Mohon tunggu...
Harrista Psikolog
Harrista Psikolog Mohon Tunggu... Psikolog - psikolog klinis

psikolog klinis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Cinta Kepasutrian Tetap Menyala Meski Pandemi Melanda: 62 Topik 62 Narasumber HIMPSI

25 Oktober 2021   13:28 Diperbarui: 25 Oktober 2021   13:34 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cinta Kepasutrian Tetap Menyala Meski Pandemi Melanda:

62 Topik 62 Narasumber HIMPSI

Oleh : Harrista Adiati,M.Psi,Psikolog

Dalam rangka Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2021 dan Ulang Tahun ke-62 HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia), diadakan Webinar dengan menghadirkan 62 topik dan 62 narasumber. Antonius Irvinto Dobiariasto,M.Psi dan Harrista Adiati,M.Psi,Psikolog (pasutri Dobi Rista) berperan serta menjadi narasumber dengan topik Cinta Kepasutrian Tetap Menyala Meski Pandemi Melanda pada Kamis, 21 Oktober 2021, 09.30-12.00WIB.

Materi yang disharingkan seputar esensi perkawinan, relasi kepasutrian dan konflik yang terjadi. Selain itu juga disampaikan mengenai Stres, Pandemi, dan Dampaknya terhadap relasi kepasutrian.

Esensi Perkawinan

            Perkawinan merupakan ikatan batin antara laki-laki dan perempuan berdasar Ketuhanan yang Maha Esa. Perkawinan merupakan suatu relasi sosial yang terorganisasi, termasuk di dalamnya relasi seksual, yang menurut hukum berhak melahirkan dan membesarkan anak kandung, dalam relasi perkawinan ini terdapat pula pembagian hak dan kewajiban dalam menjalankan peran di dalam rumah tangga untuk suami maupun istri. Di dalam perkawinan juga terdapat esensi bahwa adanya interdependensi (saling bergantung, saling membutuhkan) dalam masalah seksual dan finansial.

Pengaruh/ Konsekuensi

Adanya ikatan/ komitmen di dalam perkawinan menimbulkan pengaruh / konsekuensi tertentu. Bersatunya pasangan suami-istri dengan dua latar belakang kehidupan yang berbeda, perkembangan jiwa tertentu, lingkungan  dan budaya yang tidak sama dapat menimbulkan suatu konflik yang unik. Perbedaan yang disatukan dalam komitmen membawa konsekuensi terhadap proses adaptasi secara psikologis, seksual, finansial, yang bersifat kompleks sehingga memungkinkan timbulnya potensi konflik.

Aspek-Aspek Keintiman Relasi

Dalam berinteraksi sehari-hari, pasangan suami istri (pasutri) perlu mengetahui aspek-aspek yang dapat mendukung keintiman relasi. (1) Informasi; terjadi pertukaran informasi atas pengalaman yang dialami oleh pasutri secara individual maupun bersama sama. Informasi ini disampaikan dalam bentuk komunikasi yang dapat memperkaya wawasan dan menjaid kesempatan bagi pasutri untuk berbagi pendapat dan ide. (2) Gaya kepribadian dan perilaku. Gaya kepribadian dan perilaku saling mempengaruhi satu sama lain. Gaya kepribadian yang berbeda dan perilaku yang yang berbeda merupakan dasar dalam terbangunnya relasi kepasutrian. 

Pada dasarnya tidak bisa mengubah kepribadian namun perilaku dapat diubah. Dengan mengubah perilaku menjadi lebih tepat maka relasi kepasutrian dapat menjadi lebih selaras. (3) Interdependensi (saling membutuhkan). Suami istri merupakan dua pribadi yang mempunyai satu komitmen yaitu untuk menjalin cinta dan setia dalam hidup berkeluarga. Untuk mewujudkan tujuan dalam hidup berkeluarga ini diperlukan perasaan saling membutuhkan satu sama lain. Dukungan, perhatian, kasih sayang, bantuan dalam berbagai aspek kehidupan sangat membutuhkan kehadiran pasangan. (4) Bersifat mutualitas (saling mengisi dan diisi). 

Dalam relasi kepasutrian, kemauan untuk saling mengisi dan diisi oleh pasangannya dalam berbagai bidang kehidupan merupakan bentuk keterikatan dalam relasi. (5) Relasi penuh kepercayaan. Rasa percaya adalah dasar dalam kokohnya relasi kepasutrian. (6) Komitmen. Relasi kepasutrian adalah relasi yang unik dan istimewa karena dua pribadi yang berbeda mempunyai komitmen untuk bersatu untuk membangun keluarga. Tentunya semakin kuat komitmen maka semakin kuat pula relasi kepasutrian yang dibangun.

Stres, Pandemi, dan Dampaknya terhadap Stabilitas Pernikahan

Stres merupakan respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Pandemi bisa dikatakan sebagai stresor bagi keluarga karena bisa memberikan emosi tertekan pada suami dan/atau istri. Stres di dalam pernikahan akan muncul apabila terjadi ketidaksesuaian antara tuntutan suatu situasi akibat pandemi dengan sumber daya yang dimiliki suami dan/atau istri sehingga menyebabkan suami dan/ atau istri mengalami instabilitas dalam menyesuaikan diri.

Emosi dan Nilai Moral

Dalam menjalin relasi kepasutrian, membuka kesempatan untuk bereaksi terhadap suatu peristiwa yang dihadapi. Reaksi tersebut dirasakan dengan munculnya emosi tertentu yang mengarahkan pada terbentuknya perilaku. Emosi yang dirasakan dapat berupa marah, sedih, takut, gembira, terkejut, merasa superior, dan berbagai macam bentuk emosi yang muncul. Emosi pada dasarnya bersifat netral. Diperbolehkan untuk merasakan emosi tersebut. Sementara itu, perilaku mempunyai nilai moral. Benar tidaknya respon individu dapat dinilai dari perilaku yang ditampakkan.

Penjelasan ini menandakan bahwa emosi tertentu boleh untuk dirasakan oleh suami maupun istri dalam menanggapi suatu peristiwa, emosi yang dirasakan ini sangat perlu untuk diterima oleh pasangannya. Perilaku menjadi ujung tombak dalam membangun suasana relasi kepasutrian. Perilakuyang ditampilkan dapat merusak namun dapat pula membangun relasi.

Pengalaman Terluka

Dalam relasi dengan pasangan terjadi berbagai situasii, terdapat situasi yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan. Hal ini dapat menimbulkan konflik yang berujung pada luka batin. Luka batin adalah adanya tekanan yang sangat berat yang diberikan secara terus menerus pada lapisan batin terdalam seseorang (Hardjowono, 2005). Luka ini menjadi suatu akibat dari batin seseorang yang tertekan oleh pengalaman tertentu, bahkan oleh adanya pengalaman traumatik (Bock, 2011).

Trauma dan luka batin seringkali dikaitkan dengan gangguan kecemasan.  Saat gangguan kecemasan datang, seseorang dapat mengingat kembali memori yang menyakitkan meskipun ia sudah berusaha melewati masa tersebut. Trauma atau luka batin adalah sebuah respon emosional di otak terhadap kejadian buruk yang pernah terjadi di masa lalu, seperti       - kecelakaan, dilecehkan, di-bully, direndahkan oleh keluarga dan kerabat, kekerasan dalam rumah tangga, konflik, sakit, kecewa, dll. Peristiwa buruk ini dapat menjadi hal yang mengagetkan bagi seseorang, dan memungkinkan pula terjadi penyangkalan terhadap peristiwa maupun dampak yang diakibatkan dari peristiwa buruk tersebut. Efeknya bisa berkelanjutan hingga jangka panjang, seperti emosi tidak terduga, kilas balik, bahkan gejala pada fisik seperti sakit kepala dan mual serta gejala psikosomatis lainnya.

Amygdala

Di dalam struktur otak manusia ada bagian yang berhubungan langsung dengan emosi disebut amygdala (almond: bahasa latin). Disebut demikian karena bentuknya seperti kacang almond. Amygdala merupakan komponen yang utama dalam menghasilkan emosi. Amygdala merupakan pusat memori dalam otak, mampu menyimpan memori segala peristiwa yang dalam kehidupan individu. Peristiwa yang mempunyai arti akan lebih mudah diserap amygdala daripada peristiwa yang kurang berarti.

Penjelasan tentang amygdala ini menandakan bahwa munculnya emosi dari diri individu, merupakan proses di dalam otak yang kompleks dan dipengaruhi oleh memori masa lalu. Oleh karena itu, hal ini menegaskan bahwa setiap individu diperbolehkan untuk mempunyai emosi tertentu karena emosi bersifat netral, tidak mempunyai nilai moral, yang mempunyai nilai moral adalah perilaku.

Pola Spesifik Pasutri Yang Bisa Menimbulkan Luka Batin

Terdapat pola perilaku spesifik yang dapat menimbulkan luka batin yang dialami oleh suami istri, yaitu (1) Peningkatan ketegangan/ ekskalasi (saling menjawab sehingga meningkatkan frustrasi, dapat melontarkan sesuatu yang keji dan perkataan yang saling menyakiti). (2) Pelumpuhan pribadi (merendahkan pemikiran dan perasaaan yang diucapkan secara sengaja untuk merendahkan harga diri pasangan). (3) Menarik diri/ penghindaran (salah satu pihak tidak mau untuk diajak berkomunikasi lagi). (4) Penilaian negatif (label negatif  yang diberikan kepada pasangan, sifatnya merusak relasi, tidak adil dan penilaian ini sulit dinetralkan).

Dampak Negatif Luka Batin

Adanya luka batin yang dinampakkan dalam pertengkaran yang berlarut-larut, hilangnya rasa percaya, komunikasi yang memburuk secara drastis, dapat menjadi pemicu perceraian.  Banyak faktor yang mempengaruhi kasus perceraian selama pandemi COVID-19 diantaranya masalah ekonomi dan Media Sosial (Jabar Antara News, 2021). Disampaikan pula bahwa Media Sosial Pemicu Perceraian (Eva, 2020).

Cara Membangun Relasi Kepasutrian

Terdapat cara yang dapat digunakan untuk mempertahankan relasi kepasutrian, yaitu (1) Minta Maaf/ Saling Memaafkan; a) perlu untuk pasutri mengakui kesalahan, menghindari membela diri dan menyalahkan pasangan,  b) bersiap menerima jika belum dimaafkan, c) berilah waktu saat pasangan belum memaafkan. (2) Pertahankan Komitmen dan Mendengarkan. Mendengarkan bukan hanya mendengar saja. Mendengarkan dengan sepenuh hati. Mendengarkan yang disertai dengan Bahasa tubuh yang sesuai. Melihat kesiapan pasangan dalam mendengarkanku, itu juga penting.

Rumus Unik Dalam Membangun Cinta Kepasutrian Tetap Menyala

Tambahkan, kalikan, bagikanlah segala hal yang baik untuk pasangan. Kurangi segala hal yang tidak baik untuk pasangan.

Cinta senantiasa memberi, ia tak pernah sekalipun meminta, cinta selalu membawa gembira, ia tak pernah mendatangkan derita. Banyak pilihan yang ditawarkan Tuhan dalam hidup ini, namun hatiku tertuju untuk mencintai kamu seorang.

Daftar Bacaan

Apriasari, Hastinia, et al. 2021. Divorce in the Covid-19 Pandemic Era: An Integrative Study: Perceraian di Era Pandemi Covid-19: Sebuah Kajian Integratif. Proceding of Inter-Islamic University Conference on Psychology. Vol 1 No 1 (2021): Proceding of Inter-Islamic University Conference on Psychology Articles

Carr, Deborah. Vicki A. Freedman, Jennifer C. Cornman, Norbert Schwarz. 2014. Happy Marriage, Happy Life? Marital Quality and Subjective Well-Being in Later Life. J Marriage Fam.

Eva, Yusnita. Septia. Witia Oktaviani. 2020. Media Sosial  Pemicu Perceraian: (Studi Kasus   Di Pengadilan   Agama            Padang           Kelas   1a). Ijtihad, Volume 36, No. 2

Marison, Walda. 2021. Provinsi Jabar catat kasus perceraian tertinggi selama pandemi covid. 2021. (https://jabar.antaranews.com/berita/323389/provinsi-jabar-catat-kasus-perceraian-tertinggi-selama-pandemi-covid, 15 Oktober 2021)

Sadarjoen, Sawitri Supardi. 2007. Keluarga Masa Kini: Problema Dan Strategi Intervensi. Makalah Kegiatan Pekan Ilmiah Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, Bandung.

Soulsby, Laura K., Kate M. B. 2015. Marriage and Psychological Wellbeing: The Role of Social Support. Psychology, 6, 1349-1359. SciRes. http://www.scirp.org/journal/psych

Surijah, Edwin Adrianta Surijah. Ni Made Mitha Prasetyaningsih. Supriyadi. 2020. Popular Psychology versus Scientific Evidence: Love Languages' Factor Structure and Connection to Marital Satisfaction. PSYMPATHIC: Jurnal Ilmiah Psikologi. Volume 7, Nomor 2, 2020: 155-168.

Winurini, Sulis. 2020. Bencana Covid-19: Stresor Bagi Pasangan Suami Istri di Indonesia. Aspirasi: Jurnal Masalah-Masalah Sosial Volume 11, No. 2

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun