Dalam berinteraksi sehari-hari, pasangan suami istri (pasutri) perlu mengetahui aspek-aspek yang dapat mendukung keintiman relasi. (1) Informasi; terjadi pertukaran informasi atas pengalaman yang dialami oleh pasutri secara individual maupun bersama sama. Informasi ini disampaikan dalam bentuk komunikasi yang dapat memperkaya wawasan dan menjaid kesempatan bagi pasutri untuk berbagi pendapat dan ide. (2) Gaya kepribadian dan perilaku. Gaya kepribadian dan perilaku saling mempengaruhi satu sama lain. Gaya kepribadian yang berbeda dan perilaku yang yang berbeda merupakan dasar dalam terbangunnya relasi kepasutrian.Â
Pada dasarnya tidak bisa mengubah kepribadian namun perilaku dapat diubah. Dengan mengubah perilaku menjadi lebih tepat maka relasi kepasutrian dapat menjadi lebih selaras. (3) Interdependensi (saling membutuhkan). Suami istri merupakan dua pribadi yang mempunyai satu komitmen yaitu untuk menjalin cinta dan setia dalam hidup berkeluarga. Untuk mewujudkan tujuan dalam hidup berkeluarga ini diperlukan perasaan saling membutuhkan satu sama lain. Dukungan, perhatian, kasih sayang, bantuan dalam berbagai aspek kehidupan sangat membutuhkan kehadiran pasangan. (4) Bersifat mutualitas (saling mengisi dan diisi).Â
Dalam relasi kepasutrian, kemauan untuk saling mengisi dan diisi oleh pasangannya dalam berbagai bidang kehidupan merupakan bentuk keterikatan dalam relasi. (5) Relasi penuh kepercayaan. Rasa percaya adalah dasar dalam kokohnya relasi kepasutrian. (6) Komitmen. Relasi kepasutrian adalah relasi yang unik dan istimewa karena dua pribadi yang berbeda mempunyai komitmen untuk bersatu untuk membangun keluarga. Tentunya semakin kuat komitmen maka semakin kuat pula relasi kepasutrian yang dibangun.
Stres, Pandemi, dan Dampaknya terhadap Stabilitas Pernikahan
Stres merupakan respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Pandemi bisa dikatakan sebagai stresor bagi keluarga karena bisa memberikan emosi tertekan pada suami dan/atau istri. Stres di dalam pernikahan akan muncul apabila terjadi ketidaksesuaian antara tuntutan suatu situasi akibat pandemi dengan sumber daya yang dimiliki suami dan/atau istri sehingga menyebabkan suami dan/ atau istri mengalami instabilitas dalam menyesuaikan diri.
Emosi dan Nilai Moral
Dalam menjalin relasi kepasutrian, membuka kesempatan untuk bereaksi terhadap suatu peristiwa yang dihadapi. Reaksi tersebut dirasakan dengan munculnya emosi tertentu yang mengarahkan pada terbentuknya perilaku. Emosi yang dirasakan dapat berupa marah, sedih, takut, gembira, terkejut, merasa superior, dan berbagai macam bentuk emosi yang muncul. Emosi pada dasarnya bersifat netral. Diperbolehkan untuk merasakan emosi tersebut. Sementara itu, perilaku mempunyai nilai moral. Benar tidaknya respon individu dapat dinilai dari perilaku yang ditampakkan.
Penjelasan ini menandakan bahwa emosi tertentu boleh untuk dirasakan oleh suami maupun istri dalam menanggapi suatu peristiwa, emosi yang dirasakan ini sangat perlu untuk diterima oleh pasangannya. Perilaku menjadi ujung tombak dalam membangun suasana relasi kepasutrian. Perilakuyang ditampilkan dapat merusak namun dapat pula membangun relasi.
Pengalaman Terluka
Dalam relasi dengan pasangan terjadi berbagai situasii, terdapat situasi yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan. Hal ini dapat menimbulkan konflik yang berujung pada luka batin. Luka batin adalah adanya tekanan yang sangat berat yang diberikan secara terus menerus pada lapisan batin terdalam seseorang (Hardjowono, 2005). Luka ini menjadi suatu akibat dari batin seseorang yang tertekan oleh pengalaman tertentu, bahkan oleh adanya pengalaman traumatik (Bock, 2011).
Trauma dan luka batin seringkali dikaitkan dengan gangguan kecemasan.  Saat gangguan kecemasan datang, seseorang dapat mengingat kembali memori yang menyakitkan meskipun ia sudah berusaha melewati masa tersebut. Trauma atau luka batin adalah sebuah respon emosional di otak terhadap kejadian buruk yang pernah terjadi di masa lalu, seperti    - kecelakaan, dilecehkan, di-bully, direndahkan oleh keluarga dan kerabat, kekerasan dalam rumah tangga, konflik, sakit, kecewa, dll. Peristiwa buruk ini dapat menjadi hal yang mengagetkan bagi seseorang, dan memungkinkan pula terjadi penyangkalan terhadap peristiwa maupun dampak yang diakibatkan dari peristiwa buruk tersebut. Efeknya bisa berkelanjutan hingga jangka panjang, seperti emosi tidak terduga, kilas balik, bahkan gejala pada fisik seperti sakit kepala dan mual serta gejala psikosomatis lainnya.