Mohon tunggu...
Harrist Riansyah
Harrist Riansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lulusan Jurusan Ilmu Sejarah yang memiliki minat terhadap isu sosial, ekonomi, dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Seluruh Parpol sedang "Wait and See"?

17 Januari 2023   16:00 Diperbarui: 17 Januari 2023   16:23 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berkumpulnya 8 Parpol Parlemen menentang sistem proposional tertutup(8/1/2023). (Kompas.com/Irfan Kamil).

Pembentukan koalisi antar partai untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Indonesia memasuki babak baru. Setelah pada tahun lalu sudah mulai pembentukan koalisi untuk memenuhi ambang batas pencalonan (Presidential Threshold) sebesar 20% kursi DPR atau 25% suara pada pemilihan legislatif (Pileg) terakhir). Waktu pelaksanaan Pilpres dan Pileg yang bersamaan yang otomatis ambang batas pencalonan presiden yang digunakan yaitu hasil Pileg 2019 yang membuat para partai sekarang ini bisa menentukan koalisi dan penentuan bakal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).   

Di tahun lalu kita lihat ada Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang dibentuk oleh tiga partai di parlemen yaitu Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang meski sudah memenuhi persyaratan masih belum menentukan sikap capres-cawapres yang akan diusung.

Kemudian beberapa bulan setelah KIB dibuat Partai Keadilan Sejarahtera (PKS) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) membentuk koalisi semut merah yang banyak publik bertanya-tanya karena kedua partai tersebut berbeda segmen pemilih dan berada di kubu yang berbeda di pemeritahan Joko Widodo (Jokowi), PKS berada pada kubu oposisi atau bersebrangan dengan pemerintahan Jokowi sedangkan PKB berada dikubu pro-pemerintah bahkan kader-kader mereka mendapatkan kursi menteri di kabinet Indonesia Maju sekarang. Dan benar saja koalisi ini tidak bertahan lama PKB justru sebulan setelahnya membentuk koalisi Bersama dengan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dengan nama koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR).

Sedangkan PKS sejak partai Nasional Demokrat (NasDem) mendeklarasikan mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebagai bakal capres mereka terlihat berdiskusi dengan dua partai yaitu Partai NasDem dan Partai Demokrat yang membentuk koalisi Perubahan.

Kemudian Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang bisa saja mencalonkan capres-cawapres tanpa berkoalisi dengan partai lain karena mempunyai lebih dari 20% kursi di DPR belum juga mengumumkan calon yang bakal diusung, mengingat penentuan calon di partai ini ditentukan seluruhnya oleh Ketua Umum (Ketum) Megawati Soekarnoputri yang dalam pengalamannya di Pilpres sebelum-sebelumnya tidak pernah mengumumkan calon dari jauh-jauh hari sebelum waktu pendaftaran yang ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara pemilu.

Sedang Mengalami Deadlock

Melihat dari pemberitaan di TV maupun Internet Nampak bahwa para partai politik sekarang ini sedang mengalami semacam deadlock dalam pembahasannya mengusung capres-cawapres ataupun untuk membentuk koalisi terlebih dahulu.

KIB misalnya meski sudah menjadi koalisi namun sudah 8 bulan sejak didirikan koalisi ini masih belum terlihat akan mencalonkan siapapun untuk menjadi capres-cawapresnya. Adapun seperti Golkar dan PAN yang kadernya masih satu suara untuk mencalonkan Ketum mereka masing-masing (Airlangga Hartanto dan Zulkifli Hasan) dan ada juga kabar mengenai Ridwan Kamil yang sudah bergabung dengan organisasi Kosgoro 1957 milik Golkar dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sekaligus mantan cawapres Sandiaga Uno yang memiliki kedekatan dengan PPP. Selain itu diawal berdirinya banyak pengamat yang menganggap KIB sebagai "sekoci" untuk Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo jika sewaktu-waktu PDIP memutuskan tidak mengusungnya. Jadi mungkin saja KIB sekarang tengah menunggu keputusan dari Ketum PDIP Megawati untuk memutuskan capres yang akan diusungnya. Dan pasti KIB sudah memiliki rencana cadangan jika sewaktu-waktu koalisi ini gagal mengusung Ganjar.

Kemudian pada koalisi KIR ada dugaan yang menguat terkait Gerindra dan PKB yang sama-sama ingin mencalonkan Ketum mereka masing-masing yaitu Prabowo Subianto dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin). Dan juga ada beberapa isu terkait usaha PKB mencoba menarik PKS kedalam koalisi mengingat PKB dan PKS sempat membuat koalisi semut merah meski tidak bertahan lama.

Sedangkan pada kondisi koalisi Perubahan, banyak pengamat yang berpendapat koalisi ini mandek pada pembahasan bakal cawapres yang akan mendampingi Anies Baswedan. Partai Demokrat mencoba mengusung  Ketum mereka Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sedangkan PKS menyodorkan nama mantan Gubenur Jawa Barat yang merupakan kadernya yaitu Ahmad Heryawan (Aher), sedangkan Partai NasDem ingin mengusung tokoh diluar koalisi ketiga partai dan mencuat nama Panglima TNI Andika Perkasa dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

Permasalahan lain juga dialami oleh PDIP dimana mencuat dua nama kader mereka yaitu Ketua DPR Puan Maharani dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Puan sendiri banyak didukung oleh elit-elit PDIP sedangkan Ganjar banyak didukung oleh relawan-relawan Jokowi dan dianggap sebagai sosok yang cocok untuk meneruskan kebijakan Jokowi. Perselisihan antara kedua kubu ini sempat membuat pemberian sanksi internal PDIP seperti pada kasus Dewan Kolonel dan Dewan Kopral. Ditengah isu tersebut muncul lagi kemungkinan Ketum Megawai sendiri yang akan mencalonkan diri sebagao capres dari PDIP karena tidak melanggar konstitusi dan juga demi melarai ketegangan yang terjadi antara pendukung Puan dan Ganjar di PDIP namun hal ini banyak dibantah oleh kader PDIP.

Banyak pihak yang beranggapan jika Puan akan dicalonkan Megawati jika Anies gagal diusung oleh koalisi perubahan yang pernah saya tulis dalam artikel tersendiri. Ganjar sendiri jika gagal dicalonkan menjadi capres dari PDIP memiliki kemungkinan sangat kecil untuk membelot dari PDIP dan keluar dari PDIP dengan mencalonkan diri pada koalisi lain. Sedangkan bila Anies berhasil dicalonkan oleh PDIP maka kemungkinan PDIP akan mencalonkan Ganjar dibandingkan Puan melihat elektabilitas Ganjar yang jauh lebih besar dibandingkan dengan Puan.

Wait and See

Melihat kondisi seluruh partai parlemen diatas telihat bahwa kebanyakn partai sedang melakukan "wait and see" atau menunggu partai lain melakukan pergerakan yang besar baru mereka melakukan pergerakan juga. Hal ini terlihat ketika KIB didirikan yang seakan membuat partai lain "latah" dan mendirikan koalisi lain seperti KIR dan Koalisi Perubahan. Dan juga ada deklarasi Partai NasDem untuk mencalonkan Anies Baswedan sempat direspon oleh partai luar parlemen, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang mengumkan nama Ganjar Pranowo dan Yenny Wahid yang akan diusung oleh partai tersebut meski PSI tidak berkoordinasi dengan kedua tokoh tersebut.

Alih-alih deadlock jika memang seluruh partai sedang saling tunggu-menunggu pergerakan satu sama lain bukan tidak mungkin kepastian bakal capres-cawapres akan seperti seperti yang sudah-sudah yakni mendekati deadline pendaftaran yang sudah ditetapkan oleh KPU.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun