Presiden Joko Widodo yang merupakan Presiden ke-7 Indonesia baru-baru ini mengeluarkan dua peraturan yang banyak menjadi diskusi banyak orang terkhususnya para pengusaha. Pertama terkait adanya pelarangan ekspor bijih bauksit yang mulai berlaku tahun depan dengan adanya arahan dari Presiden Jokowi dilansir oleh Kompas.com mengatakan pelarangan ekspor bijih bauksit tersebut bertujuan untuk meningkatkan niali tambah, lapangan kerja baru, dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang intinya untuk mengoptimalkan hasil kekayaan alam sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat sesuai pasal 33 UUD 1945.
Hal ini tentu saja berdasarkan pertimbangan denga napa yang terjadi setelah melarang ekspor nikel yang ternyata menguntungkan perekonomian Indonesia. Namun jika kita melihat sejarah perekonomian Indonesia sejak masa Orde Baru (Orba), para pengusaha di Indonesia masih berfokus pada ekspor produk mentah dibandingkan barang jadi yang membuat industrialisasi di Indonesia mampu disalip oleh negara-negara di Asia Timur seperti Korea Selatan dan Cina yang disaat yang sama kedua negara tersebut sedang dilanda konflik dan kondisi perekonomiannya masih dibawah Indonesia pada saat itu.Â
Belum lagi adanya Oil Boom pada dekade 1970an yang membuat harga minyak dunia menjadi naik dan membuat para pengusaha tambang menjadi lebih nyaman untuk mengekspor bahan mentah dibandingkan untuk mengambil risiko mengelolanya menjadi produk jadi.
Kemudian peraturan kedua yang coba dicanangkan oleh Presiden Jokowi ialah pelarangan iklan, promosi, dan sponsorship produk tembakau di media teknologi informasi; dan pelarangan penjualan rokok batangan. Hal ini dituangkan dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2022 guna merevisi Peraturan Presiden (PP) 109/2012.Â
Adanya peraturan ini tentang tidak hanya oleh para pengusaha tetapi juga para perokok aktif yang merasa dirugikan. Dipihak pengusaha dengan adanya kebijakannya ini dikhawatirkan pemasukan yang didapat dari penjualan rokok menjadi menurun mengingat cukai rokok kian tahun turut meningkat. Sedangkan bagi para perokok kebijakan ini sangat memberatkan mereka untuk membeli rokok mengingat banyak masyarakat menengah kebawah masih banyak yang membeli rokok per batang alih-alih membeli per bungkus.
Jika melihat kedua peraturan tersebut terlihat bahwa Presiden Jokowi sedang menguji para pengusaha di Indonesia untuk semakin mengambil risiko ekpansi usaha ditengah isu resesi yang terjadi pada tahun depan. Tentu saja hal ini terkesan "berbeda" dengan Jokowi yang dikenal dekat dengan para pengusaha yang sering diktirik oleh para pihak yang kontra kepadanya.
Sisa Masa Jabatan
Bila melihat pemerintahan Presiden Jokowi yang hanya tersisa kurang dari 2 tahun mungkin Presiden Jokowi hanya mencoba untuk lebih idealis dengan membuat peraturan yang sebenarnya dibenci dari pihak pengusaha maupun rakyat kecil tetapi memiliki tujuan dan alasan yang memang positif untuk masyarakat luas. Hal ini tentu saja berbeda dengan diawal periode keduanya yang terlihat secara jelas adanya bagi-bagi jabatan yang dilakukannya kepada para pendukung Jokowi di Pilpres maupun itu dari kalangan partai politik maupun relawan.
 Dan mungkin saja tidak hanya kedua peraturan ini, melihat masih adanya waktu yang tersedia untuk membuat beberapa peraturan lagi yang memang memiliki dampak yang positif di masyarakat tetapi akan menimbulkan kehebohan atau keberatan oleh banyak orang karena sudah terbiasa dengan hal-hal lama yang sebenarnya buruk untuk Indonesia dan masyarakat secara luas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H