Mohon tunggu...
Harry Purnama
Harry Purnama Mohon Tunggu... -

Trainer & coach mature leadership, listening wisdom dan work and life balance [WLB] tinggal di Depok, Jawa Barat, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

3 Ways to a Peaceful Life

3 Desember 2013   15:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:22 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

3 Ways to a peaceful life | Another Wisdom from Work & Life Balance

Keringat dimana-mana.  Otot tubuh meregang. Baju kotor dibawa-bawa. Matras yoga digendong-gendong. Tas perbekalan turut pindah ruangan. Pikiran melayang-layang.  Matahari tetap saja disana. Saya sungguh yakin, letaknya bahagia dan damai itu ada di dalam batin, bukan di raga yang berbentuk indah. Sudah berapa lama Anda mendiami jiwa yang resah? Sudah sejenuh apa rasanya hidup Anda?  Dan sehebat apakah batin Anda telah mengeras dan terluka?  Jenis pertanyaan self-talk ini saya lakukan sambil mengamati dari dekat gemuruhnya Namaste Festival, minggu sore tanggal 1 Desember 2013, di Sultan Hotel, Jakarta. 

Whithered plants
Sembari menjalani perayaan dan selebrasi setiap hari, saya diingatkan kembali mengapa kita sulit mencapai oneness dengan Tuhan? Mengapa tanaman hidup kita nampak semakin layu? Bagaimana manusia modern metropolis harus menyirami kehidupannya yang layu, menyegarkan wajah yang keriput dan menidurkan punggung-punggung yang kaku. Jiwa yang menangis mesti diobati. Cinta yang terluka mesti disembuhkan.  Dendam dan kepahitan mesti pergi.  Dan itu bukan lewat therapy healing macam-macam atau via guru spiritual, tetapi jenis healing yang "goes deep inside," jiwa sendiri di dalam yang mesti ditembus agar sembuh dan tenang. Kabar baiknya,  diri sendiri telah menyediakan resep, therapy dan mantra yang siap pakai, siap menyembuhkan.  Para guru spiritual dan agama tahu ini sudah sejak lama, bahwa diri kita adalah jiwa kita, contoh Sai Baba, Dalai Lama, para Swami yang berjenggot atau botak, Martin Luther, Confucius, Krishna, Buddha Gautama, dll.
Life basics principle

Pertama, God speaks only one and then listen [God’s scripture, our prophet, our meditation]. Tuhan cukup satu kali saja memberitahukan jalan-jalanNya yang benar agar manusia hidup berbahagia. Setelah itu Ia hanya duduk diam bermeditasi.  Doa terjadi ketika manusia berbicara kepada Tuhan dan meditasi ketika Tuhan ingin berbicara dengan manusia. Meditasi kita yang rutin jelas membangun jembatan komunikasi jarak dekat Tuhan dengan kita. Hanya seringnya, meditasi kita belum cukup membawa kedamaian di setiap denyut nafas kita. Nafas in & out hanyalah nafas biasa tanpa bumbu kesadaran tinggi tentang hadirnya Tuhan. Meski kita duduk bersila dan hening, tetap saja Tuhan terasa jauh.

Kedua, human listens one and then speaks more.Manusia terlalu banyak bicara kepada Tuhan [melalui doa permohonan], jarang mendengarkan suara Tuhan.Our knowledge tends to speak a lot. Semakin banyak kita bicara, semakin banyak kita salah.Semakin banyak salah, semakin banyak kecewa, dan semakin membawa stress masuk dalam kehidupan.  Yogi, yogini dan meditaser, sesekali dalam seminggu mesti bertanya [self-talk] pada diri sendiri, mengapa asana yoga dan meditasi yang kita lakukan terasa ritual? Ia tak cukup membawa rasa damai yang menyegarkan. That is why our life is so messy, untidy, disorganized and imbalanced.

Ketiga,  wisdom yang seharusnya memberi rasa damai, rasanya tak berdaya? Wisdom kita telah ikut-ikutan banyak bicara, ketimbang mendengarkan suara nurani.  Mengapa prinsip yang indah dari  “peace in every step” Thich Nhat Hanh masih terasa retorika, tak menggigit kalbu? Mengapa bacaan the power of love, serasa hanya lewat saja? Hidup yogi, yogini dan meditaser tetap saja penuh dengan rasa khawatir dan takut akan hari esok?

Berikut ini 3 praktek kecil, yang semoga dapat merecharge kehidupan kita “kembali” untuk membawa pulang keseimbangan alami dan ketenangan batin yang telah pergi sejak kemarin.
1.Daily Gratitude
Kesadaran bahwa setiap hari adalah hadiah dan keindahan, adalah wisdom yang indah.  Wisdom tends to
listen, not to talk.  Berdiam dan melambatlah ketika menghampiri diri sendiri dan Tuhan.  "I am so thankful
for absolutely everything. I’m really grateful for everything. I really do not complain for everything."  Saya
sungguh bersyukur untuk segalanya. Saya sungguh tidak mengeluh untuk segalanya. Daily gratitude seperti
ini menghindarkan kita agar tak terlalu banyak bicara, malahan melegakan jiwa yang hampa dan
melepaskan beban yang menghimpit. Rasa syukur itu memang melegakan.Sukses dan gagal, jika disyukuri,
menjadi kelegaan baru. Tak terasa tanaman kita mendapatkan kembali siraman yang sejuk di dalam. Jiwa
kita tersenyum dan tertawa kembali.
2.Total surrender
Rasa khawatir adalah pembunuh yang paling menakutkan bagi ketenangan & kenyamanan. Sebaliknya, rasa
syukur yang meluap membuka jalan bagi datangnya kepasrahan secara alami."I really surrender to
everything. I really do not worry for everything." Saya sungguh berserah untuk segalanya. Saya sungguh
tidak khawatir untuk segalanya. Total surrender menghalau kekhawatiran dan menggantikannya dengan
ketenangan dan keteduhan. When bad things happen to good people, it is finally still good, but when good
things happen to bad people, it remains bad.  Being Good or bad bergantung kepada kualitas rasa syukur
dan penyerahan diri kita. Yogi, yogini dan meditaser yang mampu membungkam rasa takutnya sendiri, yang
akan menuai ketenangan dan kenyamanan yang lebih tinggi.  

3.Total Acceptance
Kepasrahan yang sepenuh-penuhnya membuka jalan bagi datangnya penerimaan akan segala sesuatu, yang
baik maupun buruk.Semuanya adalah kadonya hidup. "I‘m really sincere for everything. I am really not
selfish for everything." Saya sungguh ikhlas untuk menerima segala hal. Saya sungguh tidak egois untuk
segalanya. Acceptance adalah tahapan tertinggi  yang menghidupi jiwa kita dengan kedamaian yang kokoh
dan permanen, apapun masalah hidup kita saat ini.  Dengan acceptance, musibah, beban hidup dan masalah
seberat apapun, akan terasa ringan. Bukan hanya tanaman kita segar kembali, tetapi kekuatan untuk menang
melalui segala badai hidup.

Serenity Prayer ini bagus.“God grant me the serenity to accept the things I cannot change, the courage to
change the things I can, and the wisdom to know the difference.” Reinhold Niebuhr [1892-1971]. Tuhan
berilah aku ketenangan untuk menerima hal-hal yang aku tak bisa ubah, keberanian untuk mengubah hal-hal
yang aku bisa, dan kebijaksanaan untuk mengetahui perbedaannya.

Semoga melalui tiga [3] langkah kesadaran alami ini, akan jauh memudahkan jalan kita untuk mengalami kembali kedamaian dan kejernihan hidup. Jiwa yang menangis berhenti, cinta yang terluka sembuh, dendam yang pahit, pergi jauh. Hidup terasa ringan sekali dan semakin sederhana. Dan hidup benar semacam ini tak harus menjadi kekayannya para sufi, ulama, pendeta atau biksu. Kita semua bisa.

“Rasa syukur yang meluap membuka jalan bagi datangnya kepasrahan.  Kepasrahan yang sepenuh-penuhnya membuka jalan bagi datangnya penerimaan akan segala sesuatu, baik maupun buruk. Penerimaan menghadiahi hidup dengan kebahagiaan alami.”
Salam damai dan bahagia,
harry purnama, praktisi Work & Life Balance [WLB]

harry.uncommon@yahoo.co.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun