Saat ini seluruh masyarakat muslim di dunia sedang melaksanakan ibadah puasa di bulan ramadhan, dan sebentar lagi hari kemenangan/hari raya Idul Fitri akan datang. Lalu apa yang diharapkan dari berpuasa sebulan penuh bagi seorang muslim?. Momen ibadah puasa ini dapat dijadikan sarana membentuk pribadi seorang muslim menjadi lebih baik dan lebih bertakwa kepada Allah SWT.Â
Inti dari berpuasa adalah menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkan puasa sepeti makan dan minum serta perbuatan lain yang mengikuti hawa nafsu yang dilarang selama berpuasa.Â
Dengan berpuasa selama sebulan penuh, setiap muslim diharapkan dapat menduplikasi bulan-bulan lainnya seperti saat bulan ramadhan dimana semua orang berlomba-lomba mendekatkan diri dengan Allah SWT dan berusaha melaksanakan perbuatan yang dapat menghasilkan pahala seperti memperbanyak beribadah, bersedekah dan perbuatan baik lainnya.
Transformasi diri menjadi lebih baik merupakan esensi dari berpuasa. Selain itu unsur transendesi dalam berpuasa merupakan aspek yang sangat dominan mempengaruhi perubahan sikap setiap muslim yang melaksanakannya. Unsur transendensi ini juga merupakan unsur yang membedakan kepemimpinan profetik dengan model kepemimpinan konvensional lainnya.Â
Unsur transendesi adalah unsur yang sifatnya diluar batas yaitu keyakinan terhadap adanya Tuhan dan kekuatan-kekuatan lainnya yang bersifat metafisik. Orang yang berpuasa mempunyai hubungan yang langsung dengan Tuhan dimana adanya keyakinan yang melampai batas fisik yang meyakini bahwa dia sedang diawasi oleh Tuhannya meskipun dia tidak bisa melihat Tuhannya.
Setiap orang adalah seorang pemimpin, seperti yang disebutkan dalan Al-quran Surah Al Imron ayat 110,
.
Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman, namun kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik.
Dari ayat tersebut dapat kita pahami bahwa umat Islam adalah umat terbaik jika dapat menjauhi perbuatan yang munkar dan mengajak kepada yang makruf serta beriman kepada Allah SWT. Dalam konsep kepemimpinan profetik, misi yang ingin dicapai yaitu mewujudkan humanisasi, liberasi dan transendensi.Â
Konsep ini dikenalkan oleh Prof Kuntowijoyo dalam tulisannya tentang ilmu sosial profetik, yang juga termasuk dalam ilmu sosial transformatif. Menurut Kuntowijoyo umat Islam harus merubah pola pikir dalam usaha mempraktekan Al-quran dari pengislaman ilmu menjadi pengilmuan Islam.Â
Menurutnya sudah saatnya Al-quran dan hadist menjadi sumber ilmu, dimana hal ini bertentangan dengan filsafat positivesme (sains) yang cenderung menjauhi  nilai-nilai/values yang ada dalam agama.
Bulan puasa dapat menjadi bulan latihan bagi seorang pemimpin untuk mengamalkan nilai-nilai agama dalam kepemimpinannya. Dalam kepemimpinan profetik, perilaku dan sifat nabi (Muhammad SAW) menjadi kiblat dalam bersikap dengan misi profetiknya mewujudkan humanisasi, liberasi dan transendensi.Â
Dalam ilmu sosial profetik, humanisasi berarti memanusiakan manusia, menghilangkan "kebendaan", ketergantungan, kekerasan, dan kebencian dari manusia.Â
Sementara itu, dalam bahasa agama, konsep humanisasi merupakan terjemahan kreatif dari al-amar bi al-ma'ruf, yang makna asalnya adalah menganjurkan atau menegakkan kebaikan. Dengan demikian, konsep al-amar bi al-ma'ruf mempunyai makna untuk selalu menganjurkan berbuat kebaikan terhadap sesama manusia dengan memperlakukan yang manusiawi.
Liberasi dalam bahasa agama sesuai dengan konsep alnahi 'an al mungkar yang bermakna melarang atau mencegah segala tindak kejahatan. Sementara itu, al-nahi 'an-mungkar adalah membebaskan manusia untuk tidak melakukan perbuatan kejahatan yang dapat mencela harkat dan martabat manusia.Â
Nilai-nilai liberatif dalam konteks ilmu sosial profetik memiliki tanggung jawab profetik untuk membebaskan manusia dari kekejaman kemiskinan, pemerasan kelimpahan, dominasi struktural yang menindas, dan hegemoni kesadaran palsu. Transendensi dalam profetik di samping berfungsi sebagai dasar nilai bagi praksis humanisasi dan liberasi, juga berfungsi sebagai kritik.Â
Menurut Kunto "beriman kepada Allah" berarti transendensi, Transendental dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai arti menonjolkan hal-hal yang bersifat kerohanian; sukar dipahami; gaib; abstrak. Nilai transendental ada dan dimiliki oleh agama, yang merupakan hubungan antara manusia dan Tuhannya.
Melalui puasa di bulan Ramadhan, setiap muslim digembleng untuk menjadi umat yang melaksanakan yang makruf dan menjauhi yang munkar. Misi humanisasi, liberasi dan transendensi telah ada dalam nilai-nilai puasa, seperti memberikan zakat, bersedekah, melaksanakan shalat tarawih serta ibadah-ibadah lainnya.Â
Jika umat muslim berpuasa dengan benar selama sebulan penuh maka umat muslim dapat terbiasa melaksanakan nilai-nilai kepemimpinan profetik serta menerapkannya dalam sebuah organisasi, keluarga ataupun diri sendiri. Semoga ibadah puasa di tahun ini (1443 H) dapat melahirkan pemimpin-pemimpin yang mengamalkan nilai-nilai agama dalam mencapai misi humanisasi, liberasi, dan transendensi. Amin....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H