Berita yang saat ini hangat dibicarakan di mas media adalah tentang pengunduran di Menteri Pertanian terkait dengan adanya dugaan korupsi. Â Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengungkapkan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
Sudah barang tentu ini merupakan pukulan telak terhadap Ketua Nasdem Surya Paloh. Bagaimana tidak? Sebelum kasus Syahrul  Yasin Limpo terkuak, salah satu anggota partai Nasdem juga tertangkap dalam kasus yang sama yaitu korupsi.  Berita tentang penggelapan dana sebesar Rp. 8 trilliun lebih oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sampai saat ini masih belum bisa dilupakan. Korupsi dalam proyek BTS 4G yang sebelumnya telah menjerat petinggi Badan Aksebilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI), ternyata ada juga petinggi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang juga terlibat dalam kasus ini.  Yang tidak kalah seru dan hebohnya dalam kasus ini juga disebut-sebutkan ada tiga parpol yang terlibat di dalamnya. Â
Sangat menyedihkan dan memprihatikan tentunya kasus korupsi yang terjadi saat ini. Karena ternyata yang memiliki mental dan moral bobrok justru para pejabat-pejabat tinggi, yang seharus menjadi panutan oleh masyarakat di negeri ini. Oleh karena itu tidak salah jika masyarakat menuntut para perampok uang Negara ini dijatuhi hukuman yang seberat-beratnya, dan tidak ada salahnya juga jika ada sebagian masyarakat  yang mendengungkan diberlakukan hukuman mati bagi penjahat ini.
Â
Sisi atau bagian lain yang penulis telusuri dalam tulisan ini bukan pada kasus pidananya, tetapi penulis tertarik untuk mengulas tentang bidang industri telekomunikasi itu sendiri, khususnya tentang bagaimana prospek pengembangan pembangunan menara BTS ini., dengan harapan tulisan ini bisa memberikan wawasan kepada para pengusaha sejauhmana prospek bisnis ini dalam beberapa tahun mendatang.
Sebelum membahas lebih lanjut, terlebih dahulu kita bahas apa yang dimaksud dengan menara telekomunikasi atau yang biasa kita dengar dengan nama tower. Â Tower adalah salah satu insfrastruktur pendukung alat telekomunikasi seluler. Tower ini sangat penting karena berfungsi sebagai penempatakan antenna pemancar sanyal (jaringan akses). Melalui tower para pelanggan bisa memperoleh pelayanan.
Disamping itu tower juga digunakan untuk menempatkan antenna pemancar sinyal transmisi (jaringan transport dengan menggunakan teknologi microwave). Pada area berdirinya tower biasanya terdapat perangkat BTS. Base Transceiver Station (BTS) yaitu sebuah peralatan yang menfasilitasi nirkabel komunikasi antara pengguna perangkat seluler dan jaringan.
Sejalan dengan semakin berkembangnya industri telekomunikasi ini, maka tidak heran jika dalam beberapa tahun terakhir ini perusahaan-perusahaan  penyedia menara BTS ini berkembang pula. Dalam penyelenggaraan penyediaan menara BTS ini Kemenkominfo telah membagi penggelaran jaringan 4G di desa-desa non-3T kepada 5 operator seluler. Total ada 3.435 desa yang menjadi tanggung jawab operator dalam pembangunan 4G. Kelima operator itu ialah PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), PT Indosat Tbk., PT XL Axiata Tbk., PT Smartfren Telecom Tbk., dan PT Hutchison 3 Indonesia (dimana saat ini Indosat dan Hutchinson sudah merger menjadi 1 perusahaan).
Penerimaan Sinyal Menurut Masing-Masing Jaringan
Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2021 lalu jumlah desa atau kelurahan yang memiliki menara BTS di Indonesia dan bisa menerima jaringan sinyal 4G/LTE diperkirakan mencapai 35.608 desa, dengan perincian 4 propinsi terbanyak yaitu Jawa Timur sebayak 4.539 desa, Jawa Tengah 4.433 desa, Jawa Barat 4.391 desa,dan Sumatera Utara sebanyak 2.401 desa. Sementara Aceh, Riau, Sumatera Selatan, Lampung dan Sulawesi Selatan yang sudah memiliki menara BTS dan bisa menerima sinyal 4G/LTE tercatat masing-masing hanya berkisar 1,1 ribu sampai 1,5 ribu desa. Berarti ada 25 propinsi yang sudah memiliki menara BTS, tetapi penerimaan sinyal 4G/LTE berada dibawah seribu desa. Atau ada sekitar 13.041 desa yang memiliki menara BTS dan bisa menerima sinyal 4G/LTE, tetapi jumlahnya dibawah seribu desa.
Kemudian propinsi-propinsi yang menerima sinyal 3G/H/H+/EVDO menurut sumber yang sama ada sebanyak 2.666 desa dengan perincian  10 propinsi terbesar yaitu Jawa Timur sebanyak 260 desa, Jawa Tengah 199 desa, Jawa Barat 193 desa, Sumatera Utara 187 desa, Aceh 158 desa, Sumatera Sel;atan 136 desa, Banten 127 desa, Riau 111 desa dan Sulawesi Selatan sebanyak 90 desa dan propinsi Lampung sebanyak 82 desa. Berarti pada tahun 2021 ada sebanyak 1.124 desa yang sudah memiliki menara BTS dan bisa menerima sinyal 3G/H/H+/EVDO. Sebanyak 1.124 desa tersebut tersebar di 24 propinsi.
Sementara desa-desa yang telah memiliki menara BTS dan bisa menerima sinyal 2,5G/E/GPRS ada sebanyak 4.516 desa pada tahun yang sama, dengan perincian 10 propinsi terbesar adalah Sumatera Utara sebanyak 32 desa, Jawa Timur 22 desa, Riau dan Jawa Barat masing-masing 16 desa, Aceh 14 desa, Jawa Tengah dan Sumatera Selatan masing-masing 9 desa, Banten 8 desa, dan Sulawesi Selatan sebanyak 2 desa. Sementara yang tidak bisa menerima sinyal walau sudah memiliki menara BTS ada sebanyak 272 desa.
Dari hasil pengamatan BPS ternyata masih banyak desa-desa di wilayah Indonesia yang tidak atau belum memiliki menara BTS. Pada tahun yang sama jumlah desa yang belum memiliki menara BTS, tetapi sudah bisa menerima sinyal 4G/LTE ada sebanyak 26.318 desa, dengan perincian 10 propinsi terbesar adalah Aceh sebanyak 3.608 desa, Jawa Tengah 3.332 desa, Jawa Timur 3.058 desa, Sumatera Utara 2.066 desa, Sumatera Selatan 1.138 desa, Jawa Barat 1.125 desa, Sulawesi Selatan 943 desa, Lampung 854 desa, Riau 375 desa dan Banten sebanyak 254 desa. Berarti ada sebanyak 9.561 desa yang belum memiliki BTS tapi sudah mendapatkan sinyal 4G/LTE yang tersebar di 24 propinsi.
Kemudian desa-desa yang belum memiliki atau belum didirikan menara BTS tetapi sudah menerima sinyal 3G/H/H+/EVDO ada sebanyak 7.750 desa pada tahun yang sama. Tercatat ada 10 propinsi terbesar masing-masing adalah Aceh sebanyak 1.044 desa, Sumatera Utara 831 desa, Jawa Tengah 536 desa, Jawa Timur 517 desa, Sumatera Selatan 480 desa, Sulawesi Selatan 245 desa, Jawa Barat 212 desa, Banten 162 desa dan Riau sebanyak 130 desa. Berarti masih ada 3.268 desa yang belum memiliki menara BTS tapi sudah bisa menerima sinyal yang tersebar di 24 propinsi.
Pada tahun yang sama desa-desa yang tidak memiliki menara BTS tapi bisa menerima sinyal 2,5G/E/GPRS tercatat ada sebanyak 3.095 desa. 10 propinsi terbesar masing-masing di Sumatera Utara sebanyak 317 desa, Aceh 162 desa, Sumatera Selatan 136 desa, Jawa Timur 82 desa, Riau 76 desa, Â Sulawesi Selatan 63 desa, Lampung 61 desa, Â Jawa Tengah 48 desa, Banten 25 desa dan Jawa Barat sebanyak 10 desa. Sementara desa-desa yang tidak memiliki menara BTS dan juga tidak ada sinyal ada sebanyak 2.773 desa.
Penerima Sinyal Menurut Masing-Masing Kekuatan
Sekalipun di beberapa desa sudah didirikan menara BTS, tetapi bukan berarti penerimaan sinyal di desa-desa tersebut penerimaan sinyalnya kuat, ternyata penerimaan sinyalnya ada yang lemah dan bahkan ada yang tidak ada sinyal, tetapi relative sedikit jika dibanding dengan desa-desa yang belum didirikan dan dibangun menara BTS.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2021 lalu desa-desa yang telah memiliki menara BTS dan bisa menerima sinyal yang kuat ada sebanyak 35.916 desa. Ini berarti mengalami kenaikan sebesar 3,81% dibanding tahun 2020 yang tercatat sebesar 34.595 desa. 10 propinsi penerima sinyal kuat pada tahun 2021 masing-masing adalah Jawa Timur sebanyak 4.665 desa, Jawa Tengah 4.501 desa, Jawa Barat 4.366 desa, Sumatera Utara 2.420 desa, Sulawesi Selatan 1.569 desa, aceh 1.467 desa, Riau  dan Sumatera Selatan masing-masing 1.371 desa, Lampung 1.317 desa dan Banten sebanyak 970 desa.  Berarti ada sebanyak 11.909 desa yang telah memiliki menara BTS yang memiliki sinyal kuat di tahun 2021 yang tersebar di 24 propinsi.
Sementara desa-desa yang sudah memiliki menara BTS tetapi penerimaan sinyalnya lemah tercatat ada sebanyak 3.086 desa pada tahun 2021, ini berarti mengalami peningkatan sebesar  5,43% dibanding tahun sebelumnya yang tercatat 2.927 desa. Sebagai 10 propinsi terbesar masing-masing adalah Jawa Barat sebanyak 235 desa, Sumatera Utara 203 desa, Jawa Timur 161 desa, Jawa Tengah 141 desa, Banten 136 desa, Sumatera Selatan 130 desa, Aceh 125 desa,  Riau 117 desa, Sulawesi Selatan 113 desa dan Lampung sebanyak 54 desa. Sementara yang tidak mendapatkan sinyal tercatat ada sebanyak 60 desa pada tahun 2021.
Ternyata sampai sekarang di Indonesia desa-desa atau kelurahan-kelurahan yang belum memiliki menara BTS cukup banyak. Menurut sumber yang sama pada tahun 2021 desa-desa yang belum memiliki menara BTS tetapi bisa menerima sinyal yang kuat ada sebanyak 25.416 desa berarti mengalami penurunan sebesar 3,93% dibanding tahun sebelumnya tercatat sebesar 26.457 desa. Tentu ini sebagai prestasi yang baik, karena di Indonesia terjadi peningkatan desa-desa yang bisa menerima sinyal kuat.
Sebagai 10 propinsi terbesar masing-masing adalah aceh sebanyak 3.799 desa, Jawa Tengah 3.345 desa, Jawa Timur 3.116 desa, Sumatera Utara 1.991 desa, Jawa Barat 1.038 desa, Sumatera Selatan 1.027 desa, Lampung 845 desa, Sulawesi Selatan 824 desa, Riau 378 desa, dan Banten sebanyak 235 desa. Â Berarti ada sebanyak 8,848 desa yang belum memiliki menara BTS tetapi bisa menerima sinyal kuat yang tersebar di 24 propinsi.
Sementara itu desa-desa yang belum memiliki menara BTS tetapi sudah bisa menerima sinyal walaupun masih lemah, diperkirakan mencapai 14.520 desa pada tahun 2021, ini berarti mengalami peningkatan sebesar 1,15% dbanding tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 14.354 desa. Sebagai 10 propinsi terbesar masing-masing adalah Sumatera Utara sebanyak 1.368 desa, Aceh 1.043 desa, Sumatera Selatan 743 desa, Jawa Tengah 575 desa, Jawa Timur 553 desa, Sulawesi Selatan 471 desa, Lampung 405 desa, Jawa Barat 313 desa, Riau 237 desa dan Banten 208 desa. Ini berarti ada sebanyak 8.604 desa yang belum memiliki menara BTS tetapi sudah bisa menerima sinyal walaupun lemah. Jumlah tersebut tersebar di 24 propinsi. Kemudian yang sama sekali tidak menerima sinyal ada sebanyak 5.098 desa pada tahun 2021, ini berarti mengalami penurunan sebesar 9,88% dibanding tahun sebelumnya yang tercatat sebanyak 5.657 desa.
KesimpulanÂ
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa prospek pembangunan pengembangan industri menara BTS di Indonesia masih cukup cerah dalam beberapa tahun mendatang. Hal ini disebabkan karena sampai sekarang masih banyak daerah-daerah atau kelurahan-kelurahan yang belum didirikan atau belum memiliki menara BTS, sementara kebutuhan setiap tahun akan terus mengalami peningkatan sejalan terus meningkatnya penggunan internet di Indonesia.
Menurut Survei Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII), pada tahun 2018 lalu pengguna internet di Indonesia baru tercatat sekitar 132,7 juta pengguna, pada tahun 2019 naik menjadi 150,0 juta, naik lagi menjadi175,4 juta, naik 202,6 juta, naik naik lagi menjadi 204,7 juga pengguna. Sementara itu pada bulanJanuari 2023 lalu pengguna internet ini sudah mencapai 212,9 juta. Tingginya asks internet ini hal ini mencerminkankan iklim keterbukaan informasi dan penerimaan masyarakat terhadap perkembangan teknologi dan perubahan menuju masyarakat informasi semakin tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H