Mohon tunggu...
Harrist Riansyah
Harrist Riansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Lulusan Jurusan Ilmu Sejarah yang memiliki minat terhadap isu sosial, ekonomi, dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

India dan Revolusi Industri

21 Agustus 2022   15:00 Diperbarui: 11 November 2022   09:49 1308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Revolusi Industri yang terjadi di Inggris sekaligus merupakan negara di Eropa barat dan di dunia yang pertama kali mengalaminya pada abad ke 18 membawa dampak yang sangat besar bagi kehidupan manusia dari aspek sosial, politik, dan ekonomi di abad-abad selanjutnya. 

Mengingat pada saat terjadi Revolusi Industri di Inggris, kerajaan ini sendiri mempunyai banyak koloni diberbagai belahan dunia, maupun di Asia, Afrika, dan Amerika. Yang tentu saja dengan adanya Revolusi Industri di berbagai negara Induk (bangsa Eropa) turut memengaruhi koloninya. Seperti yang terjadi dengan koloni-koloni Inggris di Asia.

Salahsatu daerah jajahan yang mengalami perubahan dari Revolusi Industri ialah India yang pada abad ke 18 yang pada saat itu terjadi penurunan jumlah penduduk yang diikuti dengan adanya kolonialisasi Inggris disana yang mendorong perekonomian disana terutama dalam bidang industri tekstil. 

Kondisi Perekonomian Masyarakat India Sebelum Revolusi Industri

Peta India. Sumber: Harvard Map Collection.
Peta India. Sumber: Harvard Map Collection.

Pusat geografis dan ekonomi dunia Samudra Hindia adalah anak benua India itu sendiri. Banyak dari itu sangat berkembang dan sudah dominan di industri tekstil dunia sebelum penaklukan Mughal. Namun, penaklukan itu semakin mempersatukan, urbanisasi, dan komersilisasi India, terlepas dari dugaan ketergantungan finansial kekaisaran Mughal pada pertanian dan hasil pajaknya. 

Bahkan pada abad ketujuh belas, ibu kota utama Mughal di Agra, Delhi, dan Lahore masing-masing memiliki populasi sekitar setengah juta dan beberapa kota pelabuhan komersial yang terdaftar di atas masing-masing memiliki 200.000 penduduk. 

Urbanisasi di kota-kota lebih dari 5.000 mencapai 15 persen dari populasi. Ini jauh lebih tinggi daripada urbanisasi India pada abad ke-19 dan mengerdilkan 30.000 penduduk kota-kota kantong yang dikontrol Eropa di Asia seperti Malaka oleh Portugis dan Batavia oleh Belanda. 

Total populasi di anak benua India juga bertambah, lebih dari dua kali lipat dalam dua setengah abad dari antara 54 dan 79 juta pada 1500 menjadi antara 130 dan juta kebun binatang pada 1750. Perkiraan lain sekitar 100 juta pada 1500, 140 hingga 150 juta pada 1600, dan 185 hingga 200 juta pada 1800.

India memiliki neraca perdagangan yang sangat besar dengan Eropa dan beberapa negara lainnya di Asia Barat, sebagian besar didasarkan pada produksi tekstil katun murah yang lebih efisien dan juga lada untuk ekspor. Ini pergi ke barat ke Afrika, Asia Barat, Eropa, dan dari sana melintasi Atlantik ke Karibia dan Amerika. 

Namun, India juga mengekspor makanan pokok, seperti beras, kacang-kacangan, dan minyak sayur di barat ke pelabuhan-pelabuhan dagang di Teluk Persia dan Laut Merah (yang juga bergantung pada Mesir untuk pasokan gandum), dan ke arah timur ke Malaka dan tempat lain di Asia Tenggara. 

Sebagai imbalannya, India menerima sejumlah besar perak dan beberapa emas dari Barat, langsung di sekitar Tanjung atau melalui Asia Barat, serta dari Asia Barat itu sendiri.

Adanya koloni-koloni bangsa Eropa di Asia Selatan tidak terlepas dari adanya potensi produksi tekstil yang sangat besar di Asia Selatan, yang mampu diekspor ke seluruh wilayah Samudra Hindia tetapi terutama ke pasar Asia Tenggara, sekaligus juga terjadinya impor besar-besaran rempah-rempah dari Asia Tenggara; rempah-rempah ini dikonsumsi di Asia Selatan, atau kemudian dijual kembali ke Timur Tengah dan akhirnya Eropa Barat. 

Dengan adanya kedua hal itu membuat para pedagang Eropa untuk ikut serta didalam perdagangan  antar-Asia tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan, tetapi untuk mendapatkan rempah-rempah "dan keuntungan luar biasa yang diharapkan". 

Tetapi jika menginginkan keuntungan yang besar, orang Eropa harus membuat/mendapatkan pangkalan angkatan laut dan lokasi strategis dimana mereka berharap untuk mendominasi laut dan, akibatnya, mampu menguasai sebagian besar arus perdagangan.

Di India selatan, menurut Parthasarathi menyatakan pada abad ke-18, “para pedagang dikeluarkan dari negara dalam tatanan politik India selatan. Tidak seperti banyak bagian Eropa di mana kekuatan ekonomi pedagang dilengkapi oleh kekuatan politik, di India selatan pedagang tidak memiliki akses ke kekuatan negara”. 

Memang, mereka jarang mencoba merebut kekuasaan politik. Bahkan, beberapa pembela paling dinamis dari dinamika politik dan ekonomi Asia Selatan hingga awal abad ke-19, harus mengakui bahwa di Asia Selatan “ada sedikit bukti yang menunjukkan bahwa serikat pedagang mengendalikan produksi atau mendefinisikan dan mempertahankan daerah aktivitas perdagangan melawan saingan". 

Tetap agak tidak berkomitmen tentang keberadaan sistem memadamkan. Namun yang terakhir menyatakan bahwa di bawah Colas, "tidak ada bukti bahwa pedagang melakukan kontrol upah atas pengrajin atau dalam hal itu bahwa standar produksi ditetapkan atau bahwa denda dipungut karena pengerjaan yang buruk."

Ketika India menghadapi masa kolonialisasi bangsa barat, Organisasi sosial produksi bersandar pada proses kerja yang memanfaatkan pekerjaan keluarga yang tidak dibayar dan sangat tidak mendapatkan upah tenaga kerja. Produksinya pun diperluas untuk ke pasar dunia yang kapitalis untuk mencapai efisiensi dan murah tanpa harus menggunakan komodifikasi formal tenaga kerja. 

Terjadinya penolakan untuk mengurangi komoditas itu sendiri terjadi karena keberhasilan para buruh tani yang bertekad untuk mempertahankan akses ke kombinasi berbasis produksi dan perdagangan berdasarkan hak konsumsi dan subsistensi.

Dampak Sosial dan Ekonomi di India setelah mengalami Industrialisasi

Ilustrasi Industri Katun India Tahun 1861. Sumber: Digital Collection New York Public Library. 
Ilustrasi Industri Katun India Tahun 1861. Sumber: Digital Collection New York Public Library. 

Pergantian abad kesembilan belas menandai penurunan kerajinan, di mana manufaktur India memiliki posisi yang tak tertandingi sebelum Revolusi Industri. Bahkan, hingga 1802 India membangun kapal dan memasok tekstil ke Inggris. 

Kemudian invasi barang kapas Lancashire berarti penghancuran alat tenun dan roda pemintal, poros dari struktur masyarakat India kuno, di mana keseimbangan halus antara industri dan pertanian telah dibangun dalam ekonomi desa melalui kelembagaan dan tradisional kekuatan. Setengah abad kemudian muncul permulaan sistem pabrik modern dengan produksi dan transportasi mekanis skala besar. 

Selama sisa abad ini, revolusi paling signifikan terjadi di alat transportasi, terutama kereta api, yang seperti akan kita lihat, mengandung implikasi ekonomi dan sosial yang luar biasa.

Industrialisasi yang terjadi dari akibat adanya orang-orang Imperialis disana membuat kekuatan (keuntungan) banyak diraih oleh para pedagang kapitalis dan juga para pedagang pribumi yang sedang berkembang. Hal ini juga mengakibatkan munculnya kesadaran politik ditengah masyarakat pada saat itu. Kesadaran ini telah mendatangkan massa karakter massal (mass character) dalam waktu yang baru. 

Keresahan dibidang Agraria, yang dipimpin oleh Ketidakpuasan para kaum proletar yang sedang mengumpulkan momentum yang dikemudian hari membuat perubahan sosial yang besar di India.

Hal ini bisa dilihat dari adanya komersialisasi pertanian yang padat karya yang tidak sejalan dengan kemakmuran yang berkelanjutan. Adanya perang saudara di Amerika Serikat pada tahun 1861-1865 memutus pasokan dari Amerika Serikat pada saat itu. Hal ini mebuat terjadinya kemerosotan ekonomi tahun 1870-an dan 1890-an yang memperlihatkan kerentanan dari ekonomi agraris India. 

Menurut laporan  Jurnal medis utama Inggris, The Lancet, diperkirakan kematian akibat kelaparan di India selama tahun 1890-an mencapai 19 juta, sekitar setengah dari jumlah populasi Inggris. Korban tewas akibat kelaparan pada tahun 1897 berkisar 4,5 Juta (angka resmi) sampai 16 juta (angka tidak resmi). 

Padahal pada tahun 1870 hingga 1914, di India terjadi surplus ekspor berdasarkan ekspor bahan baku yang sangat penting untuk mengimbangi defisit Inggris dalam sistem perdagangan dan pembayaran internasional.

 Transfer dana dari koloni ke negeri induk melalui berbagai mekanisme dan untuk berbagai tujuan tertentu menyebabkan kecurigaan dari kaum nasionalis India yang menuduh bahwa ada “pengurasan kekayaan” sistematis dari India.

Dampak yang cukup besar dari adanya Industrialisasi di India ini dengan mulai pundarnya sistem kasta di India. Sistem kasta India sendiri berdasakan kelahiran, yang membatasi status, pekerjaan, dan pada hubungan sosial. Munculnya urbanisasi, pertumbuhan alat transportasi, pertumbuhan industri kelas pekerja cenderung merusak sistem kasta itu. 

Dalam survei yang dilakukan di bengal pada 1946-1947 oleh Lembaga Statistik India, ditemukan indikasi pertumbuhan dalam kegiatan pekerjaan sebesar 69%, dimana keluarga tidak bekerja sesuai dengan sistem kasta yang ada. Namun beberapa kelompok kasta mengalami perubahan yang jauh lebih besar seperti Rajput (92%), Vaidyas (84%), Brahmin (77%), dan Kayathas (61%).

Selain itu dampak lain dari adanya Industrialisasi di India ialah munculnya kelas proletar di India yang tidak terlalu jauh berbeda dengan apa yang terjadi di Eropa. Dan yang terakhir dampak lain yaitu, memunculkan kekuatan politik India yang baru. 

Pertama adanya kongres Nasional India dibawah kepemimpinan Mahatma Gandhi yang membuat langkah besar menjadi tombak gerakan nasionalis untuk kebebasan dari imperialis yang  berkuasa. Yang kemudian hari berhasil membuat India merdeka dari Inggris. Selain itu munculnya partai-partai sayap kiri atas dari adanya gerakan serikat buruh dan agraria juga merupakan dampak yang ditimbulkan dari munculnya Industrialisasi di India.

Daftar Pustaka:

Bose, S. (2019). A History of the Indian Economy in Asian and Global. Dalam T. Shiraishi, Emerging States and Economies (hal. 139-150). Singapore: Springer. doi:https://doi.org/10.1007/978-981-13-2634-9

Duiker, W. J., & Spielvogel, J. J. (2011). The Essential World History: Sixth Edition. Boston: Cengage Learning.

Frank, A. G. (1998). ReORIENT: global economy in the Asian Age. London: University of California Press. Dipetik Mei 9, 2020, dari ProQuest Ebook Central, http://ebookcentral.proquest.com/lib/indonesiau-ebooks/detail.action?docID=799259

Kumar, K. (2016, Maret 21). Modernization. Dipetik Mei 28, 2020, dari Encyclopædia Britannica: https://www.britannica.com/topic/modernization/Population-change

Mielants, E. H. (2007). The Origins of Capitalism and the "Rise of the West". Philadelphia: Temple University Press.

Wallerstein, I. (2011). The Modern World System III: The second era of great expansion of the capitalist world-economy, 1730s-1840s. London: University of California Press. Dipetik Mei 3, 2022, dari ProQuest Ebook Central, http://ebookcentral.proquest.com/lib/indonesiau-ebooks/detail.action?docID=714081.

Artikel ini juga terbitkan di narasisejarah.id dengan judul "Dampak Sosial-Ekonomi Revolusi Industri di India Pada Abad XIX"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun