Pada tanggal 26 November 2022 di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) organisasi relawan Jokowi yang dinamakan Gerakan Nusantara Bersatu melangsungkan kumpul para relawan Jokowi yang dihadiri oleh Presiden Jokowi itu sendiri dan memberikan pidatonya dalam acara itu.Â
Pada pidatonya Jokowi memberikan semacam "kode" mengenai sosok yang digadang-gadang ingin ia jadikan penerusnya sebagai presiden selanjutnya. Jokowi dalam pidatonya menyebutkan ciri pemimpin yang memikirkan rakyat yaitu yang mukanya banyak keriputnya dan berambut putih, sontak perkataan Jokowi tersebut disambut sorakan oleh para relawan yang hadir di GBK pada saat itu.
Perkataan Jokowi tersbeut disinyalir ditujukan kepada Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo yang memang dikenal berambut putih dan juga berada dalam Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sama dengan Presiden Jokowi.Â
Namun perkataan tersebut tidak disambut baik oleh partainya sendiri, dilansir oleh Kompas.com Sekretariat Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kritiyanto menduga ada elit relawan yang memanfaatkan kebaikan Jokowi yang berakibat buruk pada citranya sebagai presiden.
Hal yang mirip juga disampaikan oleh Deputi Bappilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani yang menilai pernyataan Jokowi itu mempertontonkan kebodohan kepada masyarakat karena tidak ada literatur maupun studi kepemimpinan yang ada menyebutkan warna rambut putih adalah ciri pemimpin yang memikirkan rakyat.
Sedangkan Ganjar Pranowo sosok yang diisukan merupakan tokoh yang dimaksud berambut putih tersebut justru memposting foto dia berambut hitam pada Instagram pribadinya. Meski setelah ditelusuri itu merupakan foto dia setahun yang lalu.
Jika melihat perilaku Ganjar tersebut mungkin bisa diasumsikan Ganjar masih mencoba menghormati PDIP sebagai kadernya karena Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sudah memerintahkan semua kadernya untuk tidak membahas pencapresan sekarang ini dan menyuruh bagi siapa saja yang masih mencoba bermanuver untuk keluar dari PDIP.
Melihat Ganjar yang memiliki elektabilitas paling tinggi dalam hasil survei banyak lembaga survei, tentu saja ia menjadi tokoh yang sangat diperebutkan oleh banyak partai politik yang ada untuk pilpres 2024. Dan bukan tidak mungkin jika PDIP tidak jadi mencalonkannya dan memilih Puan Maharani yang lebih banyak diinginkan oleh elit PDIP untuk menjadi Capres PDIP untuk pilpres tahun 2024. Hal ini tidak mustahil bagi PDIP mengingat partai ini mengantongi lebih dari 20% kursi DPR yang berarti sudah memenuhi ambang batas presiden (Presidential Threshold) sehingga tidak perlu berkoalisi dengan partai lain.
Namun dilihat dari respon Ganjar terhadap perkataan Jokowi dalam acara relawannya di GBK minggu lalu terlihat Ganjar masih ingin atau berharap tetap dicalonkan menjadi capres lewat PDIP bukan partai lain. Penulis sendiri memperkirakan ada tiga faktor yang membuat Ganjar tidak mau melakukan pencapresan dari partai lain, faktor itu ialah:
Balas budi kepada PDIP
Seperti yang dilihat Ganjar mengawali karir politiknya dari PDIP dan menjabat di pemerintahan sebagai anggota DPR yang bukan dari hasil pemilihan legislatif (Pileg) melainkan menggantikan sesama kader PDIP Jakob Tobing yang menjabat menjadi Duta Besar Indonesia untuk Republik Korea. Selanjutnya Ganjar di DPR mendapatkan panggung yang besar dan tak jarang ia menjadi sorot pemberitaan media.Â
Setelah dua periode menjabat di DPR ia dicalonkan menjadi Gubernur Jawa Tengah dengan diusung oleh PDIP. Pada saat menjadi Gubernur Inilah Ganjar menjadi terkenal saat ia memarahi petugas Dishub di jembatan timbang Subah, Kabupaten Batang yang kedapatan melakukan pungli. Ganjar pun berhasil mempertahankan jabatannya sebagai Gubenur dengan memenangkan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) pada tahun 2018.
Jika melihat karir politik Ganjar diatas terlihat bahwa PDIP yang membuka jalan untuk Ganjar dalam meraih kesuksesannya hingga saat ini berbeda dengan kebanyakan tokoh politik yang memang mengandalkan sosoknya dibandingkan asal partainya.Â
Sehingga tentu saja Ganjar memiliki rasa berhutang pada PDIP karena di partai inilah ia berhasil meraih kesuksesan di perpolitikan Indonesia terlepas dari performanya sebagai wakil rakyat. Dan pada posisi sekarang ini menuju Pilpres 2024 alangkah baiknya Ganjar menunggu respon PDIP sebagai partai yang membesarkan namanya yang bisa dianggap sebagai langkah balas budi ganjar kepada PDIP.
Merusak citra politik
Pencapresan Ganjar di luar dari PDIP akan membuat Ganjar di cap pengkhianat oleh banyak orang khususnya para loyalis PDIP karena Ganjar seakan lebih mementingkan karir politiknya dibandingkan tetap setia pada PDIP. Hal ini kemungkinan besar akan dijadikan Black Campaign oleh beberapa pihak untuk menggagalkan upayanya mejadi Presiden Indonesia selanjutnya dengan pernyataan seperti pengkhianat atau seorang yang oportunis, yang akan merusak citranya sebagai tokoh politik.
Meski tentu saja akan ada counter dari para pendukungnya seperti Ganjar melakukannya demi kepentingan rakyat atau ia lebih mendengarkan suara rakyat daripada suara parpol, yang akan semakin menguatkan Ganjar sebagai sosok yang lebih peduli kepada rakyat daripada elit-elit politik tertentu.
Tetapi tentu saja alangkah lebih baiknya Ganjar untuk menjadi capres dari PDIP supaya hal ini tidak terjadi dan membuat citranya tetap baik di masyarakat luas mengingat pendaftaran calon yang masih ada sekitar 1 tahun lagi dan PDIP yang tidak memerlukan koalisi untuk mencalonkan capresnya.
Lebih menguntungkan para pesaing
Hal ini bisa terjadi jika Ganjar mencalonkan diri dengan koalisi partai lain sedangkan PDIP mencalonkan orang lain. Itu sesuai dengan hasil survei Charta Politika yang baru-baru ini dirilis mengenai jika Ganjar mencalonkan diri sebagai capres bukan dari PDIP akan tetap memilih Ganjar? Pertanyaan ini diajukan kepada para pemilih Ganjar dan PDIP dari hasil survei tersebut terdapat 5% orang menyatakan tidak akan memilih Ganjar lalu ada 87,5% tetap akan memilih ganjar, dan ada 7,5% tidak menjawab.
Merujuk dari hasil survei diatas Nampak bahwa jika Ganjar menjadi capres bukan dari PDIP akan berimbas sedikit dari perkiraan jumlah suara yang ia dapatkan nanti. Apabila kita mencoba untuk melogikan berkurangnya pendukung Ganjar tidak terlepas dari adanya persaingan di basis-basis pemilih setia PDIP yang mengharuskan Ganjar untuk bersaing dengan capres yang nantinya akan di usung PDIP jika bukan Ganjar yang dipilih. Â
Melihat hal itu terlihat bahwa suara yang kemungkinan diperoleh Ganjar bila menjadi capres akan berkurang meski dalam jumlah yang sedikit. Namun tetap saja dengan elektabilitas tokoh sekarang ini memperlihatkan selisih yang masih sedikit bahkan tak jarang masih berada di margin of error survei sehingga berkurangnya jumlah pendukung meski dalam jumlah sedikit tetap bisa memengaruhi hasil pemilihan mendatang dan berkemungkinan menguntungkan para pesaing Ganjar dalam kontestasi Pilpres 2024.
Dari ketiga faktor tersebut terlihat bahwa upaya pencapresan Ganjar bila mencoba mencalonkan diri sebagai capres melalui partai lain bukan dari PDIP bisa menyebabkan kegagalan dia dalam pemilihan mendatang karena bisa berpotensi mengurangi jumlah suara yang akan dia dapat dengan kondisi persaingan yang ketat dengan para pesaingnya dengan begitu peluang ia bukan hanya sekadar menjadi capres melainkan menjadi Presiden selanjutnya menggantikan Joko Widodo yang sudah menjabat 2 periode menjadi sulit dan gagal dengan melihat pada situasi elektabilitas dan pemberitaan sekarang ini.
Namun tentu saja dengan waktu pemilihan yang masih lebih dari 1 tahun lagi masih banuak hal yang bisa terjadi dan bukan tidak mungkin beberapa bulan kedepan elektabilitas Ganjar akan semakin naik karena memberanikan diri mencalonkan menjadi capres dari partai lain dan elektablitasnya tidaka akan stagnan seperti sekarang ini karena ketidakjelasan PDIP disamping ada partai lain yang mengumumkan capres dari partainya meski harus membuat koalisi terlebih dahulu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H