Mohon tunggu...
Harruka Azka
Harruka Azka Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Pamulang

Stay positive thinking, everything should be made as simple as possible, don't be afraid to be who you are just scream out and shout and follow the starts forget about the past that it's over.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bahasa Sebagai Alat Komunikasi Politik

16 Desember 2022   10:00 Diperbarui: 18 Desember 2022   19:42 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa = Alat Komunikasi Politik

Salah satu sistem isyarat yang paling penting bagi manusia adalah bahasa. Bahasa merupakan kekuatan (language is power) dan sangat berperan dalam mencapai tujuan nasional maupun Internasional suatu bangsa.

Bahwa dengan bahasa, manusia dapat bertindak dalam berbagai bidang kehidupan mulai dari bidang yang sedang dibahas ini yakni komunikasi politik, sampai pada bidang sosial, bidang hukum, di mana keseluruhan bidang tersebut selalu bertitik tolak pada peran bahasa.

Dalam berbahasa, hal penting yang perlu diperhatikan adalah makna bahasa, nilai bahasa, tetap dijadikan sebagai titik tolaknya. Secara historis dapat dikatakan bahwa seluruh perubahan dalam lingkup hidup manusia, dibangun melalui makna dan nilai dari sebuah bahasa.

Dalam dunia politik mulai dari penalaran ilmu yang mampu mengubah peradaban polis dalam sebuah organisasi pada level yang paling tinggi yang disebut negara; seorang ilmuwan komunikasi politik-politik  memainkan peranan penting dalam berbahasa. Penggunaan bahasa dalam komunikasi politik yang sering ditemukan di lapangan, segera dibutuhkan penanganannya secara tepat oleh seorang penutur bahasa bukanlah seorang komunikator politik yang lebih membutuhkan penanganan politik yang lebih cepat dan lebih melihat hasilnya secara parsial daripada berlama-lama menelaah problem bahasa secara detail untuk melihat masa depan sebuah keputusan melalui bahasa di dalam berkomunikasi.

Seorang komunikator politik di lapangan selalu cepat melihat hasilnya. Baik komunikator politik yang cenderung berada di dalam kelas dan lapangan penelitian, maupun komunikator politik yang selalu hadir dalam setiap problem sosial dalam praktik lapangan; keduanya selalu berhutang pada bahasa dalam membedah dan membedakan setiap persoalan dalam berkomunikasi atau pun setiap pergumulan sosial yang muncul ketika bahasa itu digunakan dalam berkomunikasi. Bahasa selalu tunduk pada penggunanya.

Kekuatan Bahasa dalam Komunikasi Politik

Bahasa, di datu sisi mempunyai makna kesepakatan sebagai instrument serta mengekspresikan gejala yang terjadi secara sosial yang selalu bebas atas intervensi kekuasaan.

Di lain sisi, bahasa itu dapat menjadi instrument yang mampu mengahadirkan diri dan memberi ruang dan sebagai arena untuk berbagai kepentingan dan kekuasaan itu sendiri.

Dengan demikian, eksistensi bahasa menjadi simbol dan tanda yang selalu menghadirkan kepentingan yang sangat spesifik dalam komunikasi politik. Misalnya pemerintahan zaman ORBA (Orde Baru), merekonstruksi bahasa sebagai alat untuk mempertahankan sebuah kekuasaan; dan hal ini telah terbukti selama 32 tahun dalam masa kekuasaan rezim Soeharto.

Ada beberapa contoh kalimat ataupun ucapan diksi dari pemerintahan Soekarno, yaitu "revolusi", ""kontra-revolusi", "neokolonial", "kapitalisme-imprealisme", "Manipol-Usdek", "indoktrinasi", "demokrasi terpimpin", sengaja dihilangkan pada zaman pemerintahan Soeharto. Diksi tersebut digantikan dengan kata-kata: "pembangunan", "anti-pembangunan", lepas landas", "stabilisasi nasional", "demi keamanan", "pembangunan ekonomi", "swasembada pangan"; Deretan kata/ frase tersebut merupakan deretan bahasa yang dibentuk sebagai ciri khas wacana politik Orde Baru.

Bahwa konteks penggunaan bahasa pada zaman Soekarno, maupun zaman Soeharto, sangat sejalan dengan kepentingannya dan selalu merugikan bagi yang kurang berkuasa (Bosmjian).

Dalam komunikasi politik, bahasa bukanlah sebuah tool netral. Bahasa memiliki kekuatan untuk selalu mengubah, kekuatan bahasa yang bisa menghancurkan, dan juga kekuatan bahasa yang juga bisa membangun. Sebuah negara dapat dikatakan menjadi negara yang baik atau buruk, hal yang bisa diukur adalah dari bahasa para komunikator politiknya, harus mampu memformulasikan bahasa dalam setiap keputusan yang mau diambil.

Selain itu juga, bahasa bisa membentuk dan mendidik seluruh hidup manusia. Peran bahasa menjadi sangat penting. Makna bahasa terbentuk sesuai perkembangan manusia sejak kecil sesuai kepentingannya. Sebuah kalimat sebagai contoh untuk mengungkapkan kepentingan: "kamu anak brilian". Bila kalimat itu diucapkan oleh seorang ayah pada anaknya secara konsisten, maka sebagai respon positifnya sesuai dengan kalimat tersebut si anak menjadi anak yang brilian. Begitu juga jika seorang dokter mengatakan kepada pasiennya bahwa "kamu akan segera sehat" dengan menelan obat ini. Sebetulnya pada saat yang sama, bahasa memiliki kekuatan yang mengubah; memberikan sugesti kepada si sakit tersebut, sehingga proses penyembuhannya berjalan dengan cepat. Makna bahasa dalam setiap contoh tersebut selalu mengungkapkan kepentingan yang ada di dalamnya. Problem penggunaan bahasa seperti inilah yang dinamakan problem bahasa dalam komunikasi politik.

Bahasa dan komunikasi politik, sangat tergantung pada "kata", "kalimat", "teks" dan "konteks". Inilah juga menjadi hakikat dalam komunikasi politik, ungkapan kebenaran hidup manusia sebagai manusia sebagai seorang komunikan dalam sebuah masyarakat pengguna bahasa yang sangat beragam (Bhinneka Tunggal Ika); yang di dalamnya adalah makhluk yang berkata, makhluk yang berbahasa, makhluk yang mempunyai kepentingan dalam komunikasi politik. Seorang kritikus sastra berkebangsaan Belanda A.A Teew , seperti yang dikutip oleh Armada Riyanto, sempat memberi judul pada salah satu bukunya , "Tergantung pada Kata (bahasa)".

Bahasa sebenarnya bukan hanya sebagai tata bahasa, akan tetapi bahasa juga membawa muatan kepentingan dalam sebuah komunikasi yang lazimnya dinamakan komunikasi politik. Bahasa adalah ekspresi kekuasaan dari seorang penutur atau seorang komunikator secara individual atau pun secara kelompok. Karena itu, bahasa merupakan kancah perhelatan kekuasaan. Dalam fakta kehidupan sosial manusia, atau manusia dalam berkomunikasi dengan orang lain, sering menggunakan bahasa sebagai cara atau strategi untuk menghegomoni seseorang dalam arti yang sangat luas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun