengetahuan masyarakat tentang Satpol PP bisa dikatakan terbatas, jangankan masyarakat aparatur pemerintah pun banyak yang kurang mengerti tugas pokok dan fungsi Satpol PP. Bahkan pegawai negeri yang ditempatkan di Satpol PP sering merasa dibuang atau dicampakan, kasihan kan?.
Selain memberikan edukasi kepada masyarakat, video yang saya buat juga menambah informasi dan percaya diri kepada anggota Satpol PP karena lebih mengenal tentang tugas pokok dan fungsinya serta mengerti pentingnya Satpol PP bagi ketertiban dan ketenteraman masyarakat.
Bahwa Satpol PP bukan musuh PKL, yang tahunya menggusur atau mengacak acak dagangan PKL, tapi adalah harapan terakhir membela kepentingan masyarakat yang lebih luas. Penindakan yang dilakukan Satpol PP adalah langkah terakhir ketika ada pelanggaran yang mengganggu ketertiban atau ketenteraman masyarakat.
Satpol PP adalah perangkat daerah terakhir yang dihubungi ketika ada masalah di masyarakat, upaya damai dan kekeluargaan harus didahulukan.
Bila sengketa antar masyarakat, selesaikan dulu dengan kekeluargaan mengundang RT atau lurah. Â Bila masalah terkait dengan pemerintah daerah harusnya diselesaikan dengan perangkat daerah terkait, sehingga bisa diselesaikan dengan kompromi musyawarah mufakat.
Beda bila sudah harus melibatkan Satpol PP, Satpol PP akan melihat solusi permasalahan dari sisi hukum atau penegakan peraturan daerah, karenanya Satpol PP dapat melakukan penindakan baik justisial maupun non justisial atas pelanggaran perda maupun perkada.
Meskipun ketika penindakan kita humanis dan persuasif namun tetap tegas karena pendekatan penegakan hukum itu pasti memakan korban dari pihak yang melanggar atau terbukti melanggar. Yang sering dilupakan orang adalah dengan mengorbankan pihak melanggar adalah dalam rangka menghindari korban/kerugian yang lebih besar yang harus ditanggung warga masyarakat.
Penjelasan seperti itu tampaknya lebih mudah dipahami oleh penulis penulis di kompasiana daripada nitizen tiktok, sehingga menjadikan penulis kompasiana sebagai mitra sinergi sangatlah mungkin dan tepat.
Jadi upaya menulis tentang Satpol PP di kompasiana, dengan segala keterbatasan dan kekurangan saya tetap lanjutkan. Manfaat yang didapat dan rasakan mungkin tidak hanya bagi Satpol PP di Barito Utara, tapi di Indonesia, amin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H