Â
Sama seperti Hizkia yang menderita karena sakit penyakitnya, lalu dia berserah kepada Tuhan, lalu Tuhan mendengar doanya dan umurnya diperpanjang Tuhan selama 15 tahun lagi. Penderitaan tidak selamanya menjadi malapetaka. Untuk itu mari kita belajar bagaimana Hizkia menghadapi penderitaannya.
Â
Pertama, Hizkia belajar bagaimana kita menyerahkan hidup sepenuhnya di tangan Tuhan. Dia berdoa kepada Tuhan. Penderitaan atau kematian bisa datang kapan saja. Tidak harus menunggu usia 80-an, seperti Hizkia yang baru berusia 39 tahun. Hizkia melihat betapa singkat dan rapuhnya hidup ini. Seperti tenda kemah gembala yang dibongkar, seperti tukang tenun yang menggulung tenunannya, sesudah itu Tuhan akan memutus nyawa dari benang hidup. Hizkia sadar betul, bahwa: "Hidup mati ada di tangan Tuhan bukan pada manusia." Dia seorang raja yang mempunyai kuasa dan kekuatan tapi tak berdaya pada kuasa Tuhan.
Â
Sebelumnya dalam hidup Hizkia, dia adalah raja yang melakukan apa yang benar di hadapan Tuhan. Dia memakai kekuatannya, waktunya untuk mereformasi bangsa Israel. Dia menegaskan kepada bangsa Israel: "Jika bangsa Israel taat dan menyembah kepada Tuhan Allah maka bangsa Israel akan hidup dalam pemeliharaan Tuhan. Namun, sebaliknya jika bangsa Israel menyembah kepada ilah-ilah, maka Tuhan murka dan mendatangkan malapetaka kepada bangsa Israel." Oleh karena itu, dia menggerakkan kebangunan rohani terbesar di tengah-tengah bangsa Israel. Dia menghancurkan berhala-berhala dan bukit-bukit pengorbanan dibersihkannya. Bait suci di Yerusalem diperbaiki dan semua rakyat diarahkan untuk menyembahkan kepada Tuhan Allah saja. Perjanjian Musa diperbaharui dan Paskah dirayakan. Itulah yang dilakukannya, dan Tuhan pun memberkati bangsa Israel.
Tuhan mendengar doanya dan menambahkan 15 tahun dalam hidupnya.
Â
Kedua, melalui penderitaan kita belajar untuk memilihyang paling prioritas dan melepaskan hal yang sepele. Memikirkan penderitaan, maka itu akan membantu kita untuk memilah-milah mana yang terutama untuk dilakukan dalam hidup ini. Tubuh ini terbatas untuk bisa melakukan semuanya. Kita tidak bisa melakukan segala-galanya. Justru saat berhadapan dengan Tuhan kelak maka hal-hal penting buat kita menjadi tidak penting. Memikirkan penderitaan membuat kita sadar bahwa hal terpenting dalam hidup adalah hubungan pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus.
Â
Ketiga, memikirkan penderitaan membantu kita berbalik dari keberdosaan kepada kebenaran. Hizkia berpikir kematian berarti pemisahan dari Tuhan untuk selama-lamanya. Dia akan pergi ke kuburan, ke tempat orang mati, tanpa berdamai dengan Tuhan. Dia berpikir kematian berarti dia tidak akan lagi memuji Tuhan. Dia takut tidak akan pernah melihat wajah Tuhan lagi dan akan dilemparkan ke dalam kegelapan selamanya. Itu adalah perhatian terbesar Hizkia Mengapa Hizkia berpikir seperti ini? Karena Hizkia tahu dia adalah orang berdosa dan pantas mati karena dosanya. Dia telah kehilangan kemuliaan Allah karena dosanya.