Mohon tunggu...
Harris Maulana
Harris Maulana Mohon Tunggu... Insinyur - Social Media Specialist

Seseorang yang suka menulis tentang apa saja, sepanjang untuk menambah ilmu dan wawasan akan dilakoninya. Berbagai jenis pekerjaan sudah pernah dicobanya. Dengan latar belakang sarjana Planologi, memulai karir sebagai konsultan perencanaan wilayah dan kota. Lalu beralih menjadi konsultan Appraisal and Research, konsultan Property, Konsultan Digital hingga konsultan Public Relations. Sangat menikmati peran alternya sebagai blogger yang sudah membawanya ke berbagai tempat, bertemu dengan siapa saja dan satu hal yang sangat dibanggakannya bisa masuk Istana Negara dan bertemu dengan Presiden RI, karena tidak setiap orang bisa ke sana, kecuali kamu seorang teladan, tamu presiden atau tukang potong rumput istana. Pemilik akun twitter @harrismaul dan blog : www.harrismaul.com dan www.travelopedia.id

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Menjadikan Phablet Sebagai Mobile Office

17 November 2015   13:19 Diperbarui: 17 November 2015   14:13 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Gadget Samsung | Dok. Pribadi"][/caption]“Ngantor di rumah? Mana mungkin? Rumah saja masih mengontrak, belum lagi harus membeli perlengkapan lainnya. Pasti butuh banyak uang! Berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk membuat sebuah kantor?”

Pertanyaan-pertanyaan di atas mungkin sering terlontar, ketika beberapa orang memutuskan untuk berhenti “ngantor” dan memulai kehidupan karir yang baru, sebagai freelancer. Tapi itu dulu, beberapa tahun yang lalu. Seiring perkembangan zaman, teknologi komunikasi pun semakin canggih. Bekerja tak lagi harus identik dengan mengantor, karena orang bisa saja melakukan semua pekerjaannya di mana saja dengan bantuan alat komunikasinya. Kita jadi lebih bisa menghemat waktu dan uang. Yang tinggal di kota besar seperti Jakarta tentu mengerti, betapa melelahkannya “menghabiskan usia” di tengah jalanan yang macet. Kita menjadi kurang produktif, bukan karena kita banyak bersantai, tapi karena terjebak di padatnya arus lalu lintas selama berjam-jam.

Kalau kita berkunjung ke kedai-kedai kopi di banyak mal di Jakarta, pemandangan orang bekerja dengan menggunakan laptop bukan lagi pemandangan yang asing. Dengan bermodalkan secangkir kopi saja, orang sudah bisa bekerja di sana. Dan pertemuan-pertemuan atau rapat-rapat yang berurusan dengan pekerjaan pun bisa dilakukan di tempat yang sama, tidak usah digelar di sebuah meeting room.

Lalu teknologi semakin maju. Laptop yang sebenarnya sudah praktis dirasakan kurang nyaman untuk dibawa ke mana-mana, karena ukuran dan beratnya. Telepon genggam pun dibuat mampu untuk melakukan banyak tugas yang tadinya hanya bisa dilakukan oleh komputer. Tapi kemudian timbul keluhan baru: layarnya terlalu kecil. Manusia semakin menuntut kenyamanan, bukan hanya kepraktisan. Tak cuma itu, gadget tidak lagi berfungsi sebagai alat berkomunikasi dan bekerja, tapi juga harus sesuai dengan gaya hidup dan harus dapat menghibur.

Para produsen gadget kemudian mengawinkan kepraktisan smartphone dengan laptop. Lahirlah tablet, yang ternyata menjawab keinginan orang untuk mendapatkan layar yang lebih besar, tapi ternyata dirasa kurang praktis ketika digenggam.

Beberapa produsen electronik kemudian mengawinkan lagi smartphone dan tablet maka lahirlah phablet. Salahsatu produsen yang gencar membuat produk jenis ini adalah Samsung yang menciptakan serial “Note”, yang bukan hanya nyaman di tangan, tapi juga nyaman di mata. Bukan hanya itu, phablet terlihat lebih mewah ketimbang tablet.

Pada bulan Agustus lalu, Samsung meluncurkan serial Note-nya yang terbaru: Galaxy Note 5, dengan salah satu fitur utama S Pen yang membedakannya dengan phablet merk lain. S Pen ini membawa Samsung ke jenjang selanjutnya, menjadikan Galaxy Note 5 sebagai gadget terbaik untuk menunjang kreativitas dan yang paling consumer friendly. Gadget yang sangat pas bagi kita yang sedang atau ingin berwirausaha.

Desain Galaxy Note 5 juga sudah diperbaharui dan dipercantik, tanpa membuat kesan “kemayu”.  Modelnya yang penuh gaya dan sangat premium, tak ayal membuat orang akan melirik saat phablet ini berada dalam genggaman. Perubahan lainnya yang dapat kita temukan dalam Galaxy Note 5 adalah tidak adanya microSD dan baterainya tidak bisa dilepas. Tak menjadi masalah, karena phablet cantik ini sudah dilengkapi dengan memori sebesar 32 GB dan RAM sebesar 4 GB. Sudah lebih dari cukup, bukan?

Keunggulan lainnya adalah kameranya yang sangat canggih. Kita tidak lagi perlu membawa kamera digital untuk mengabadikan momen penting atau untuk urusan pekerjaan.  Beberapa situs asing bahkan berani mengatakan bahwa kamera Galaxy Note 5 yang berukuran 16 MP ini adalah kamera smartphone dan phablet terbaik yang pernah ada. Untuk selfie pun, kamera depannya sudah berukuran 5 MP.

Memangnya sebuah gadget di masa kini perlu mempunyai kamera yang baik? Jelas  perlu! Menjual produk secara online tentunya membutuhkan foto yang representatif, yang membuat orang ingin membeli produk kita. Beberapa food blogger memulai karirnya dengan memuat hasil jepretannya setiap mengunjungi tempat-tempat makan ke akun Instagram mereka.  Bukan hanya itu, kamera yang baik juga dibutuhkan dalam kehidupan pribadi kita. Dengan semakin sibuknya orang bekerja, beberapa orang “terpaksa” mencoba mencari cinta secara online melalui situs-situs kencan. Kembali, foto yang dibuat oleh kamera yang baik sangat dibutuhkan di sini. Tidak ada seorang pengguna gadget di masa sekarang yang tidak membutuhkan kamera digital yang menghasilnya gambar yang indah. Yang mumpuni. Yang “nggak malu-maluin” penggunanya.

Lalu bagaimana dengan “nyawanya”? Jangan lagi takut kehabisan baterai, karena baterai phablet ini berkekuatan 3000 mAh dan untuk mengisinya lagi juga hanya dibutuhkan waktu sekitar 120 menit. Yang lebih hebatnya lagi, baterainya bisa diisi ulang tanpa kabel (wireless)!

Cerdas sekali, memang. Dan semoga kita para pengguna smartphone dan phablet pun bisa semakin cerdas dalam menggunakannya. Bukan hanya dengan mempelajari fitur-fiturnya. Itu sih sangat mudah, karena memang phablet ini sangat mengerti kebutuhan konsumen dan mudah digunakan. Ada “cerdas” yang lebih penting dari itu, yaitu tahu kapan dan di mana harus menyibukkan diri dengan si canggih ini.

[caption caption="Dalam Note 5 tersedia keyboard qwerty hardware untuk memudahkan pengetikan"]

[/caption]

Begini, banyak orang terkesan sangat suka bersosialisasi dan “gaul banget”. Mungkin memang mereka mempunyai banyak teman-teman yang hebat, dan sering mengadakan pertemuan di tempat-tempat yang mewah. Namun, tak jarang kita lihat yang berada di sana hanya raganya, sementara pikirannya tertuju pada gadget-nya. Mereka hanya terlihat bersama saat berfoto bersama, selebihnya mereka lebih sibuk “mengobrol” dengan teman-teman lainnya di media sosial, ketimbang bersama orang-orang yang saat itu sedang bersama dengan mereka. Istilah “jauh di mata, dekat di hati” seakan tak lagi berlaku lagi di masa sekarang. Yang jauh di mata justru lebih dekat di hati, sementara yang di dekat di mata malah mungkin jauh di hati karena kita lebih sering berkomunikasi dengan yang jauh.

Fenomena ini jadi lebih menyedihkan ketika terjadi di pertemuan keluarga. Di meja makan, misalnya. Ayah, Ibu, dan anak masing-masing sibuk dengan dunia mereka masing-masing. Tidakkah kita rindu dengan kehangatan obrolan bersama keluarga sebelum kecanggihan teknologi “merusaknya”? Ralat, bukan teknologi yang merusak, tapi kita yang kurang cerdas dan bijak menggunakannya.

Jadi, buat apa mempunyai gadget yang cerdas, kalau kita sendiri belum siap untuk menjadi pengguna yang cerdas? Buat apa punya teman banyak, keluarga yang hebat, kalau setiap waktu yang kita habiskan bersama mereka tidak lagi penuh momen yang bisa dikenang di dalam hati, bukan hanya dalam bentuk gambar?

Juga bagi kita yang bekerja di “kantor virtual”, sudahkah kita menjadi “pekerja” yang cerdas? Yang menjawab pertanyaan dan membalas surel dari klien atau rekan kerja secepat kita menerimanya, dan bukannya membiarkan mereka menunggu lama di “ruang tunggu virtual”? Sudahkah kita tahu informasi apa yang dapat kita bagikan dan apa yang harus kita simpan di media sosial? Apakah kita tetap dapat menjaga privasi klien kita, atau kita malah mengumbarnya dengan dalih “bercanda”, mengingat betapa mudahnya berbagi informasi di dunia maya saat ini?

Mudahnya begini: Buat apa mengganti gadget kita dengan yang baru, kalau tidak ada perubahan fitur yang berarti dibanding dengan gadget kita sebelumnya? Buat apa kita orang lain mempekerjakan kita, kalau ternyata kita tidak cerdas saat memperlakukan mereka dan tanggung jawab hanya kita anggap pengisi waktu luang saja?

Jadilah pengguna gadget luar biasa yang punya sikap luar biasa. Jadilah pemilik gadget yang keren yang bersikap “nggak malu-maluin”.

Buat apa biasa-biasa saja, kalau bisa menjadi dan memilih yang luar biasa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun