Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) merupakan pendatang baru dalam gelaran pemilihan umum di Indonesia. Partai ini berdiri pada 28 Oktober 2021. PKN sudah menjadi berbadan hukum pada 7 Januari 2022 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Kementerian Hukum dan HAM. Partai ini sempat menjadi perhatian publik karena diisi oleh mantan kader partai Demokrat yang merupakan loyalis Mantan Ketua Umum Demokrat Anas Urbaningrum yang baru keluar dari lapas Sukamiskin pada 11 April 2023. Banyak orang mengkaitkan PKN akan mencuri suara Demokrat seperti halnya Partai Gelora dengan PKS. Â
Visi Misi
Sebagai sebuah partai politik PKN memiliki sejumlah visi misi. Dilansir dari laman resmi PKN, Visi part aini ialah "Terwujudnya bangsa Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan Makmur dengan berwawasan Nusantara."
Lalu untuk Misi terdiri atas 9 poin yaitu:
- Mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa melalui penyelenggaraan negara yang demokratis, transparan dan akuntabel dengan senantiasa berdasar pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;
- Melahirkan pemimpin yang bertakwa, jujur, berani, tegas, aspiratif dan berkemampuan dalam menjalankan tugas serta berwawasan nusantara;
- Menegakkan hak dan kewajiban asasi manusia dan supremasi hukum yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 untuk mewujudkan keadilan dan kepastian hukum guna melindungi kehidupan rakyat, bangsa dan negara;
- Membangun sumber daya manusia yang berakhlak mulia, sehat, cerdas, terampil dan berwawasan nasional serta berintegritas;
- Memberikan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya kepada kaum perempuan, generasi muda dan disabilitas pada posisi taktis strategis untuk berperan aktif dalam pembangunan bangsa;
- Menumbuhkembangkan nilai-nilai positif kenusantaraan sebagai bagian untuk memperkokoh jati diri dan kepercayaan diri bangsa;
- Membangun sistem perekonomian nasional yang berkeadilan, berwawasan lingkungan dan berorientasi pada penguatan ekonomi kerakyatan dengan memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya alam secara tepat guna dan berdaya guna serta membuka kesempatan berusaha dan lapangan kerja yang seluas-luasnya untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat;
- Mencegah korupsi, kolusi dan nepotisme secara total dalam rangka mewujudkan Indonesia yang maju, mandiri dan bermartabat;
- Mengembangkan Otonomi Daerah untuk lebih memacu percepatan dan pemerataan pembangunan di seluruh Tanah Air guna memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Konflik Anas dan SBY
Sudah menjadi rahasia umum Anas Urbaningrum memiliki konflik dengan Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Awal mula konflik pada pemerintahan kedua SBY yang ketika itu banyak kader Demokrat tersandung kasus korupsi. Saat itu Ketum dijabat oleh Anas setelah mengalahkan Andi Mallarangeng dalam kongres partai Demokrat di Bandung pada 2010.
Kasus Korupsi yang paling menghebohkan ialah kasus korupsi Hambalang yang melibatkan Anas Urbaningrum, mantan bendahara umum partai Demokrat Muhammad Nazaruddin, mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng, dan mantan anggota DPR fraksi Demokrat Angelina Sondakh. Nama salah satu putra SBY, Edhie Baskoro Yudhyono atau biasa dipanggil Ibas juga diduga terlibat, tetapi tuduhan tersebut tak dibuktikkan oleh KPK.
Kasus ini membuat Nazaruddin kabur ke Cartagena, Kolombia hingga akhirnya berhasil ditangkap oleh Interpol. Anas pun juga ditetapkan sebagai tersangka dari kasus tersebut dengan dugaan menerima gratifikasi dari proyek Hambalang. Penetapan itu membuat Anas memutuskan mundur dari kursi Ketum partai dan sempat menyatakan kepada awak media akan berani gantung di Monas bila memang korupsi satu rupiah saja di Hambalang.
Penetapan Anas ini sempat menimbulkan kontroversi setelah bocornya surat perintah penyidikan (sprindik) yang dibocorkan oleh sekretaris ketua KPK, Wiwin Suwandi. Setelah mundur dari kursi ketua umum Anas Bersama loyalisnya membentuk organisasi Masyarakat (ormas) Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI). SBY yang tidak terima dengan manuver politik Anas menyuruh para kadernya di PPI, tetap di Demokrat atau keluar. Para loyalis Anas seperti Gede Pasek dan Saan Mustopa memilih keluar dari partai Demokrat.
Anas sendri dalam kasus Hambalang dinyatakan bersalah dan dihukum 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan. Dalam proyek Hambalang, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengatakan negara dirugikan Rp463,66 miliar. Â