Para elit pribumi ini sendiri pada mulanya mulai mendirikan beberapa perkumpulan seperti Budi Utomo, meskipun Budi Utomo sendiri pada awalnya baru melingkupi hanya wilayah Jawa dan Madura, namun lambat laun berkembang hingga seluruh Hindia Belanda. pemikirannya tentang "Kemajuan bagi Hindia" yang tidak memperhatikan perbedaan, keturunan, jenis kelamin, dan agama membuat banyak orang mendukung adanya Budi Utomo ini.Â
Meski pada akhirnya akibat perdebatan dianatara tokohnya membuat Budi Utomo menjadi ditinggal banyak pendukungnya dan beralih ke organisasi pergerakan lain yang baru berdiri ketika itu.Â
Sedangkan tidak sedikit pula para pelajar yang pergi menuntut ilmu ke Belanda yang dibiayai oleh pemerintah Hindia Belanda, yang dimana para pelajar ini bertemu dengan berbagai macam aliran politik yang ada di Eropa seperti liberalisme dan komunisme. Para pelajar ini kemudian membuat suatu perkumpulan yang bernama Perhimpunan Indonesia (PI).
PI sendiri yang semula merupakan perkumpulan sosial. Namun setelah berakhirnya Perang Dunia I banyak pelajar yang dikirim ke Belanda memiliki pemahaman terkait politik membuat PI beralih menjadi organisasi politik. PI ini juga yang memulai menyebarkan paham pergerakan nasional dengan menulis pemikiran para tokohnya di Majalah Indonesia Merdeka, majalah ini juga beredar di Hindia Belanda oleh wakil-wakil, alumni, dan simpatisan PI.Â
Dengan adanya pergerakan seperti PI membuat pemerintah kolonial dan pemerintah Belanda mulai mengurangi para pelajara dari Hindia Belanda menuntut ilmu ke negeri Belanda karena bisa menimbulkan masalah politik dikemudian harinya.
Jadi bisa dilihat dengan adanya politik etis yang dilakukan pemerintah Hindia Belanda guna mendapatkan tenaga kerja murah terampil justru menimbulkan pergerakan perlawanan terhadap pemerintah kolonial secara menyeluruh tidak seperti yang sebelumnya yang masih bersifat kedaerahan.Â
Pergerakan nasional ini sendiri diprakasasi oleh para elit pribumi yang mendapat pendidikan ala barat dari adanya kebijakan politik etis yang membuat pergerakan nasional ini sudah mulai memandang rasa persamaan (sama-sama dijajah oleh bangsa Barat) dengan tidak memandang keturunan, suku, dan agama seseorang.
Sumber:
- Ingleson, John. (2018). Mahasiswa, Nasionalisme & Penjara: Perhimpunan Indonesia 1923-1928. Depok: Komunitas Bambu.
- Poesponegoro, M. D. & Notosusanto, Nugroho. (2010). Sejarah Nasional Indonesia: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Hindia Belanda. Â Jakarta: Balai Pustaka.
- Ricklefs, M. C. (2008). Sejarah Indonesia Modern 1200--2008. Yogyakarta: Penerbit Serambi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H