"Jendral, bila ingin membunuh dia. Kenapa tidak kita tembak kepalanya dari awal?" Tanya Pieter yang penasaran.
Jendral Gerard mengeluarkan sebutir peluru dari saku mantelnya. "Aku tidak sudi, bagiku sebutir peluru ini lebih berharga ketimbang nyawanya. Jadi kalau aku tembak dia, kita rugi satu peluru untuk satu monyet yang tak ada harganya ini." Kata Gerard dengan nada dan ekspresi angkuhnya.
Mendengar ucapan Jendralnya sang anak buah tertawa sesaat, sebelum akhirnya mulai mengubur Supardi yang terkulai lemah di bawah sana. Sedikit demi sedikit tanah yang ada di atas ia turunkan ke dalam lubang. Perlahan-lahan tanah mulai menutupi badan Supardi, dari mulai kaki, perut hingga wajahnya. Sampai Supardi benar-benar tak terlihat lagi, terkubur dalam tanah yang dingin, kemudian terlupakan oleh orang-orang. Beberapa menit kemudian, lubang yang Supardi gali sudah rata dengan tanah lainnya. Rata bersama Supardi di dalamnya. Seorang pahlwan yang tertidur nyenyak di bawah tanah air tercinta, dalam pelukan hangat ibu pertiwi.
Salam hangat penuh cinta dari penulis, teruntuk semua pejuang yang gugur demi membela tanah air. Salam sejahtera untuk semua anak bangsa yang meneruskan perjuangannya di bumi Indonesia.
Selesai
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H