Mohon tunggu...
haris eri
haris eri Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Malam di Sebuah Cafe

12 Mei 2016   17:58 Diperbarui: 12 Mei 2016   18:07 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: wesharepics.info

Cuaca cukup panas meski hari sudah malam. Sehingga banyak sekali orang-orang yang hanya memesan sebuah minuman dari pelayan kafe yang terlihat kelelahan. Pelayan itu memiliki tinggi 167 cm dengan tubuh yang ramping dan kulit putih. Di wajahnya tak ada bekas jerawat yang nampak dari kejauhan. Tapi, lingkaran hitam di bawah matanya langsung dapat di kenali bahwa dia sedang kelelahan dan butuh tidur.

Aku pun merosotkan tubuhku hingga kepalaku sejajar dengan meja coklat yang terbuat dari logam. Dengan lentera berbentuk bintang di atas kepalaku rasanya aku ingin sekali tidur. Mataku sangat berat dan perih, bahkan ketika pelayan itu datang membawakan segelas kopi hitam untukku aku yakin dia melihatku tertidur sejenak. Senyumnya manis meski masih ada kesan lelah di belakangnya dan aku pun membalas senyum itu dengan sedikit kaku.

Tak seperti biasanya aku seperti ini. Bahkan aku yang sering berganti-ganti teman wanita ini merasa sangat malu meski hanya ingin aku menanyakan nama pelayan itu. Gadis itu sudah pergi dari hadapanku dan kembali duduk di balik meja panjang dari kayu mahoni. Tangannya menyangga kepalanya yang berjanggut lancip dengan tulang pipi yang lembut. Beberapa kali dia tersentak ketika matanya terpejam.

Ini perasaan berbeda, entah kenapa aku mulai tertarik. Jika rasa malu ini tak lebih kuat dari keinginanku. Aku pasti akan mendatanginya, persis seperti hari aku bertemu dengan Lusi. Gadis 20 tahun seorang karyawan sebuah toko baju di Jalan Diponegoro, tengah kota Tulungagung awal bulan Juli tahun lalu. Ketika aku tak sengaja menabraknya di sebuah minimarket dekat tokonya.

Hari itu dia mengenakan kaos hijau yang membentuk lekukan tubuhnya dan celana jeans biru ketat. Tubuhnya tak lebih tinggi dariku yang 170 cm. Tapi senyumnya sangat manis dengan bibir merah dan basah. Kami sering bertemu secara tak sengaja selama tiga minggu terakhir hingga aku beranikan diri untuk mengajaknya berkenalan.

Sejak itu kami sering berjalan bersama. Beberapa kali dia mengajakku untuk datang kerumahnya dan aku tidak bisa menolaknya. Dan ketika usia hubungan kami yang keempat bulan. Aku mulai ingin mengajaknya untuk ke arah yang lebih serius dan mengajaknya bertemu di sebuah cafe di barat kota. "Jadi, aku ingin hubungan kita ini lebih serius." kataku di tengah-tengah lantunan live music dari band lokal yang membawakan lagu “Just The Way You Are”. Suaraku tersamarkan, sehingga aku perlu berbicara dengan suara yang sedikit lebih tinggi dan dia bisa mendengarku.

Terlihat dari raut wajahnya yang memerah ketika aku kembali mengatakan apa yang ada di kepalaku. Tapi dia memotongku, "bukankah ini agak terburu-buru?" dengan suara yang pelan. Sehingga aku harus mendekatkan telingaku. "Maksutku, hubungan kita baru berjalan empat bulan."

Aku menjauhkan telingaku dan menyandarkan punggungku yang terasa kaku di sandaran kursi dari pelastik berwarna kuning. Mataku merosot dari yang semula menatapnya kini menatap permukaan meja dengan bekas gelas yang basah di atasnya. "Aku pikir ini waktu yang tepat." kataku dengan gusar dan kembali menatapnya tepat di matanya. Pipinya masih memerah dan dia langsung memalingkan matanya ketika aku menatapnya.

"Tapi, aku belum siap."

"Kau sudah mengajakku ke rumahmu dan bertemu dengan orang tuamu."

"Tapi," suaranya tertahan dan hanya terdengar seperti gumaman yang tak jelas. "Aku hanya mengenalkanmu sebagai teman," tambahnya dengan suara yang hampir sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun