Masa Kampanye Pemilihan Umum (pemilu) 2024 resmi dimulai pada 28 Oktober 2023 lalu. Pada pemilu kali ini sama seperti tahun 2019 Pemilihan Presiden (pilpres) akan bersamaan dengan Pemilihan Legislatif (pileg).Â
Berbarengannya pilpres dan pileg membuat perhatian lebih banyak tertuju pada pilpres, apalagi pilpres kali ini sudah diwarnai banyak "drama" di para elit mulai dari tuduhan pengkhianatan dan tindakan menggunakan alat negara untuk calon tertentu.Â
Belakangan kritik banyak datang dari pasangan Prabowo-Gibran. Pasangan ini sudah banyak dikritik banyak orang mulai dari dikabulkannya gugatan di MK soal syarat capres-cawapres hingga status Gibran yang merupakan anak Presiden Jokowi dan merupakan kader PDIP yang sudah mendeklarasikan pasangan Ganjar-Mahfud.
Sering Absen Dialog Publik
Terbaru pasangan Prabowo-Gibran dikritik karena dianggap sering absen dalam dialog publik. Bahkan tagar PrabowoGibranTakutDebat menjadi trending topic di media sosial X (dulu Twitter).Â
Menurut Direktur Ekskutif Indonesian Presidential Studies (IPS), Nyarwi Ahmad. Setelah Prabowo-Gibran, pasangan calon yang paling sering absen dalam dialog publik  Ganjar-Mahfud, dan terakhir Anies-Muhaimin. Nyarwi mengatakan ada kemungkinan sering absennya Prabowo-Gibran merupakan strategi politik.Â
Pasangan ini bisa saja menganggap kelompok pemilihnya tidak menyukai dengan debat atau pasangan ini hanya menanggap  debat hanya seremonial demokrasi sehingga tidak memengaruhi perolehan suara.Â
Menanggapi hal ini, juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Hasan Nasbi mengatakan tidak hadirnya salah satu atau keduanya karane sudah memiliki agenda lain dan status Prabowo-Gibran masih aktif sebagai pejabat publik. Dan kedua calon tersebut tentu akan menerima ajakan dialog publik bila pas dengan agenda mereka.Â
Gimik "Gemoy" disamakan dengan Bongbong
Tidak hanya itu, gimik "gemoy" yang melekat pada sosok Prabowo Subianto dianggap mirip yang dilakukan oleh Bongbong Marcos di Filipina. Argumen ini datang dari Juru Bicara Tim Nasional (Timnas) Pemenangan Anies-Muhaimin, Surya Tjandra pada acara di salah satu stasiun TV nasional.Â
Surja Tjandra mengatakan gimik gemoy pada Prabowo berbahaya dan mirip dengan yang dilakukan Ferdinand Romualdez Marocs atau Bongbong Marcos saat bertarung di pilpres Filipina.Â
Menurut Surya, kampanye gimik berbahaya karena bisa memanipulasi kondisi yang sebenarnya. Apalagi banyak anak muda yang melihat sosok orang dipermukaan saja. Itu sama yang dilakukan oleh Bongbong yang masif berkampanye di media sosial dengan memanipulasi informasi. Â
Menanggapi hal itu, juru bicara TKN Prabowo-Gibran, Maman Abdurrahman mengatakan gimik gemoy muncul dengan sendirinya. Maman mengakui bahwa "gemoy" dijadikan gimik politik, tetapi tujuannya untuk membangun politik riang gembira bukan untuk memanipulisi publik. Â
Kesamaan Prabowo dan Bongbong  Â
Mendengar argumen Surya Tjandra yang menyamakan Prabowo dan Bongbong Marcos, keduanya memang memiliki beberapa kesamaan. Pertama, Prabowo dan Bongbong sama-sama pernah menjadi bagian rezim otoriter bahkan menjadi bagian dari keluarganya. Bongbong merupakan anak dari diktator Filipina Ferdinand Marcos yang berkuasa selama 21 tahun dan dianggap otoriter. Sedangkan Prabowo pernah menikah dengan anak Presiden Soeharto, Siti Hediati Hariyadi atau biasa dipanggil Titiek Soeharto. Tak hanya itu Prabowo juga menjabat sebagai Panglima Kostrad di akhir-akhir Orde Baru.Â
Kemudian persamaan kedua, Prabowo dan Bongbong sama-sama maju berpasangan dengan anak Presiden yang menjabat. Prabowo menggandeng putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka. Sedangkan Bongbong berpasangan dengan Sara Duterte, putri dari mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte.Â
Lalu kesamaan ketiga, yaitu Prabowo maupun Bongbong dicurigai menghindari debat publik. Prabowo yang dijelaskan diatas dianggap sebagai capres yang sering absen dalam dialog publik dibandingkan dua capres lain. Sementara itu, Bongbong sampai tidak menghadiri debat pilpres resmi yang digelar. Meski memang peluang Prabowo-Gibran absen dalam debat pilpres yang diadakan KPU sangat kecil terjadi tetapi anggapan publik kedua sosok ini tidak berani beradu gagasan cukup besar.
Kesamaan keempat, Prabowo dan Duterte berkampanye masif dikalangan pemilih pemuda. Prabowo dengan gimik "gemoy" berhasil mendapatkan simpati yang besar dikalangan anak muda di Indonesia yang tercermin dalam banyak hasil survei. Lalu Bongbong sangat terkenal dengan kampanye masifnya di media sosial khususnya Tiktok yang berhasil memperoleh banyak suara anak muda disana. Â
Dari kesamaan itu tentu sangat jauh jika menyamakan persis Prabowo dengan Bongbong Marcos. Apalagi pilpres di Indonesia baru memasuki masa kampanye dan komposisi penduduk Indonesia yang sangat berbeda dengan Filipina terutama dari suku dan agama. Tapi yang pasti kita harapkan siapapun yang menjadi Presiden dan Wakil Presiden tidak berencana membangkitkan pemerintahan otoriter di Indonesia seperti pada masa Orde Baru. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H