Mohon tunggu...
Harrist Riansyah
Harrist Riansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lulusan Jurusan Ilmu Sejarah yang memiliki minat terhadap isu sosial, ekonomi, dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengganti Nama Tidak Menyelesaikan Masalah

24 Januari 2023   09:00 Diperbarui: 24 Januari 2023   09:04 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster "Boeang, Ajo Boeng" karya Affandi. (Sumber: Desain Grafis Indonesia).

Beberapa tahun terakhir mungkin kita sadari banyak istilah-istilah yang sudah dikenal masyarakat seperti pegawai negeri sipil (PNS) menjadi aparatur sipil negara (ASN), tenaga kerja Indonesia (TKI) menjadi pekerja migran Indonesia (PMI), dan ada orang gila menjadi orang dalam gangguan jiwa (ODGJ).

Perubahan istilah ini bukan hanya membingungkan masyarakat saja tetapi Presiden Joko Widodo (Jokowi) baru-baru ini juga mempersoalkan pergantian nama izin mendirikan bangunan (IMB) berubah menjadi persetujuan bangunan gedung (PBG). Hal ini disampaikan Jokowi dalam pidatonya dalam Rapat Koordinasi (Rakornas) kepala daerah dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) di SICC, Sentul, Jawa Barat pada 17 Januari 2023.

Padahal jika melihat dasar hukumnya perubahan istilah IMB menjadi PBG merupakan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 yang diteken Jokowi pada 2 Februari 2021, turunan dari Undang-Undang atau UU Cipta Kerja yang kontroversial oleh banyak pihak. Dalam lanjutannya pidatonya Jokowi menekankan yang lebih penting mengenai penyelesaiannya pengurusan pembangunan dibandingkan pergantian namanya.

Pergantian nama untuk menyelesaikan masalah

Tentu saja pernyataan terakhir Jokowi ada benarnya karena banyak permasalahan yang terjadi dalam birokrasi negara kita kebanyakan hanya mengganti nama hal yang dianggap gagal atau sudah buruk dipandang oleh masyarakat tanpa adanya perubahan yang signifikan dalam inti permasalahan.

Kita bisa ambil contoh kasus pada Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI) yang pada akir tahun 2021 yang disanksi oleh Badan Anti-Doping Dunia (World Anti-Doping Agency, WADA).  Sanksi diberikan oleh WADA setelah LADI gagal memenuhi target jumlah tes doping tahunan. Hal ini membuat Indonesia dilarang mengibarkan bendera merah-putih diseluruh ajang olahraga yang melibatkan WADA dan dilarang menjadi tuan rumah olahraga di tingkat regional, benua, dan dunia.  Pemberitaan sanksi WADA menjadi pembicaraan yang hangat di Indonesia karena bertepatan dengan tim Thomas Indonesia berhasil kembali menjadi juara setelah 19 tahun tidak pernah menjadi juara, lantas ketika penyerahan medali di podium bendera merah-putih harus diganti dengan bendera PBSI yang membuat masyarakat Indonesia menyangkan hal tersebut.

Alhasil Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) membentuk tim satuan tugas (satgas) untuk menyelesaikan permasalahan ini dan mencoba bernegosiasi dengan WADA untuk mencabut sanksinya. Tim satgas ini pun mampu mencabut sanksi WADA terhadap Indonesia dan pemerintah pun akhirnya turut mengganti nama LADI menjadi IADO (Indonesia Anti-Doping Organization) yang dalam pernyataannya Menpora Zainuddin Amali mengatakan pergantian nama tersebut bertujuan sebagai semangat baru dan memudahkan organisasi anti-doping indonesia terkenal di dunia.

Namun baru 3 bulan bebas dari sanksi WADA, ketua satgas sekaligus ketua komite olimpiade Indonesia (NOC Indonesia), Raja Sapta Oktohari, memberi teguran keras kepada IADO setelah ia mendapat surat tembusan dari WADA bahwa IADO mendapat Corrective Action Report (CAR) atau laporan tindakan korektif karena aturan yang berlaku masih belum sejalan yang ditetapkan oleh WADA yang jika dalam waktu ditentukan belum terpenuhi Indonesia terancam kembali di sanksi oleh WADA.   

Jadi kasus LADI diatas kita bisa melihat bahwa pergantian nama yang dilakukan tidak serta merta membuat Lembaga yang terkena masalah otomatis mampu belajar dari kesalahannya dan bisa menjadi lebih baik dikemudian hari. Maka sesuai dengan pidato Jokowi sebelumnya yang terpenting adalah implementasi perubahan yang dilakukan dibandingkan mengganti nama yang hanya membersihkan nama tanpa melakukan perubahan yang berarti.

Nama dikenal buruk menjadi baik

Poster
Poster "Boeang, Ajo Boeng" karya Affandi. (Sumber: Desain Grafis Indonesia).

Membuat sebuah nama/istilah yang buruk di mata masyakarat menjadi dikenal menjadi positif pernah ada dilakukan oleh tokoh bangsa kita yaitu Soekarno yang biasa disebut “bung karno”. Kata “bung” sendiri berasal dari kata “abang” dari bahasa Betawi yang artinya kakak laki-laki.

Namun kata bung sempat mendapat digunakan oleh para pelacur dikawasan Senen untuk menarik pelanggan untuk memakai jasanya dengan nada genit dan lemah lembut dengan kalimat “boeng ajo boeng” yang kemudian kata ini digunakan oleh Chairil Anwar untuk dijadikan tulisan pada poster karya Affandi yang diberikan nama yang serupa. Affandi sendiri sebenarnya ditugaskan oleh Soekarno untuk menyemangati bangsa Indonesia untuk mempertahankan kemerdekaan yang baru terlaksana pada waktu itu. Lantas seperti yang masyarakat awam tau sekarang kata “bung” lebih dikenal sebagai sebutan pada para pejuang bangsa pada masa perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Bukan karna arti kata kakak laki-laki yang arti sebenarnya ataupun kata-kata pelacur Senen yang justru bermakna buruk.

Selain itu kita juga bisa melihat kasus salahsatu perusahaan besar di Indonesia yaitu PT. KAI yang pada awal tahun 2000-an pada saat pemberitaan saat musim libur lebaran sangat terlihat kondisi kereta api yang penumpang hingga bisa duduk diatas gerbong kereta yang sangat berbahaya dan tak jarang memakan korban jiwa. Dan kondisi dalam gerbong yang berdesak-desak dengan banyak pedagang asongan yang membuat kondisi gerbong semakin sesak. Kelebihan kapasitas kereta ini tidak terlepas dari banyaknya calo tiket yang membuat peredaran tiket palsu banyak beredar.  

Tetapi seperti yang kita lihat sekarang PT. KAI berhasil mengubah itu semua dengan kereta yang lebih bersih dan tidak ada kondisi penumpang yang berdesak-desakan atau naik keatas gerbong kereta dengan berhasil memberantas banyak calo dengan membuat boarding pass yang tidak mudah untuk dipalsukan. Peningkatan kualitas kereta ini berhasil menaikkan penghasilan PT KAI.

Dengan meningkatnya kualitas ini kereta api sendiri mendapat pujian dan kepercayaan bagi banyak orang meski masih ada orang-orang yang sudah lekat stereotip negatif namun bagi generasi muda yang belum sempat melihat hal itu tidak demikian.

Jadi melihat contoh kedua kasus diatas bisa dibilang bahwa dengan mengubah sebutan ataupun nama tidak serta merta menyelesaikan masalah yang diperlukan dan nama baru tersebut akan tetap dianggap negatif oleh masyarakat. Padahal bisa saja menyelesaiakan masalah utama yang membuat nama tersebut buruk seperti yang dilakukan PT. KAI dengan begitu tidak perlu mengeluarkan biaya dan tenaga untuk memikirkan pergantian nama justru nama tersebut kembali lebih dipandang dan dihargai oleh masyarakat.

Sumber:

https://www.kominfo.go.id/content/detail/39794/sanksi-wada-dicabut-merah-putih-siap-berkibar-kembali-di-ajang-olahraga-internasional/0/berita#:~:text=Pada%20tanggal%202%20Februari%2C%20WADA,tersebut%20seharusnya%20berlaku%20satu%20tahun.

https://www.harianterbit.com/olahraga/pr-2743356832/raja-sapta-oktohari-peringatkan-keras-iado-merah-putih-terancam-tak-bisa-berkibar-lagi

https://historia.id/politik/articles/bung-saudara-serevolusi-PN5Wv/page/1

https://voi.id/memori/7563/panggilan-para-pelacur-senen-yang-menginspirasi-poster-masyhur-boeng-ajo-boeng

https://dgi.or.id/dgi-archive/1945-poster-boeng-ayo-boeng

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun