Mohon tunggu...
Siti Suharni
Siti Suharni Mohon Tunggu... Editor lepas - Suka menulis

ibu rumah tangga yang suka baca dan film India

Selanjutnya

Tutup

Surabaya Pilihan

Saatnya Kopi Nusantra Berjaya di Dunia: Catatan dari Coffee Talk Surabaya

13 Juli 2024   20:44 Diperbarui: 14 Juli 2024   11:53 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memeriahkan Java Coffee Culture demi angkat pamor kopi Nusantara (Dok. pribadi)

Secangkir kopi rupanya bukan sekadar minuman biasa. Pernah baca sebuah tagar di Instagram: #nocoffeenoworkee, yang segera menyiratkan betapa kuat pengaruh kopi sebagai booster mood bekerja. 

Saking hebatnya daya ungkit kopi, di Pinterest saya bahkan pernah menemukan sepenggal kutipan:

"Behind every successful person is a substantial amount of coffee." 

Di balik orang sukses ternyata diwarnai entah berapa cangkir kopi -- mungkin sebagai pemantik percakapan atau pendongkrak kreativitas.

JCC dan Festival Peneleh

Itulah sebabnya saya tak menyia-nyiakan kesempatan kongko bareng Cak Kaji (Cangkrukan Kompasiner Jatim) dalam perhelatan penting di Surabaya, 6 Juli 2024 kemarin.

Kami hadir untuk memeriahkan perhelatan Java Coffee Culture (JCC) berupa Coffee Talk yang sangat seru. JCC digelar bersamaan dengan Festival Peneleh 2024 oleh Bank Indonesia Jatim bekerja sama dengan Pemkot Surabaya.

Dua event ini digelar sebagai bentuk kolaborasi guna memperkenalkan nilai, sejarah, dan filosofi kopi Jawa serta mempromosikan Kamung Wisata Sejarah Peneleh. 

Selama ini Pulau Jawa telah menjadi sentra penghasil kopi dengan produksi menyentuh angka 97,9 ribu ton atau setara 13% dari kapasitas kopi nasional.

JCC dan Festival Peneleh untuk peningkatan ekonomi kreatif Jatim
JCC dan Festival Peneleh untuk peningkatan ekonomi kreatif Jatim

Kopi-kopi yang dipanen di Jawa kemudian diekspor ke sejumlah negara antara lain Mesir, Jepang, Italia, Uni Emirat Arab, dan negara jiran Malaysia. Uniknya, 86% dari biji kopi yang diekspor itu didominasi oleh kopi asal Jawa Timur. Tak heran jika BI Jatim memilih Surabay sebagai tuan rumah.

Apalagi ada Peneleh yang merupakan kawasan dengan daya tarik historis yang perlu dikembangkan sebagai kawasan wisata sejarah. Di kawasan ini, misalnya, terdapat rumah HOS Tjokroaminoto yang juga menjadi tempat tinggal Bung Karno semasa remaja.  

Nantinya, baik kopi maupun Peneleh bisa meningkatkan ekonomi kreatif berkelanjutan di Jawa Timur. Lewat Coffee Talk dan showcase UMKM kopi, harapannya diversifikasi produk olahan kopi Jawa kain dikenal luas hingga mancanegara dan mendongkrak ekonomi lokal.

Coffee and Community

Dalam talk show yang dimulai pukul 09.30, Muhammad Aga yang mendapat giliran pertama sebagai narasumber mengatakan bahwa kopi sudah lama dikenal lebih dari sekadar minuman. Kopi punya kekuatan untuk menyatukan banyak orang dengan latar berbeda. Mampu menjalin koneksi dan membangun semangat berkomunitas.

Tak heran jika tema yang diusung dalam JCC tahun ini adalah “Sinergi dalam Secangkir Kopi Pengupas Potensi Ekonomi & Harmoni Bangsa." Kopi bisa menjadi perekat sosial dan pemberdaya secara finansial.

Muhammad Aga dalam Coffee Talk Surabaya (Dok. BI Jatim)
Muhammad Aga dalam Coffee Talk Surabaya (Dok. BI Jatim)

Aga yang merupakan pramukopi atau barista dengan banyak penghargaan ternyata pernah mengalamai kegagalan dalam tes Q-grading. Dan itu biasa, justru dari sana ia belajar mengenal kopi dan industrinya.

Pemilik Kopikalyan Roastery ini mengingatkan bahwa jika ingin serius menggeluti bisnis kopi, hal pertama yang perlu dipahami adalah market atau pasarnya. 

Kalau membidik pasar ceruk, maka specialty grade pilihannya. Yang digarap adalah eksplorasi rasa dan pengalaman menikmati kopi berbagai varian juga proses pengolahan. Tak heran kalau harganya lebih mahal karena stoknya pun tak banyak.

Ini berbeda dengan commercial grade yang pasokannya berlimpah tapi konsisten rasa yang disajikan kepada pasar lebih luas. Fokusnya adalah produksi minuman kopi secara cepat dan dalam jumlah besar. Maka harganya pun lebih terjangkau.

Yang taak kalah penting, masih menurut Aga, pebisnis kopi haruslah mendekati komunitas pencinta kopi. Percuma kualitas bagus tapi pasar lemah. Pasar harus kuat dengan membangun community yang akan menjadi pelanggan loyal. 

Minum kopi adalah pengalaman

Mengamini Aga, ketua Aprindo Roy N. Mandey menyatakan bahwa bisnis kopi bukan sekadar menjual minuman, melainkan menyajikan pengalaman. Jadi, kopi nikmat saja tidak cukup -- harus dikemas dengan pengalaman yang khas atau unik.

Roy N. Mandey optimistis tentang potensi kopi Nusantara di pasar dunia. (Dok. BI Jatim)
Roy N. Mandey optimistis tentang potensi kopi Nusantara di pasar dunia. (Dok. BI Jatim)

Saat ini penikmat kopi berada di third wave yakni pembeli bukan cuma minum sebagai konsumen, melainkan tertarik mengulik asal usul kopi, teknik pengolahan, dan bahkan isu lingkungan yang menyertainya. 

Roy mengaku pasar ekspor kopi masih terbuka lebar untuk kancah dunia. Kopi Nusantara punya keragaman yang unik dan bisa memikat penikmat kopi global, tepat seperti tema talk show kemarin. Aprindo membuka kesempatan bagi UMKM yang ingin menjajaki pasar ekspor lewat komunitas untuk difasilitasi dan dibina bersama Bank Indonesia. 

Salah satu kiat memasuki pasar ekspor menurut Roy adalah mengadaptasi strategi rantai pasokan untuk mengoptimalkan efisiensi biaya dan daya tanggap pasar. KIta bisa mencontoh eksportir dari negara lain sebagai pembelajaran.

UMKM Kopi untung dari Bandung

Pada kesempatan terakhir, tampillah Pak Wildan Mustofa yang merupakan pemilik CV Frinsa asal Bandung. UMKM ini telah menyabet banyak penghargaan tingkat dunia dan sangat layak dicontoh sepak terjangnya, baik dari pengelolaan kebun kopi berbasis rakyat maupun penetrasi pasar dunia.

Wildan Mustofa dari CV Frinsa, UMKM kopi Bandung yang sukses tembus pasar dunia (Dok, BI Jatim)
Wildan Mustofa dari CV Frinsa, UMKM kopi Bandung yang sukses tembus pasar dunia (Dok, BI Jatim)

Mula-mula Wildan menuturkan keuntungan Indonesia yang terletak di garis khatulistiwa. Hal ini membuat produksi kopi bisa dipanen selama dua musim, sehingga bisa dijual ke luar negeri tanpa jeda.

Namun, menurut dia, ada satu PR besar dalam pengembangan bisnis yang paling mendesak yaitu peningkatan produktifitas lahan kopi di Indonesia. Selama ini negara kita konsisten berada di urutan keempat produsen utama setelah Brazil, Kolombia, dan Vietnam. 

Jika Brazil menggunakan teknologi tinggi dalam perkebunan kopi, maka Kolombia menerapkan kebijakan replanting kopi secara massal di seluruh negaranya. Ini yang belum Indonesia miliki, kebijakan sentral untuk mengoptimalkan poduksi kopi Nusantara. 

Sejauh ini sebanyak 99% kebun kopi dikelola oleh rakyat berbasis UMKM, yang berdampak pada jalan sendiri sendiri. Inilah pentingnya kolaborasi untuk mencapai tujuan ekspor kopi yang memadai. 

Keterlibatan komunitas dan UMKM bisa mengangkat pamor kopi Nusantara (Dok. BI Jatim) 
Keterlibatan komunitas dan UMKM bisa mengangkat pamor kopi Nusantara (Dok. BI Jatim) 

Untuk itu, kita bisa mencontoh negara lain dalam urusan produktivitas, efisiensi, juga inovasi bagi kopi Nusantara. Selain itu, kendala UMKM kopi yang dirasakan Wildan adalah kurangnya pembiayaan dari bank karena biaya pengolahan dan pengiriman kopi ke luar negeri yang cukup besar.

Dari perhelatan Java Coffee Culture ini, kita patut optimistis bahwa kopi lokal yang kaya rasa dan varian biasa bersaing di pasar global. Itu semua bisa terwujud berkat sinergi semua pihak tanpa memandang besar kecilnya unit usaha atau latar pengusaha. Bravo kopi Nusantara!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Surabaya Selengkapnya
Lihat Surabaya Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun