Mohon tunggu...
Harry Purnama
Harry Purnama Mohon Tunggu... -

Trainer & coach mature leadership, listening wisdom dan work and life balance [WLB] tinggal di Depok, Jawa Barat, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Listening, Neglected but Important Skill

3 Desember 2015   09:52 Diperbarui: 3 Desember 2015   10:16 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Michael P Nichols, 2009

 4.   Kehilangan kesempatan, loss of opportunity

Eighty five (85) % of what we know we have learned through listening.  Humans generally listen at a 25% comprehension rate (Glenn Llopis,  6 Ways Effective Listening Can Make You A Better Leader, Forbes.com)

Stephen Covey dalam the 8th Habit, juga memberikan gambaran tentang “execution gap,” 51% karyawan yang disurvey di Amerika (separuh organisasi blank), tidak tahu “apa” yang harus dilakukan. Mereka kehilangan kesempatan penting untuk mencapai tujuan perusahaannya. Penyebabnya bervariasi, karyawan tidak memiliki fokus dan perhatian terhadap apa yang benar-benar penting. Terlalu sibuk dengan hal-hal yang tidak penting tapi urgent.  Hanya 49% (separuh organisasi) yang benar-benar sudah tahu apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan.

Itu di negara maju, bagaimana dengan di Indonesia?  Bisa dipastikan, lebih banyak lagi karyawan yang tidak tahu apa yang penting yang harus dilakukan lebih dahulu. Sering sekali pabrik manufacturing di Indonesia, kehilangan potential-sales gara-gara mesin produksi tiba-tiba rusak (terlambat diperbaiki). Sudah tahu rusak, tapi didiamkan oleh bagian maintenance/ engineering. Mereka tidak dengar-dengaran terhadap kebijakan manajemen agar berhati-hati dengan perawatan mesin secara reguler. Penyebab utama MLM (malas, lalai dan menunda-nunda). Banyak marketing terlambat me-launch product karena produksi belum siap. Produksi belum siap, karena raw material belum lengkap. Raw material  belum lengkap karena purchasing tidak mengikuti jadwal sourcing dari PPIC atau PPIC team tidak memberikan perhatian (fokus) kepada new product planning. Akibatnya, pada saat yang sama kompetitor sudah lebih dahulu melaunch new product. Kejadian ini banyak dialami perusahaan elektronik dan digital yang lamban di Jepang (karena sudah terlalu raksasa) vs Korea yang cepat (masih lincah dan gesit karena belum terlalu besar).  Contoh lainnya, keterlambatan melakukan inovasi produk (terlambat membaca dan mendengar peluang pasar), mengakibatkan perusahaan kalah cepat masuk pasar (menjadi follower), misalnya Coca Cola ketinggalan dengan Mizone, Pocari, Bigcola dan teh pucuk. Karena the first comer, biasanya menjadi the market leader (meski tidak selamanya benar), misalnya teh botol Sosro dan minuman aqua. Terbukti cepat mendengar peluang pasar dan mengolahnya menjadi strategi baru, sering menguntungkan perusahaan-perusahaan yang lebih cepat. Perusahaan yang lambat (complacent) dan stabil, sering kehilangan kesempatan masuk pasar dengan fresh idea.

John F Smith, ex CEO and President General Motors era 1992-2000, menyarankan kepada dunia bisnis, “we listened to what our customers wanted and acted on what they said. Good things happen when you pay attention.”  Di dunia digital, Facebook masuk pasar social-media dengan layanan yang berbasis internet super kreatif (Feb 2004) karena cepat membaca peluang pasar.  Dunia butuh ruang untuk blog gratis sekaligus bebas chit-chat dengan teman-teman dan bisa berbisnis.  Sehingga FB cepat menjadi market leader (dengan 1.4 miliar monthly active users) dibandingkan dengan pemain lain seperti WA (2009), Twitter (2006) dan Blackberry (2003). Pointnya,  Facebook mampu menggeser dominasi Blackberry yang lebih awal masuk pasar dengan Blackberry messangernya.    Pada akhirnya, Blackberry menderita penurunan user aktifnya secara signifikan karena kalah mengambil peluang dibandingkan FB.   Blackberry tambah kedodoran dengan masuknya smartphone berbasis Android dan Apple Iphone. User aktif BB mulai drop sejak 2013 sampai hari ini.  Persaingan di pasar digital ini,  memang ketat.  Siapa yang mampu membaca dan mendengar peluang pasar lebih dulu dan berinovasi akan berpeluang besar menguasai pasar.  Yang lamban mengolah peluanglah yang akan ketinggalan, bukan? Peribahasa Turki mengatakan,  “if speaking is silver, then listening is gold.”  Raja Solomon di zaman dahulu sudah memprediksikan kebenaran untuk zaman yang akan datang, “give me the gift of a listening heart.”

Nothing is more expensive than a missed opportunity (anonymous).

Failure is the opportunity to begin again more intelligently (Henry Ford)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun