Mohon tunggu...
Siti Suharni
Siti Suharni Mohon Tunggu... Editor lepas - Suka menulis

ibu rumah tangga yang suka baca dan film India

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

KDRT dan Dilemanya: Perempuan Harus Berdaya!

21 Agustus 2024   12:56 Diperbarui: 21 Agustus 2024   16:37 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perempuan mandiri di era teknologi (Foto: Pexels/Mikhail Nilov)

Pekan-pekan bekalangan ini warganet Indonesia dibuat geram karena tindakan kekerasan yang menimpa seorang selebgram. Potongan video itu viral di berbagai platform medsos dan segera menuai kecaman.

Suami selebgram tersebut melakukan pemukulan bertubi-tubi sebagaimana terekam dalam kamera. Warganet tak habis pikir, dia yang melakukan perselingkuhan tapi kenapa pula dia yang justru memukul istrinya?

Warganet pun kompak mengutuk perilaku biadab suaminya. Bahkan seorang sahabat bloger sempat berseloroh, 

"Dia kan atlet anggar. Kenapa ga ditusuk aja pake pedang itu?!" tuturnya gemas. 

Alasan korban KDRT tak melawan 

Sayangnya, korban yang mengalami KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) tak bisa begitu mudah melawan suaminya. Bahkan misalnya ia seorang atlet bela diri dengan fisik yang relatif lebih kuat, misalnya, kadang melakukan perlawanan bukan perkara mudah. 

Jangankan melawan, sekadar mencurahkan keluhan kepada pihaka ketiga saja jadi tantangan tersendiri. Untuk berani speak up sungguh dibutuhkan keberanian besar karena ada risiko yang mengintai.

IG Live bergizi persembahan Cak Kaji
IG Live bergizi persembahan Cak Kaji

Saya mendapat sedikit pencerahan setelah mengikuti Instagram Live yang digelar Cak Kaji (Cangkrukan Kompasiner Jatim) pada Sabtu malam, 17 Agustus 2024. Dimulai pukul 19.00 WIB, IG Live kali ini menghadirkan Bu Zaitun Taher sebagai narasumber yang cukup resourceful.

Pematerinya memang kompeten sebab beliau seorang advokat sekaligus menjadi pengurus yang membidangi PPA (perlindungan perempuan dan anak) DPC PERADI SBY. Pengalamannya mendampingi korban KDRT sangat membantu.

Dari pemaparan Bu Zaitun, bisa disimpulkan bahwa alasan banyak korban KDRT, terutama perempuan, tidak melapor ke pihak berwenang adalah karena beberapa faktor.

Karena takut 

Alasan pertama karena takut. Perempuan merasa khawatir dan terancam karena suaminya melancarkan intimidasi terus-menerus disertai ancaman.

"Kalau kamu berani macam-macam, berani lapor atau cerita ke keluargamu, nanti kuginiin. Sekarang cuma kamu yang kena, nanti keluargamu ikut kena juga. Aku hancurin keluargamu!" ujarnya menirukan respons pasangan pelaku KDRT kepada korban.

Ancaman dan kekerasan berulang itulah yang menggerogoti kepercayaan diri sang istri. Lama-lama istri kehilangan jati dirinya, pupus kepercayaan dirinya dan itu sangat berbahaya.  

Tak ada support system 

Alasan kedua istri enggan melapor adalah karena tidak punya sistem support di dekatnya. Para korban kebingungan harus ke mana mengutarakan keluhan. Mengadu ke mana yang aman? Jangan-jangan kalau curhat, masalahnya malah jadi memuncak karena pendengar itu tak amanah.

Bahkan ada beberapa kasus, ketika mengadu kepada keluarga besar sendiri, istri malah diminta bersabar dan kembali kepada suaminya dengan anggapan KDRT itu adalah cobaan berkeluarga.

"Enggak, itu salah! Itu tindakan kriminal. Termasuk tindakan pidana," kata Bu Zaitun menanggapi KDRT yang seakan dinormalisasi sebagai bagian dari problem keluarga.

Tidak punya kemandirian

Alasan berikutnya perempuan enggan melaporkan KDRT adalah lantaran khawatir sokongan ekonomi atau nafkah akan dihentikan. Masalah kian pelik kalau sudah ada anak. Jika harus bercerai, anak biasanya ikut istri dan istri belum siap dengan kondisi ini. Tak mungkin ia menuntut nafkahsaat sudah berpisah karena traumatis dengan sosok suaminya.

Kemandirian juga erat kaitannya dengan sikap berdaya. Perempuan harus bisa berdaya dalam arti punya kemampuan ekonomi dan kematangan emosi. Agar ia bisa mengambil keputusan taktis saat dihadapkan pada KDRT. Jangan sampai dihimpit dilema.

Perempuan masa kini pandai

Bu Zaitun meyakini bahwa perempuan masa kini rata-rata pintar. Mereka tahu how to survive. Banyak hal bisa dikerjakan untuk mendapatkan penghasilan tanpa harus meninggalkan rumah. Jadi, anak tetap bisa dipegang.

Untuk bisa mencapai kondisi berdaya, perempuan harus belajar untuk tegas dan siap mengambil keputusan tersulit. Seperti kata Mbak Dian bahwa sikap berdaya tidak selalu mudah walaupun perempuan punya pendapatan.

Perempuan mandiri di era teknologi (Foto: Pexels/Mikhail Nilov)
Perempuan mandiri di era teknologi (Foto: Pexels/Mikhail Nilov)

Menurut Bu Zaitun, sifat manupulatif dan intimidatif pelaku KDRT yang membuat keberanian perempuan terkikis. Ujung-ujungnya, perempuan memilih diam dan menerima nasib sebagai samsak KDRT sepanjang perkawinannya--sebagaimana terjadi pada selebgram tersebut yang lima tahun mendapat perlakuan kasar.

Jika KDRT terjadi, Bu Zaitun mengajak agar perempuan korban KDRT untuk berani speak up minimal kepada lingkup terdekatnya, misalnya sahabat yang dipercaya.

Bisa pula langsung unit perlindungan perempuan dan anak di daerah masing-masing untuk mendapatkan konsultasi atau mediasi. Untuk wilayah Jatim, ada nomor kontak yang bisa duhubungi: Komnas Anak Jatim 0813 3130 4008.

Selain itu, manfaatkan Layanan Sapa sebagai berikut. Ayo sebarkan pesan tentang semangat keluarga tanpa kekerasan, agar masyarakat damai dengan insan yang pikirannya maju tanpa tendensi manipulasi atau intimidasi.

Jangan tersiksa dilema.
Jangan tersiksa dilema.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun