Mohon tunggu...
Harold Heydemans
Harold Heydemans Mohon Tunggu... karyawan swasta -

hanya seorang biasa dari bumi nyiur melambai yang ingin share tentang "cara pandang melihat dunia"

Selanjutnya

Tutup

Politik

Antara Pak Kades dan Pak Menteri

29 April 2013   15:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:25 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kepala Desa (KADES) dan Menteri sama-sama merupakan “pejabat negara” kendatipun mempunyai “antara” bagaikan langit dan bumi. Sebut saja soal gaji mereka : gaji Kades katanya paling besar hanya mondar-mandir di angka satu jutaan saja, itupun dibayarkan 2-3 bulan sekali. Sedangkan gaji Menteri katanya sekitar lima-belas kali lipat dari gaji pak Kades yaitu sekitar delapan-belasan juta rupiah belum termasuk tunjangan-tunjangan lain.

Soal fasilitas yang didapat, lebih fantastis juga "antaranya." Seorang menteri akan mendapat rumah dinas dan juga mobil dinas yang tergolong mewah. Pak Kades harus berpuas diri dengan kadang-kadang menjadikan rumah mereka sebagai kantor desa (baca : belum ada kantor desa atau kantor desa tidak layak jadi kantor) dan paling-paling mendapat motor.

Banyak lagi "antara-antara" yang lain, tetapi ada satu hal yang sepertinya sangat tidak adil antara Pak Kades dan Pak menteri yaitu : mundur-tidaknya kalau memutuskan Ikut Caleg di Pemilu tahun depan.

“Surat Keputusan Pemberhentian atau surat keterangan persetujuan pengunduran diri dari pejabat yang berwenang bagi kepala daerah, wakil kepala daerah, pegawai negeri sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah, Anggota DPR/DPRD Provinsi/DPRD Kabupaten/Kota, Penyelenggara Pemilu, DKPP, Panitia Pemilihan, Kepala Desa dan Perangkat Desa.” Demikian petikan salah satu kalimat di Peraturan KPU No 13 tahun 2013.

Pak Kades jelas disebutkan harus mengundurkan diri, tetapi entah karena lupa atau memang disengaja, Pak menteri tidak disebutkan harus mengundurkan diri. Hal ini kemudian menjadi pembenaran para menteri kemudian beramai-ramai ikut dalam pencalonan Legislatif tahun depan nanti.

Secara objektif, tentu peraturan ini adalah timpang. Seharusnya para menteri juga harus meninggalkan jabatannya apabila memutuskan akan mengikuti Pemilu Legislatif. Jabatan Eksekutif dan Legislatif normatifnya adalah 2 lembaga yang berbeda dan mempunyai perannya masing-masing. Bagaimanakah mungkin seseorang yang sedang memegang jabatan eksekutif tanpa mengundurkan diri sedang memperisapkan dirinya untuk masuk di lembaga legislatif?

Tetapi semua katanya harus kembali ke aturan, dimana tidak dilarang seorang menteri harus mundur jika maju bertarung di 2014 nanti. Hmmmm...... Pak Kades yang jadi caleg, harus kembali gigit jari dan makan ati..... x_x. www.hzh.co.in

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun