Listening without noise
Apa yang kini membuat orang lebih suka membaca dan menulis dari pada mendengarkan dan berbicara? Apa yang membuat orang semakin terupdate, kaya informasi dan lebih kreatif? Apa yang membuat dunia ini sepi? Apa yang membuat orang saling terhubung tanpa gangguan komunikasi? Apakah dunia komunikasi telah berubah drastis?
Minimal ada 4 kelebihan dari “listening without noise,” sbb.:
1). Komunikasi Jernih meski dunia gaduh
Di era komunikasi sebelum tahun 2000, komunikator resah dengan “listening noise” (gangguan, distraction komunikasi) karena dunia semakin gaduh. Berbagai cara dilakukan untuk membuat komunikasi bersih, jernih dan clear. Tetapi tetap saja tidak bisa, karena dunia sudah terlanjur gaduh. Tiba-tiba di era tahun 2000-an (abad 21) muncul perubahan teknologi komunikasi dengan lahirnya internet wireless, smart phones dan tablet. Yang entah by-design atau tidak, secara otomatis ikut membantu menghilangkan 50% “listening noise.” Mengapa 50% atau setengah? Karena fungsi komunikasi tatap muka (diskusi, rapat, review, meeting, negosiasi) dapat dilakukan via model baru, yaitu “indirect-communication,” komunikasi tidak langsung dengan menggunakan alat. Tidak langsung, karena perlu bantuan alat, tetapi tetap bisa menghubungkan 2 orang atau lebih. Dengan bantuan alat komunikasi digital baru seperti laptop, smart phones dan tablet, maka komunikasi menjadi sangat luas terbuka.
Dengan komunikasi lewat genggaman atau pangkuan, noise komunikasi yang diributkan, lenyap sudah. Orang ber-bbm group atau WA-group tanpa noise, jernih dan bening. Yang tersisa tinggal noise komunikasi kelompok dan tatap muka. Berkat komunikasi internet wireless, ipad dan smart phones, channel komunikasi kelompokpun, sangat terbantu dengan lahirnya channel komunikasi baru yang cepat, yaitu bbm-group, line, skype, WA-group, facebook dan twitter. Pengambilan keputusan dan analisa menjadi lebih cepat.
Teknologi baru ini, membuat orang diam (tidak berisik). Indera mata (membaca pesan) dan telinga (mendengarkan suara si pemberi pesan) tidak menimbulkan noise. Gangguan noise, hanya pada sinyal. Channel komunikasi baru ini tetap bisa dua arah. Penerima pesan dapat memberikan feedback, pertanyaan atau pendapat kepada si pemberi pesan. Dengan indera mata. telinga dan smart phones atau ipad, misalnya, orang bisa kaya informasi, ter-update news terbaru, lewat genggaman atau pangkuannya. Dengan kaya informasi dan kesiapan mental, orang bisa jadi lebih produktif dan kreatif, bukan? Belum lagi penghematan waktu yang luar biasa besarnya. Orang tak harus bertemu untuk berkomunikasi.
2). Masyarakat membaca
Dunia berbicara tanpa suara. Dunia berkomunikasi tanpa gaduh. Dunia kini lebih banyak berkomunikasi lewat membaca. Pada waktu bersamaan, manusia mendengarkan tanpa kegaduhan, lebih efektif.
Dahulu, orang tua, guru dan pendidik risau galau, masyarakat Indonesia sangat tak gemar membaca. Hobinya, nonton. Budaya yang berkembang ketika itu, budaya “tontonan” dan “lisan” (memanjakan mata dan telinga). Orang gemar nonton tv (membaca gerak, gambar dan mendengar suara) dan pertunjukan dangdut (membaca gerak dan mendengar music). Aktifitas membacanya sangat sedikit, apalagi menulis. Program perpustakaan keliling, komik bergambar, buku murah, belajar jarak jauh marak digenjot untuk mengedukasi rakyat gemar membaca. Kenapa galau? Karena budaya “tontonan” dan “lisan”, dianggap kurang mendidik, kurang mencerdaskan. Alasannya, orang cenderung diam tapi pasif, bisa malas berfikir dan karenanya bisa ketinggalan ilmu baru.
Dengan teknologi baru seperti Whatsapp, masyarakat luas dididik dengan sendirinya (otomatis) jadi gemar membaca (online). Bersyukur dan berterima kasih kita pada Jan Koum, orang muda jenius, drop-out San Jose University, yang dulunya orang susah, kini miliarder baru. Masyarakat Indonesia tak ada alasan lagi untuk risau, bahwa kita akan bodoh dan ketinggalan zaman. Anggapan itu tidak relevan dan tidak benar. Semua orang sudah gemar “membaca” lewat handphonenya atau laptopnya, sejak bangun tidur. Ibu-ibu sekarang gak kalah gaul sama anak-anaknya. Sejak melek mata, sudah ambil handphone, buka handphone, meski belum ke kamar mandi. Coba bayangkan, perubahannya? Dahsyat bukan. Hilang sudah kegelisahan dan kegalauan, bahwa bangsa Indonesia tak suka membaca. Semua rajin membaca, minimal ngintip status orang di facebook atau melirik foto teman di instagram.