Mohon tunggu...
Harris Maulana
Harris Maulana Mohon Tunggu... Insinyur - Social Media Specialist

Seseorang yang suka menulis tentang apa saja, sepanjang untuk menambah ilmu dan wawasan akan dilakoninya. Berbagai jenis pekerjaan sudah pernah dicobanya. Dengan latar belakang sarjana Planologi, memulai karir sebagai konsultan perencanaan wilayah dan kota. Lalu beralih menjadi konsultan Appraisal and Research, konsultan Property, Konsultan Digital hingga konsultan Public Relations. Sangat menikmati peran alternya sebagai blogger yang sudah membawanya ke berbagai tempat, bertemu dengan siapa saja dan satu hal yang sangat dibanggakannya bisa masuk Istana Negara dan bertemu dengan Presiden RI, karena tidak setiap orang bisa ke sana, kecuali kamu seorang teladan, tamu presiden atau tukang potong rumput istana. Pemilik akun twitter @harrismaul dan blog : www.harrismaul.com dan www.travelopedia.id

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pilah Sampah Mulai dari Rumah ala Griya Melati

9 November 2018   12:42 Diperbarui: 10 November 2018   01:13 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Imam Hanafi, Pengurus Rumah Kompos Griya Melati

Ternyata permasalahan sampah di Indonesia itu bukan pada jumlah produksinya. Masih banyak negara lain seperti di Amerika Serikat dan negara-negara di benua Eropa yang jumlah produksinya melebihi Indonesia.

Namun permasalahan mendasar adalah cara pengelolaannya. Sampai saat ini pengelolaan sampah di Indonesia masih menggunakan sistem tradisional. Sampah-sampah dikumpulkan di Tempat Pembuangan Sementara (TPS), lalu diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Hal ini berbeda dengan pengelolaan sampah di Amerika Serikat dan negara-negara Eropa di atas. Mereka sudah mengadopsi teknologi tinggi, sehingga sampah yang dihasilkan dapat dimanfaatkan kembali menjadi energi terbarukan. Informasi ini saya dapat dari ketika mengikuti materi "Bijak dengan Plastik"  yang dibawakan oleh Dini Trisyanti dari Sustainable Waste Indonesia pada hari ke-3 "kuliah" Danone Blogger Academy 2018.

Melihat kenyataan ini saya jadi ingat tempat tinggal saat ini yaitu di Perumahan Griya Melati Bogor. Saat saya mulai tinggal pada tahun 2004 lalu, beberapa warga berinisiatif membuat tempat pengelolaan sampah dan langsung dibuat sebagai kompos. Tekniknya sangat sederhana. Sampah dikumpulkan dari warga, kemudian dipilah antara organik dan non-organik. 

Sampah organik langsung diolah menjadi kompos. Sementara sampah non-organik dipisah-pisah lagi menjadi sampah kertas dan plastik. Kemudian setelah terkumpul dijual kepada pedagang rongsok. Hal itu berlangsung bertahun-tahun hingga kini. Sampah organik yang dijadikan kompos sebanyak 30-35%, sampah an-organik berupa plastic dan kertas sebanyak 30-35% dan sisa sampah berupa residu hanya tinggal 30-40% saja dan diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Galuga, Bogor.

Imam Hanafi, Pengurus Rumah Kompos Griya Melati
Imam Hanafi, Pengurus Rumah Kompos Griya Melati
"Sejak awal, kami menghimbau kepada warga, agar langsung memilah sampah dari rumah berupa sampah organik dan non-organik," Ujar Imam Hanafi yang menjadi salah satu pengurus Rumah Kompos Griya Melati. "Sampai saat ini ada sekitar 70-75% rumah tangga yang sudah memilah sampahnya dari 214 kepala keluarga."

Setiap rumah diberi semacam karung untuk menyimpan sampah botol plastik dan ember besar plus tutupnya untuk menyimpan bahan organik. Mereka diminta mengumpulkan sampah plastiknya dengan niat sodaqoh. Nantinya sampah plastik yang sudah terkumpul diberikan kepada petugas sampah dan jika sudah terkumpul banyak akan dijual kepada pedagang rongsokan yang akan datang mengambil setiap dua pekan dengan hasil berkisar antara Rp 1-1,5 juta per bulan yang hasilnya diberikan secara ikhlas untuk para petugas sampah sebagai tambahan dari penghasilan bulanannya. Itulah mengapa disebut Sodaqoh Sampah, karena niatnya memang untuk beramal dalam bentuk sampah. Dua hal yang didapat, rumah dan lingkungan jadi bersih dari sampah plastik dan mendapat pahala dari sodaqoh.

Tantangan yang dihadapi oleh petugas sampah adalah masih adanya warga yang belum disiplin memilah sampah. Bowo salah seorang petugas sampah mengatakan, "Jika sampah tidak dipilah dari rumah, tentu para petugas sampah akan memilahnya kembali di rumah kompos. Bagi kami tidak masalah sih, tapi dengan demikian banyak waktu yang terbuang, padahal dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain."

Hal tersebut dibenarkan oleh Imam. "Memang masih ada warga yang enggan memilah sampah, untuk itu kami terus mengedukasi warga agar melakukan hal tersebut. Bahkan kami beri media-nya untuk tempat memilah sampah organik dan an-organik".

Untuk Teknik pembuatan kompos digunakan teknologi yang sangat sederhana. Tidak perlu mesin pencacah yang menggunakan listrik. Cukup menggunakan saringan berupa tabung yang diputar dengan menggunakan tangan. Sampah organik berupa daun-daunan dari pohon serta sampah rumah tangga sisa masak ditumpuk selama beberapa hari, setelah beberapa hari akan membusuk dan mengering. Jika warnanya sudah coklat seperti brownies, kita tinggal menyaringnya dengan alat sederhana dan tinggal packing dalam plastik ukuran 1 kg dan dijual seharga Rp 3.500 per bungkus atau Rp 10.000 per 3 bungkus. Lagi-lagi hasilnya untuk para pengelola tim kompos.

Kegiatan warga Griya Melati bidang lingkungan tidak sebatas pemilahan sampah dan pembuatan kompos saja. Seiring dengan waktu, mereka juga mempunyai program yang  ramah lingkungan, diantaranya pembuatan lubang biopori di pekarangan rumah dan taman. Biopori ini berguna untuk penyerapan air hujan agar segera meresap ke dalam tanah dan tidak menimbulkan banjir. Sebagai warga Bogor, nggak enak juga selalu disalahin warga Jakarta karena dianggap mengirim air ke wilayahnya sehingga menyebabkan banjir. Namun pembuatan biopori ini perlu diantisipasi agar tidak menjadi sarang tikus, oleh karena itu lubang biopori ditambahkan ram kawat sebelum lubang itu ditutup oleh pot tanaman.

Saat ini juga sedang digiatkan tanaman hidroponik dan disarankan agar setiap rumah memilikinya karena rata-rata lahan untuk menanam pohon di setiap rumah sudah tertutup bangunan baik untuk garasi  maupun teras. Jadi salah satu cara untuk memelihara tanaman adalah dengan Teknik Hidroponik yang tidak perlu media tanah untuk menanamnya. Kami menggunakan paralon sebagai media tanam.

Program lingkungan lainnya antara lain menyarankan setiap rumah minimal mempunyai satu pohon. Disarankan juga setiap rumah berfungsi sebagai penyedia sumber pangan untuk keluarga dengan menanam tanaman sayuran, buah-buahan dan tanaman obat keluarga baik dalam pot (tabulampot), vertikultur maupun hidroponik. Warga juga sedang giat membuat kebun untuk ditanami berbagai tanaman pada lahan yang kosong.  

Berbagai kegiatan ramah lingkungan yang dilakukan oleh warga Griya Melati mendapat apresiasi dari Pemerintah Kota Bogor. Tahun 2017 Pemkot membangun secara permanen Tempat Pembuangan Sampah 3R (Reuse, Reduce, Recycle) Griya Melati dari anggaran APBD Kota Bogor. Saat ini TPS tersebut juga berfungsi sebagai tempat pengolahan kompos. Bapak Nana Yudiana Kepala Bidang Tata Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Kota Bogor saat bertemu di lokasi TPS 3R Griya Melati mengatakan, "Apa yang dilakukan oleh warga Griya Melati yaitu mengelola sampah secara swadaya selama bertahun-tahun sangat membantu pemerintah Kota Bogor dalam bidang lingkungan. Jika semua perumahan dan permukiman di Kota Bogor mengadopsi apa yang dilakukan oleh perumahan ini tentu beban TPA Galuga sebagai tempat sampah akhir akan berkurang banyak, karena sisa sampah residu hanya berkisar antara 30-40% saja."

Testimoni salah seorang warga Griya Melati
Testimoni salah seorang warga Griya Melati
Hal positif dengan adanya kegiatan ini adalah setiap warga menjadi akrab satu sama lain. Berbagai kegiatan lain pun dilakukan sesuai dengan passion masing-masing. Ada yang hobi memanah, kemudian diadakan setiap minggu di lapangan olahraga. Ada yang hobi bersepeda seperti saya, kami pun melakukannya bersama yang yang setiap akhir pekan berkeliling sekitar perumahan. Dan masih banyak kegiatan lainnya apalagi ibu-ibu yang sejak awal sudah membentuk arisan dan pengajian.

Infografis Pilah Sampah Mulai dari Rumah
Infografis Pilah Sampah Mulai dari Rumah
Selanjutnya Bapak Nana mengatakan bahwa pemerintah sendiri sudah mencanangkan program persampahan ini dengan diterbitkannya Undang Undang Nomor 18 Tentang Pengelolaan Sampah serta Undang Undang No 32 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.  Sedangkan untuk pemerintah Kota Bogor sendiri sudah menerbitkan Perda No 9 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah. Pemerintah pusat pun sangat concern dengan permasalahan sampah ini, yang terbaru pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No 97 Tahun 2017 Tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Testimoni dari pihak pemerintah
Testimoni dari pihak pemerintah
"Jadi, apa yang dilakukan oleh warga Griya Melati ini sudah sesuai dengan apa yang dicanangkan oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah." Lanjut Pak Nana. Namun manfaat yang didapat sesungguhnya untuk warga sendiri. Lingkungan menjadi bersih dan sehat, tidak ada sampah yang menyebabkan berbagai penyakit dan tidak ada banjir.

Nah, cara mengelola sampah ternyata sebenarnya sangat mudah, jika kita semua memiliki komitmen yang jelas untuk menanggulanginya secara bersama.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun