Partai Nasional Demokrat (NasDem) baru-baru ini mendapat berita yang menghebokan setelah salahsatu pendirinya, Zulfan Lindan resmi mengundurkan diri dari partai tersebut yang ia ucapkan pada saat mengisi acara dengan detik.com pada 21 Maret 2023 lalu.
Hal ini bermula pada tahun 2022 mantan kader PDIP ini mengemukakan bahwa bakal calon presiden partai Nasdem, Anies Baswedan, sebagai Antitesis Jokowi. Atas pernyataannya tersebut Zulfan Lindan dinonaktifkan sebagai anggota Partai Nasdem.
Memang sejak deklarasi pencalonan Anies Baswedan pada 3 Oktober 2022 lalu, Partai NasDem mendapat masalah dan kritik dari beberapa pihak, dari anggotanya yang mundur dari kepengurusan partai hingga kritik dari partai sesama kubu pemerintahan yang mengatakan partai Nasdem sedang bermain dua kaki dengan masih berada di kubu pemerintahan dan disisi lain mendukung Mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan.
Namun jika melihat dari sejarah partai besutan Surya Paloh ini dalam setiap pemilihan umum maupun dalam Pileg, Pilkada, dan Pilpres partai ini selalu berpaku pada tokoh-tokoh terkenal yang memiliki potensi besar untuk memenangkan kontestasi pemilihan.
Tetapi kondisi NasDem yang terkesan bermain dua kaki sekarang ini belum pernah diliat sejak partai ini berdiri pada tahun 2011 lalu. Apabila melihat dipermuakan ada tiga kemungkinan kuat mengapa Nasdem bermain dua kaki sekarang ini.
Masih Ingin dikekuasaan
Alasan pertama yang masih terdengar masuk akal yaitu NasDem yang masih ingin berada dilingkaran kekuasaan. Apalagi Partai NasDem selama mencalonkan Joko Widodo selama dua kali Pilpres bisa dibilang sebagai pendukung yang paling loyal dengan menjadi partai pertama yang mendeklarasikan pencalonan Jokowi sebagai capres dibandingan PDIP tempat Jokowi bernaung, dan partai NasDem sangat memaksimalkan mesin kampanye mereka demi mendongkrak popularitas dan elektabilitas Jokowi yang terlihat di media pemberitaan miliki Surya Paloh yang tak jarang mendapat cibiran dan kritik dari pihak oposisi.
Hal serupa juga dilakukan Nasdem pada saat mencalonkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada Pilkada DKI 2017 yang diterpa isu penistaan agama akibat ucapan Ahok saat mengisi berbicara di Kepulauan Seribu yang berbuntut polarisasi di masyarakat dan maraknya politik identitas pada Pilpres 2019
Melihat jerih payah NasDem selama ini jadi masuk akal saja partai tersebut masih ingin berada di lingkup kekuasaan yang akan mereka perebutkan kembali pada tahun depan yang dimana berbeda pada tahun 2014 yang tidak banyak tokoh yang mencolok ketika itu.
Namun pada kali ini banyak tokoh dari kalangan Menteri dan kepala daerah yang memiliki potensi untuk berkompetisi dan menang pada Pilpres kali.
Ingin memenangkan Pilpres
Jika melihat pada berbagai survei yang ada bisa terlihat bahwa kepuasan presiden Jokowi masih terbilang tinggi yaitu dikisaran 70% yang berarti mayoritas masyarakat Indonesia masih puas dengan kinerja Jokowi saat ini, hal tersebut berbeda pada saat tahun-tahun terakhir pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang kepuasan masyarakat sudah berada dibawah 50%.
Bila begitu apa yang dilakukan NasDem saat ini sebagai salahsatu cara untuk memenangkan Pilpres mendatang karena jika hanya mengandalkan suara oposisi peluang Anies yang identik dengan kubu oposisi akan sangat sulit untuk menang karena kepuasan terhadap Presiden Jokowi yang masih tinggi.
Dengan berada di kubu pemerintah diharapkan oleh NasDem bisa mengubah perspektif beberapa masyarakat yang mendukung Jokowi melihat sosok Anies sebagai penerus yang cocok menggantikan Jokowi yang tentu saja ini bisa menaikkan perolehan suara Anies pada hari pemilihan nanti.
Mempertahankan segmen pemilih
Bila pada artikel terdahulu yang berjudul "Perjudian" Nasdem Mengusung Anies Menjadi Capres dijelaskan salahsatu alasan NasDem mencalonkan Anies supaya mengubah segmen pemilih partai tersebut yang lebih berpotensi mendulang suara lebih banyak bagi NasDem.
Tetapi para pendukung loyal Anies yang mayoritas kebanyakan merupakan pendukung Prabowo Subianto pada Pilpres 2019 lalu tentu masih tidak lupa bagaimana partai ini dengan mesin kampanyenya dan media pemberitaanya banyak mengkritik Prabowo ketika itu yang masih menimbulkan dendam yang masih sulit untuk diubah dalam tempo waktu 5 tahun saja.
Dengan masih berada di pihak pemerintah mungkin saja ini dilakukan Nasdem untuk mempertahankan segmen pemilih lamanya dengan berharap masih mampu mendapatkan suara dari pendukung Anies yang beberapa hasil survei terakhir mulai terlihat efeknya dengan mendapat elektabilitas sekitar 7-8% berbeda dengan elektabilitas Nasdem biasanya yang hanya mendapat sekitar 4% saja, tetapi berkat para calon anggota legislatifnya (caleg) membuat partai ini mendapatkan suara yang lebih tinggi dibandingkan dengan hasil survei yang beredar di masyarakat.
Ketiga faktor di atas kemungkinan besar yang membuat keputusan partai NasDem masih berada di pihak pemerintah, namun mencalonkan sosok capres Anies Baswedan yang dikenal lebih sebagai oposisi pemerintahan yang terkesan bermain “dua kaki” terdengar lebih masuk akal.
Dan tentu partai seperti NasDem yang didirikan oleh para politikus yang sudah malang melintang pada perpolitikan Indonesia sudah memikirkan secara matang segala keputusannya demi mempertahankan eksistensinya di dunia politik Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H