Mohon tunggu...
Harry Wijaya
Harry Wijaya Mohon Tunggu... Freelancer - Asal Depok, Jawa Barat.

Deep thinker. Saya suka menulis esai, cerpen, puisi, dan novel. Bacaan kesukaan saya sejarah, filsafat, juga novel.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Alifah dan Cadarnya

25 Agustus 2019   17:53 Diperbarui: 25 Agustus 2019   17:56 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi hasil olahan pribadi

  Saat itu Kamila yang kesal mencoba mendekat dan menegur Ayu, namun Alifah memegang tangan nya dan berkata "Kamila, buku nya di sebelah mana?" Kamila menoleh dan menatap mata sahabat nya itu, seakan sudah tahu maksud nya.
"Disana Alifah, ayo aku antar." Jawab nya dengan nada yang sedikit dingin karena kesal dan keributan yang di takut kan terjadi pun tak terjadi.

  Mereka membaca buku bersama di salah satu bangku sambil membahas isi dari buku tersebut. "Cewek Arab baca apa itu? Baca tentang Onta ya?" Ucap Ayu yang diikuti tertawaan teman-temannya.

  Saya yakin seratus persen, bahwa di saat ini, Alifah sangat ingin pergi seperti yang biasa dia lakukan saat ada yang mengejek nya, namun kali ini tidak. Dia tetap disana dan membaca buku dengan sahabat nya itu. Dia menghargai sahabat nya yang telah mengajak nya ke perpustakaan ini, dan tak akan mengacaukan rencana yang sudah mereka siapkan sebelumnya.

"Mending kalau mau pakai pakaian Arab ya di gurun pasir sana cocok nya ya."

"Eh, gurun pasir kan panas nanti dia gerah dong."

"Ya biarin, kalau dia kepanasan nanti akhirnya kan dia lepas baju. Suruh siapa menyusahkan diri sendiri. Pake baju kaya gitu, kaya bagus aja."

Iya, padahal masih banyak dosa nya ya."

  Ejekan-ejekan itu terus dilontarkan, aku tak tahu apakah semua orang di perpustakaan itu mendukung dan sepemikiran sama seperti Ayu, karena mereka tak satupun yang membela dan menegur Ayu. Sedangkan Kamila terus menahan emosi nya dan melihat sahabatnya dengan perasaan kasihan sekaligus bersalah, karena dia lah yang membawa nya kesini. Setiap kali ejekan itu sampai di telinga nya, Kamila hanya menahan dan menggenggam tangan Alifah.

 Fakta nya, seperti yang saya bilang tadi bahwa orang-orang yang diam di perpustakaan itu bisa saja menjadi orang munafik seperti yang saya sebutkan sebelumnya namun bisa saja mereka memang tak peduli dan tak ingin terlibat dengan masalah yang bukan urusan nya sama sekali. Tapi, ejekan-ejekan dari perempuan-perempuan yang tak bercadar atau pun tak berhijab bukanlah karena hanya keinginan dan iseng belaka ada tujuan di balik itu.

  Mereka ingin menaikkan kejelekan-kejelekan perempuan bercadar supaya semakin banyak orang yang tahu kalau mereka juga perempuan yang berdosa. Terus-menerus mencari kesalahan dan dosa perempuan bercadar sampai akhirnya kejelekan dan dosa nya sendiri tertutupi karena orang-orang sudah dicekoki dengan stigma negatif yang ia sebarkan tentang perempuan bercadar. Sehingga pakaian mereka yang ketat, terbuka, vulgar menjadi wajar dan pakaian mereka yang menutup aurat dan bercadar akan menjadi negatif. Ini adalah bentuk pembelaan diri yang salah dari perempuan yang tak menutup aurat. Sampai pada kisah ini kita bisa melihat pihak mana dulu yang memulai, dan kejadian di lapangan pun tak berbeda jauh, namun kisah belum berakhir pembaca yang saya sayangi.

"Kalau dia gerah dan membuka baju, keliatan dong auratnya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun