Sudah kurang dari sebulan sebelum waktu pemilihan legislatif beberapa lembaga survei sudah merilis hasil survei yang tidak hanya menunjukkan elektabilitas Presiden dan Wakil Presiden, namun elektabilitas partai politik pun juga turut diperlihatkan. Menarik dari hasil survei partai politik terdapat partai-partai lama yang berpotensi keluar dari parlemen seperti PAN dan PPP, lalu juga ada partai luar parlemen yang berpotensi masuk ke Senayan untuk pertama kalinya seperti Perindo.
Namun yang menarik Partai Buruh sebagai satu-satunya partai yang memiliki fokus pemilih yang jelas yaitu para kaum buruh dengan isu undang-undang Ciptaker yang dianggap banyak merugikan kaum buruh justru gagal meraup elektabilitas yang mumpuni. Dari berbagai hasil survei partai ini hanya mendapat elektabilitas kurang dari 0,1 persen yang tentu saja itu sangat jauh dari ambang batas parlemen 4% yang sudah ditetapkan. Padahal seperti artikel yang sudah pernah saya tulis berjudul Mampukah Partai Buruh mengusai DPR? Terlihat bahwa dengan kaum buruh yang besar di Indonesia, partai ini tidak hanya berpeluang untuk masuk kedalam Parlemen, tetapi bisa saja menjadi pemenang pemilu seperti yang pernah terjadi di Inggris dan Australia. Jadi mengapa partai ini masih belum mampu mendulang elektabilitas yang baik ditengah basis pemilih yang besar ini? Ada tiga faktor yang menurut penulis membuat partai Buruh pimpinan Said Iqbal masih belum meraih elektabilitas yang tinggi.
Gerakan Buruh yang bersatu
Sudah menjadi persoalan lama bahkan sejak awal kemerdekaan Indonesia gerakan buruh tidak berhasil bersatu padu dalam satu gerakan besar. Pada periode 1940-1960an setiap gerakan buruh di Indonesia selalu tidak berhasil menjadi satu kesatuan yang kuat dan kerap terpecah-pecah menjadi berbagai serikat maupun federasi buruh yang memiliki perbedaan pada prinsip ideologi, tujuan perjuangan, dan afiliasi partai politik tertentu yang justru membuat adanya persaingan pengaruh sesama serikat buruh yang mempersulit perbaikan nasib kaum buruh pada masa itu.
Kemudian pada masa Orde Baru kaum buruh bisa dibilang redup dengan represi yang dilakukan oleh Pemerintahan Soeharto dengan setiap protes yang dilakukan kaum buruh akan dianggap menggangu stabilitas negara dan disinyalir membawa nilai-nilai komunis yang saat itu masyarakat Indonesia masih trauma denga peristiwa G30S/PKI.
Sedangkan pada masa reformasi masih seperti pada awal kemerdekaan dengan gerakan buruh masih terpecah-pecah dan tak jarang berafiliasi dengan partai politik lain ataupun menjadi relawan salahsatu calon presiden tertentu seperti yang dilakukan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang menjadi pelopor menghidupkan kembali Partai Buruh sebelumnya merupakan pendukung Prabowo Subianto pada Pilpres 2014&2019 kemudian di pihak Joko Widodo ada juga Relawan Buruh Sahabat Jokowi yang tentu saja mendukung Jokowi pada PIlpres 2014 & 2019 yang kemungkinan besar juga akan mendukung calon lain yang akan direstui oleh Jokowi untuk tahun 2024 nanti.
Blunder Politik
Kemudian faktor lain yang menjadi penyebab partai buruh belum mendapat dukungan yang besar yaitu blunder mereka terhadap Perppu Cipta Kerja yang ditetapkan Presiden Jokowi di akhir tahun 2022 lalu. Respon Partai Buruh saat pertama kali mendengar hal itu justru memuji dan mendukung langkah yang dilakukan Presiden tanpa memeriksa isi Perppu terlebih dahulu dengan alasan sudah tidak mempercayai DPR namun percaya dengan Presiden. Tetapi seperti yang kita tau isi Perppu tersebut masih terdapat pasal-pasal yag bermasalah dan juga merugikan kaum buruh dan ketika Perppu disahkan DPR bulan lalu Partai ini melakukan aksi pemogokan karena menentang isi Perppu tersebut. Tentu saja hal ini merupakan blunder yang serius karena memperlihatkan ketidakmampuan partai ini dalam melihat kebijakan yang ada yang membuat masyarakat menjadi ragu terhadap partai ini jika memang berhasil masuk kedalam sistem pemerintahan nantinya.
Sebenarnya apa yang dilakukan partai Buruh tersebut mirip denga napa yang dilakukan oleh Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) pada masa Demokrasi Parlementer. SOBSI yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesai (PKI) dalam setiap kesempatannya selalu mengkritik dan tak jarang menjelek-jelekkan kinerja Perdana Menteri (PM) Hatta maupun PM lain yang menjabat ketika itu karena dianggap tidak mampu mengangkat derajat kaum buruh dan dianggap pro terhadap bangsa Belanda dengan masih bercokolnya para pengusaha Belanda di Perusahaan-perusahaan penting di Indonesia. Namun SOBSI masih mempercayai Soekarno bisa memperbaiiki Nasib kaum buruh padahal Presiden Soekarno sendiri masih merupakan bagian dari pemerintahan itu sendiri.
Tetapi tentu saja meski memiliki kemiripan bukan berarti Partai Buruh berideologi Komunis seperti SOBSI di masa lalu, hal ini juga sudah dinyatakan oleh Ketum Partai Buruh Said Iqbal disetiap kesempatan wawancara dengan berbagai media massa. Apalagi Komunisme masih dianggap buruk oleh mayoritas masyarakatnya yang tentu justru akan merugikan partai ini pada pemilu jika berideologi komunis.
Dipandang buruk oleh Masyarakat
Kemudian faktor terakhir yaitu dipandang buruknya partai ini oleh masyarakat karena blunder yang dilakukan partai ini seperti yang dijelaskan diatas  yang memperlihatkan ketidakmampuan partai ini dalam merespon sebuah kebijakan dan juga kegiatan partai ini yang kerapkali melakukan aksi demo yang diharapkan dengan aksi demo tersebut dapat mendapat simpati masyarakat, namun dengan terlalu seringnya aksi demo tersebut justru membuat masyarakat gerah dengan partai ini karena sangat menggangu aktivitas masyarakat yang berada ditempat-tempat dilakukannya aksi demo tersebut. Hal ini terlihat di media-media online yang menyindir partai ini yang terlalu sering demo dengan tuntutan yang sama seperti aksi sebelum-sebelumnya.
Hal yang bisa dilakukan
Jika melihat ketiga faktor tersebut tentu partai ini perlu mengubah strategi kampanye dan demo mereka karena jika terus melakukan cara yang sekarang tidak akan membuat partai ini lolos ke Senayan. Perlu pemanfaatan media sosial dan riset ilmiah yang harus digunakan oleh partai ini guna bisa memperluas ide-ide mereka ke khalayak banyak dengan tanpa harus menganggu aktivitas masyarakat lain. Dan dengan adanya riset-riset ilmiah tentu akan memperlihatkan kemampuan partai ini untuk mengkritisi kebijakan secara matang dan bukti yang lebih jelas yang berbeda seperti sekarang hanya banyak berlandaskan argument pribadi Partai Buruh sendiri. Tetapi dengan waktu yang ada peluang partai ini untuk lolos ke parlemen masih terbuka dengan harusnya sering melakukan evaluasi secara berkala terkait upaya kampanye ataupun tuntutan-tuntutan mereka yang terkait dengan kaum buruh yang menjadi fokus utama partai ini.
Sumber:
Dewan Pimpinan SOBSI. (2021). Sejarah Perjuangan Kelas Buruh Indonesia 1905-1955. Red Book.
Rochadi, S. (2020). Gerakan Buruh Indonesia. Bumi Aksara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H