Pada kemarin tepatnya 10 Maret banyak media daring memperingati hari tersebut sebagai kebijakan Gunting Sjafruddin pada tahun 1950 dilaksanakan.Â
Kebijakan ini dikenang karena dalam kebijakan pengurangan nilai mata uang ini, uang benar-benar dipotong menjadi dua bagian demi mengurangi peredaran uang di masyarakat sekaligus mengganti berbagai mata uang yang ada di Indonesia menjadi satu mata uang saja guna mengendalikan inflasi yang sangat tinggi ketika itu.
Kebijakan Gunting Sjafruddin juga yang sedang menjadi fokus penulis sendiri beberapa tahun ini karena dijadikan tema penelitian Tugas Akhir untuk lulus pada Jurusan Ilmu Sejarah di Universitas Indonesia.
Namun bingungnya penulis melihat artikel-artikel yang berseleweran di berbagai media yang mengatakan kebijakan ini diberlakukan pada tanggal 10 Maret 1950.
Ini sangat berbeda dengan yang saya temukan selama penelitian beberapa bulan belakangan karena dengan merujuk berbagai sumber buku tertulis dan surat kabar pada zaman itu yang didapatkan pada bentuk digital yang bisa dilihat masyarakat luas pada laman web repository.monash.edu dan dalam bentuk mikrofilm yang bisa masyarakat Indonesia liat di Perpustakaan Nasional yang berada di Jalan Medan Merdeka Selatan dengan membuat kartu anggota terlebih dahulu.Â
Dan yang saya temukan bahwa peraturan pemotongan uang ini baru pertama kali diumumkan pada 19 Maret 1950, pukul 20.00, tentu ini berbeda dengan apa yang dicantumkan di media-media online.
Sebenarnya saya sempat menemukan satu artikel yang menyantumkan buku yang ia kutip tetapi ketika saya membaca buku itu sendiri saya tidak menemukan pernyataan bahwa 10 Maret 1950 merupakan awal dari berlakunya kebijakan sanering itu.Â
Ada juga artikel yang mengatakan bahwa peraturan yang mengatur pemotongan uang tersebut berlaku pada 10 Maret tetapi baru diimplementasikan di masyarakat pada 20 Maret 1950, hal tersebut sangat aneh karena kebijakan tersebut sangat mengagetkan masyarakat ketika itu karena diumumkan secara mendadak, lantas aneh jika ada jeda 9 hari dari waktu pengumuman dengan penerapannya masyarakat masih kebingungan dengan hal ini.
Pada tulisan kali ini saya akan membuktikkan kekeliruan pada artikel-artikel media daring tersebut dengan sumber-sumber yang sudah saya himpun dengan menyebutkan secara persis letak halaman dan judul artikel yang saya jadikan acuan untuk penelitian Tugas Akhir saya untuk memperkuat argument saya sekaligus mempermudah para pembaca yang ingin memverifikasi penjelasan yang saya berikan.
Sumber Buku
Pertama saya akan mengutip pada buku Oey Beng To yang berjudul "Sejarah Kebijakan Moneter Indonesia Jilid I (1945-1958)" pada halaman 209 buku tersebut diterangkan Keputusan Menteri Keuangan RIS No. PU. 1 dan PU. 2 merupakan peraturan dari Undang-Undang Darurat yang ditetapkan 18 Maret dan diundangkan pada 19 Maret 1950.Â
Kedua peraturan tersebut merupakan peraturan yang mengatur kebijakan pemotongan uang dan penukaran uang dengan obligasi pemerintah. Dalam buku tersebut pada halaman 227-239 dilampirkan juga kedua peraturan tersebut yang tertanggal 19 Maret 1950.
Lalu buku kedua yaitu karya Edi Sudarjat yang berjudul "Sjafruddin Prawiranegara: Biografi Pemikiran Islam Indonesia" yang sebenarnya merupakan Skripsi dari Edi Sudarjat yang dibukukan.Â
Pada pembahasan mengenai Gunting Sjafruddin dijelaskan hal yang serupa yaitu kebijakan pemotongan uang berlaku pada 19 Maret 1950 jam 8 malam. Hal ini didukung pada halaman 112-113 dengan kutipan singkat pidato Menteri Keuangan Sjafruddin Prawiranegara di radio RRI yang berjudul "Kita Tidak Boleh Jemu-jemu Berjuang, Bekerja, Berikhtiar", tentang alasan pemerintah mesti mengeluarkan kebijakan tersebut.
Sumber Surat Kabar
Sedangkan jika melihat surat kabar sezaman yang saya disini akan mengambil contoh surat kabar Star Weekly yang merupakan surat kabar yang dibaca mayoritas oleh etnis Tionghoa dan terbit seminggu sekali.Â
Pada Star Weekly terbitan 26 Maret 1950 di halaman 1-2 dengan judul "sanering uang" yang terletak pada sisi kanan koran di perlihatkan masih bingungnya masyarakat dengan kebijakan sanering ini yang membuat kekacauan dan merepotkan masyarakat karena harus memotong uang yang dimiliki.
Sedangkan pada Star Weekly terbitan 12 Maret 1950 tidak ada pemberitaan mengenai kehebohan masyarakat meski pada halaman kedua dijelaskan sudah ada kabar angin mengenai akan adanya kebijakan sanering, devaluasi, dan perubahan politik ekspor-impor dan pembagian deviezen tetapi hal tersebut belum jelas di tengah masyarakat.
Saya tidak memunculkan contoh dari surat kabar lain dikarenakan surat-surat kabar lain yang dihimpun difoto dari mikrofilm Perpustakaan Nasional yang tidak bisa disebar luaskan seenaknya karena bisa melanggar hak cipta.
Perlunya riset mendalam
Melihat penjelasan diatas sudah jelas bahwa terjadi kesalahan informasi yang diberikan dibanyak portal media daring yang dari pengamatan saya sendiri hal ini terjadi karena masih banyaknya tulisan yang tidak melakukan riset yang mendalam dan hanya menyalin dari laman web lain yang sebenarnya tidak mencantumkan sumber dari tulisan yang dibuat dan lebih memetingkan traffic dengan membuat banyak artikel dengan tidak memedulikan akurasi data yang disajikan yang jika sewaktu-waktu mereka menyajikan data yang salah hanya perlu membuat artikel tambahan mengenai kesalahan yang disajikan.
Maka sebagai pembaca ditengah sumber informasi yang sangat terbuka lebar perlu lebih hati-hati dan lebih kritis dalam mempercayai suatu informasi yang beredar saat ini meski itu dikeluarkan dari media-media besar yang memiliki reputasi yang lama dalam industri pemberitaan. Â Â Â
Sumber Rujukan:
Buku
Sudarjat, E. (2017). Sjafruddin Prawiranegara: biografi pemikiran Islam Indonesia. Komunitas Bambu.
To, Oey. Beng. (1991). Sejarah Kebijakan Moneter Indonesia Jilid 1 (1945-1958). Jakarta: Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia.
Surat Kabar
Star Weekly, 12 Maret 1950.
Star Weekly, 26 Maret 1950.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H