Pada artikel sebelumnya saya sudah membahas mengenai Selat Malaka pada abad ke-15. pada kali ini saya coba untuk menjelaskan kondisi Selat Malaka pada abad-abad selanjutnya atau tepatnya pada saat bangsa Barat yaitu Portugis datang ke Malaka untuk mencari rempah-rempah.Â
Pada abad ke-15, Portugis telah mencapai kemajuan-kemajuan dalam bidang teknologi, yang membawa mereka pada pelayaran mengarungi samudera yang paling berani sepanjang zaman. Bermodalkan pengetahuan geografi dan astronomi yang baik, Mereka berhasil memadukan sistem navigasi dengan layar segi tiga dan tali-temali persegi serta memperbaiki konstruksi kapalnya. Mereka menciptakan kapal-kapal yang lebih cepat dan mudah dikemudikan, sehingga lebih layak mengarungi samudera. Mereka juga mulai menggunakan meriam di atas kapal. Tidak sekadar kemajuan-kemajuan itu, bangsa Portugis juga punya kemauan kuat untuk melakukannya. kemauan yang kuat ini tidak terlepas dari kondisi abad pertengahan yang sangat di pengaruhi oleh agama (Kristen) sehingga kegiatan ekspedisinya membawa semangat perang salib yang tak kunjung usai.
Meskipun memiliki semangat yang sangat besar, pelayaran ini mengalami kebuntuan setelah jalur niaga maritim antara Asia dan Eropa yang telah dimonopoli oleh pedagang-pedagang muslim, khususnya dibawah kekuasaan Kesultanan Turki Ottoman. Dalam menghadapi masalah ini Portugis pun mengambil dua cara. Pertama, memperluas kekuasaan dan pengaruhnya atas Cochin yang kemudian dijadikan tempat pendudukan mereka pertama dan pusat perdagangan merica di pantai Malabar, sekaligus sebagai markas besar wakil raja Portugis pertama, Francisco de Almeida. Kedua, memperluas pengaruhnya ke Laut Merah dan Selat Malaka guna mengontrol lalu lintas pelayaran dan perdagangan maritim antara Asia dengan Eropa.Â
Namun kedua cara tersebut dinilai terlalu lambat untuk memperkuat kekuasaannya. Hingga Alfonso de Albuquerque, yang merupakan salah satu panglima angkatan laut Portugis pada saat itu, merasa bahwa mereka (Portugis) perlu melakukan peperangan di laut. Pada tahun 1503, dia berlayar dari Portugal menuju India. Pada tahun 1510 Goa berhasil ditaklukannya dan kemudian dijadikan pangkalan tetap Portugis di pantai barat India. Pada saat yang sama juga telah dibangun pangkalan-pangkalan niaga di Ormuz dan Sokotra, yang terletak di bagian barat Goa. Untuk mendominasi perdagangan dan mengarahkan kekuatan militernya, Portugis membangun pangkalan-pangkalan tetap di sepanjang jalur-jalur strategis, dan sasaran yang paling penting adalah Malaka.Â
Alasan mengapa bangsa Portugis menganggap Malaka merupakan tempat yang penting dikarenakan Malaka merupakan pelabuhan besar untuk perdagangan komoditas berharga di dunia. Jung-jung dari cina yang datang membawa barang dari asalnya seperti  emas, berlian, dan kain sutra. Maupun kapal-kapal yang berasal dari Kepulauan Nusantara yang lain (Jawa, Kalimantan, Maluku, Sumatera) yang banyak membawa rempah-rempah seperti lada, pala, dan cengkeh. Dan alasan lainnya ialah karena Malaka merupakan kota yang banyak ditempati oleh para pedagang muslim yang merupakan musuh utama dari bangsa Portugis.
Dengan adanya kemungkinan dua keuntungan itu Raja Portugal mengirim Diogo Lopes de Sequeira ke Malaka untuk mengadakan persahabatan dengan Sultan, dan menetap di sana sebagai wakil raja Portugal di sebelah timur India. Pada awalnya Sultan dan Bendahara menerima Sequiera dengan hormat. Dan juga menyetujui kapal-kapal Portugis untuk berlabuh sebelum kapal-kapal asing lainnya, dan cengkeh, obat-obatan serta pala dapat diperdagangkan dengan harga lokal menggunakan uang atau cara barter dengan barang lain jika diinginkan. Namun pada kenyataan para pedagang asing yang biasanya berasal dari Jawa dan Gujarat yang didahulukan. Hal ini tidak terlepas dari rasa benci mereka terhadap Portugis, mereka pun menasehati Bendahara untuk mengusir Portugis dari Malaka. Portugis yang khawatir pun akhirnya membangun benteng di Malaka. Bendahara pun kemudian meyakinkan Sultan untuk mengusir orang-orang Portugis dari Malaka. Akibatnya, beberapa anak buah Sequira ditawan dan beberapa di antaranya dibunuh. Sequeira dan empat kapalnya, juga turut diserang, berhasil meloloskan diri setelah berlayar ke laut lepas. Rempah-rempah yang dibawanya dari Banda dan Maluku dapat diselamatkan.
Akibat tindakan Sultan Malaka itu, Albuquerque bertolak dari Goa, dengan kekuatan sekitar 1.200 orang dan tujuh belas atau delapan belas kapal, menuju Malaka pada bulan April 1511. Setelah tiba di sana mereka terlibat dalam peperangan secara sporadis di laut selama bulan Juli sampai awal Agustus. Peperangan pun akhirnya dimenangkan oleh Portugis yang membuat kota Malaka jatuh ke tangannya. Sedangkan Sultan Malaka sendiri melarikan diri ke Johor namun karena diserang oleh Portugis kembali Sultan pun akhirnya pindah ke Pulau Bintan.
Kondisi Politik dan Ekonomi di Selat Malaka pada setelah Malaka Ditaklukkan Oleh Portugis
Memasuki abad ke-16, dengan jatuhnya kota Malaka kepada bangsa Portugis memperlihatkan mulai timbul keinginan dari para bangsa barat untuk melakukan perdagangan maupun pembuatan koloni di Asia Tenggara pada abad-abad selanjutnya. Â Perdagangan sendiri yang paling utama dari abad ke 16 sampai abad 18 adalah rempah-rempah, yang merupakan komoditas yang dicari-cari oleh para bangsa barat yang mendorong mereka untuk mengarungi samudera. Rempah-rempah sendiri yang sebenarnya produksinya lebih sedikit dibandingkan produksi beras, tekstil, tuak, dan ikan asin telah menjadi produk yang memiliki harga jual yang tinggi.
Kota Melaka sendiri di tahun 1511 merupakan salah satu dari kota di dunia yang paling pluralistik; sebagian besar dari penduduknya adalah orang Jawa, India Selatan, Gujarat, Champa, Tagalok, dan orang yang berasal dari setiap pelabuhan di Asia.