Makan siang itu sama pentingnya dengan sarapan. Tidak bisa kita pilah-pilih mending mana. Karena kita bukan termasuk dalam golongan kaum mendang-mending.
I wish: selalu dijauhkan atau dihindarkan dari circle kaum mendang-mending di sekitar kita. Amin.
Pada kenyataanya memang kita sering melupakan salah duanya, entah sarapan maupun makan siang.
Bahwa makan siang itu bikin ngantuk dan tertidur itu lain hal, melainkan dengan makan siang ternyata dapat membantu kita dalam meningkatkan konsentrasi. Kita jadi lebih fokus pada apa yang ingin dan sedang dilakukan.
Tidak hanya itu, dengan kita tepat waktu ketika makan siang, meningkatkan kesehatan mental: karena mood terjaga baik dan mencegah terjadinya depresi.
Perus kenyang, pekerjaan bisa dilanjutkan. Selesainya kapan, ya, itu lain persoalan.
Intinya makan siang bisa melanjutkan hidupmu agar tidak punah. Konon katanya, dinosaurus itu punah karena tidak makan siang. Katanya, coba saja googling sendiri dengan kata kunci itu.
Tetapi ini yang perlu banyak orang pahami; bukannya kita lupa, hanya saja, keadaan yang membuat itu jadi kenyataan: tidak ada biayanya.
Jadi, selain makan siang itu penting, makan siang juga mesti enak. Tahu kelen apa yang enak dari makan siang? Makan siang gratis alias dibiayai Pak Bos!
Kelen pernah merasakan itu? Pergi keluar makan siang, eh pas di kantin kantor atau di tempat makan ketemu Pak Bos.
Mau melipir, tapi Pak Bos kepalang ngeliat duluan. Mau nyamperin, tapi sungkan. Mau minta dibayarin, tapi takut ketahuan gak punya uang.
Itulah sensasi makan siang sama Pak Bos. Agak laen, tapi kudu kelen coba sekali-kali kalau ada waktu.
Nah, sini tak coba gambarkan makan siang bareng Pak Bos.
Pertama-tama, kita pasti mau-tidak-mau akan semeja dengan beliau, nih. Setelah itu Pak Bos akan tanya makan siang dengan apa (saja)? Jelaskan, tetapi dengan singkat, makanan yang ada di piringmu.
Kalau dapat diksi lucu, keluarkan, tetapi kalau tidak, jawab saja lurus-lurus.
Tiga sampai lima suap pertama akan fokus pada makanan kelen masing-masing. Setelah itu, Pak Bos akan membuka obrolan: tentang pekerjaan.
Bagaimana dengan ini, bagaimana dengan itu, apa ini sudah itu, dsb, dst.
Jawab saja dengan jujur, karena saat makan siang biasanya kedudukan kita akan setara dengan Pak Bos: sama-sama karyawan yang sedang makan siang. Tidak ada hirarki di sana.
Barulah setelah makan selesai, buka obrolan untuk topik-topik lain yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan.
Ini merupakan titik balik, yang mana, kita telah kembali pada khitah-nya, karyawan dengan Pak Bos. Tidak apa-apa, yang penting posisi obrolan sudah tidak tentang pekerjaan.
Momen pentingnya, kalau kalian ingin makan siangnya dibayarin Pak Bos, ketika benar-benar selesai, upayakan bareng dengan Pak Bos.
Jika Pak Bos, bangun, ikut bangun. Tetapi, kelen mesti maju selangkah di depan daripada Pak Bos. Seakan ini memberikan gestur kalau kelen hendak bayar.
Biasanya, nih, Pak Bos akan menyusulmu dan berkata: sekalian aja ini bayarnya.
Nah, itu! Pasang muka sedikit kaget, lalu iya-in saja apa kata Pak Bos.
Baru, deh, setelah itu kelen akan sama-sama jalan dari kantin ke ruang kerja bareng Pak Bos. Paling-paling, ya, selama perjalanan kembali itulah Pak Bos akan menambah pekerjaanmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H