Mohon tunggu...
Harrist Riansyah
Harrist Riansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lulusan Jurusan Ilmu Sejarah yang memiliki minat terhadap isu sosial, ekonomi, dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya Pendidikan pada Kebijakan Politik Etis di Hindia Belanda

20 September 2022   11:16 Diperbarui: 20 September 2022   11:38 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Politik Etis yang dikenal banyak orang sekarang ini sering di identikan sebagai politik balas budi Belanda kepada rakyat pribumi di Hindia Belanda. Namun kebijakan ini tidak bisa terlepas dari adanya desakkan dari para golongan liberal di Belanda. 

Banyak tindakan pemerintah Hindia Belanda yang buruk kepada kaum Pribumi di Hindia Belanda seperti sistem tanam paksa dan kerja paksa yang tak jarang menimbulkan penindasan terhadap pribumi yang membuat hidup kaum pribumi makin menderita. 

Kritikan terhadap pemerintahan bangsa Belanda yang di lontarkan dalam novel Max Havelaar dan sebagai pengungkapan yang lainnya mulai membuahkan hasil dengan semakin banyak yang mendukung ide untuk mengurangi penderitaan rakyat Indonesia.              

Selain karena desakkan dari golongan liberal, kebijakan Politik Etis sendiri memiliki keuntungan terselubung untuk pemerintah Belanda. Mengingat pada awal abad ke-20 kapitalisme swasta memainkan pengaruh yang sangat menentukan terhadap kebijakan penjajahan. 

Para pengusaha Belanda pun mulai melihat Indonesia sebagai pasar yang potesial yang standar hidupnya perlu di tingkatkan. Maka untuk memenuhi kebutuhan para kaum Kapitalis ini dibuatlah kebijakan Politik Etis guna mendukung adanya Industri para orang Eropa di Hindia Belanda.

Salahsatunya ialah dengan memberikan Pendidikan kepada kaum Pribumi yang pada awalnya bertujuan untuk mendapatkan pekerja yang terampil dengan upah yang murah dengan begitu para pengusaha ini mendapatkan keuntungan yang lebih besar jika harus menggunakan pekerja dari Eropa maupun Timur Asing.

Usaha yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda disektor Pendidikan ialah memberikan pendidikan dengan gaya eropa dan lebih mengutamakan penggunaan Bahasa Belanda. Dan juga membangun sekolah-sekolah untuk para pribumi.

 Seperti Pada tahun 1900, tiga hoofdensholen Sekolah  para  kepala  yang lama  di  Bandung,  Magelang,  dan Probolinggo  disusun  kembali  menjadi Sekolah-Sekolah  yang  nyatanya direncanakan  untuk  menghasilkan pegawai  pemerintah  dan  diberi  nama baru  OSVIA  (Opleidingscholeh  voor inlandsche  ambtenaren), Sekolah pelatihan untuk pejabat pribumi. 

Pejabat pribumi di Sekolah dibimbing dan diajari cara melaksanakan kewajiban dalam birokrasi pemerintahan nantinya. Masa pendidikannya berlangsung 5 tahun untuk menyelesaikan pendidikan di Sekolah rendah Eropa.

Namun adanya pemberian pendidikan dikemudian hari memberikan efek negatif bagi pemerintah Belanda maupun Hindia Belanda dan memunculkan golongan elit prbumi yang terpelajar yang pada akhirnya meraka ini yang pertama-tama memberikan ide pergerakan kemerdekaan secara nasional (seluruh wilayah Hindia Belanda) tidak seperti perjuangan sebelumnya yang masih bersifat kedaerahan.

Para elit pribumi ini sendiri pada mulanya mulai mendirikan beberapa perkumpulan seperti Budi Utomo, meskipun Budi Utomo sendiri pada awalnya baru melingkupi hanya wilayah Jawa dan Madura, namun lambat laun berkembang hingga seluruh Hindia Belanda. pemikirannya tentang "Kemajuan bagi Hindia" yang tidak memperhatikan perbedaan, keturunan, jenis kelamin, dan agama membuat banyak orang mendukung adanya Budi Utomo ini. 

Meski pada akhirnya akibat perdebatan dianatara tokohnya membuat Budi Utomo menjadi ditinggal banyak pendukungnya dan beralih ke organisasi pergerakan lain yang baru berdiri ketika itu. 

Sedangkan tidak sedikit pula para pelajar yang pergi menuntut ilmu ke Belanda yang dibiayai oleh pemerintah Hindia Belanda, yang dimana para pelajar ini bertemu dengan berbagai macam aliran politik yang ada di Eropa seperti liberalisme dan komunisme. Para pelajar ini kemudian membuat suatu perkumpulan yang bernama Perhimpunan Indonesia (PI).

PI sendiri yang semula merupakan perkumpulan sosial. Namun setelah berakhirnya Perang Dunia I banyak pelajar yang dikirim ke Belanda memiliki pemahaman terkait politik membuat PI beralih menjadi organisasi politik. PI ini juga yang memulai menyebarkan paham pergerakan nasional dengan menulis pemikiran para tokohnya di Majalah Indonesia Merdeka, majalah ini juga beredar di Hindia Belanda oleh wakil-wakil, alumni, dan simpatisan PI. 

Dengan adanya pergerakan seperti PI membuat pemerintah kolonial dan pemerintah Belanda mulai mengurangi para pelajara dari Hindia Belanda menuntut ilmu ke negeri Belanda karena bisa menimbulkan masalah politik dikemudian harinya.

Jadi bisa dilihat dengan adanya politik etis yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda guna mendapatkan tenaga kerja murah terampil justru menimbulkan pergerakan perlawanan terhadap pemerintah kolonial secara menyeluruh tidak seperti yang sebelumnya yang masih bersifat kedaerahan. 

Pergerakan nasional ini sendiri diprakasasi oleh para elit pribumi yang mendapat pendidikan ala barat dari adanya kebijakan politik etis yang membuat pergerakan nasional ini sudah mulai memandang rasa persamaan (sama-sama dijajah oleh bangsa Barat) dengan tidak memandang keturunan, suku, dan agama seseorang.

Sumber:

  • Ingleson, John. (2018). Mahasiswa, Nasionalisme & Penjara: Perhimpunan Indonesia 1923-1928. Depok: Komunitas Bambu.
  • Poesponegoro, M. D. & Notosusanto, Nugroho. (2010). Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda.  Jakarta: Balai Pustaka.
  • Ricklefs, M. C. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200--2008. Yogyakarta: Penerbit Serambi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun