Di atas kegelapan diri, aku coba menerobos akar besar yang merintangi semena-mena, sakit aku rasakan. Seketika pergelangan kakiku terasa lebam. Tetap saja aku nekat menerobos pohon-pohon tumbang yang menghalangi, menebas ranting-ranting yang merintangi jalanku.
        "Hati-hati," teriak Anna
        Aku terus menabrak rerimbunan pepohonan, tak pedulikan lagi kakiku yang terluka. Semakin kencang aku berlari, semakin sering aku terjatuh.
        "Cepat, sudah mau sampai,"teriaknya lagi
        Semakin jauh aku berlari, semakin banyak pohon yang tumbang. Beberapa tanah retak, aku melihatnya langsung di depan mataku.
       "Fokus, lewati lubang di depanmu," teriak Anna semakin keras.
       Tergopoh-gopoh aku melangkahkan kaki, sendiku terasa keram.
       "Ayo, jangan sampai lambat. Tidak jauh lagi," jeritnya kemudian.
       Aku coba menengok ke belakang, sungguh mengerikan. Retakan tanah semakin  melebar. Semakin kuat aku berlari, semakin sering aku jatuh. Sekilas aku dengar jejeritan Anna dari atas bukit yang tidak jauh dari tempatku saat ini.
       "Seratus meter lagi, ayo cepat," suara ketakutan terdengar di atas bukit. Tidak ada siapapun di sana selain Anna.
        Tetiba aku mendengar suara rebut dari belakangku. Kilatan cahaya-cahaya putih melesat di sepanjang perbukitan. Suasana semakin mencekam.