Mohon tunggu...
Siti Suharni
Siti Suharni Mohon Tunggu... Editor lepas - Suka menulis

ibu rumah tangga yang suka baca dan film India

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Alasan Generasi Milenial dan Gen Z Harus Belajar Bahasa Jepang

29 Agustus 2023   06:46 Diperbarui: 29 Agustus 2023   17:13 713
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jepang memiliki hubungan kerja sama dengan Indonesia. (Sumber: kilasbandungnews.com)

Setiap tahun lulusan sekolah formal di Indonesia, baik SD, SMP, SMA hingga Perguruan tinggi jumlahnya sangat besar. Mereka bersaing untuk mendapatkan tempat dalam dunia kerja yang jumlahnya tidak sebanding dengan penyerapan lulusan sekolah.

Sebuah laporan dari Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan bahwa jumlah pengangguran di Indonesia adalah sebanyak 9,1 juta orang per Agustus 2021. Adapun data per Februari 2023, masih ada 7,99 juta pengangguran di mana angka ini adalah 5,45% dari total angkatan kerja per tahun sebesar 146, 62 juta tenaga kerja.

Meski kita patut bersyukur karena terjadi penurunan, persoalan tenaga kerja ini masih tetap menjadi persoalan besar dan membutuhkan penanganan tersendiri. 

Prospek baik harus dimanfaatkan (Sumber: indonesiabaik)
Prospek baik harus dimanfaatkan (Sumber: indonesiabaik)

Persoalan utama yang paling banyak ditemui terkait tenaga kerja adalah skill atau kemampuan kerja yang masih kurang dikuasai oleh calon tenaga kerja di Indonesia, termasuk skill bahasa asing. Oleh karena itu, setiap lulusan sekolah selayaknya mempersiapkan diri dengan bekal keterampilan atau kemampuan sesuai yang dibutuhkan apabila ingin berkarier di suatu bidang pekerjaan dan menambahnya dengan kemampuan bahasa asing yang baik dan relevan.

Salah satu skill bahasa yang patut untuk dimiliki dan dipertimbangkan untuk dikuasai saat ini adalah bahasa Jepang. Mengapa harus belajar bahasa Jepang? Ada beberapa alasan bahwa bahasa Jepang sangat strategis dan cukup realistis untuk dikuasai, khususnya di dalam kondisi perkembangan dunia global saat ini.

Peta lokasi Kota Hamamatsu, Jepang. (Sumber: techvisit-hamamatsu.com)
Peta lokasi Kota Hamamatsu, Jepang. (Sumber: techvisit-hamamatsu.com)

Mengapa harus belajar bahasa Jepang?

Salah satu orang yang peduli dengan kondisi tersebut adalah Edis Jun. Ia yang terlahir dalam keluarga yang buta huruf dan memiliki latar belakang pendidikan hanya sampai SMA merasakan keterbatasan pilihan pekerjaan.

Namun, semua berubah ketika ia mendapatkan kesempatan untuk Belajar Bahasa Jepang gratis dari sebuah LPK di Cibitung, Kabupaten Bekasi. Edis mengajar bahasa Jepang di LPK tempatnya belajar hingga mendapatkan kompetensi sebagai junior instructor dari BNSP.

Dari bahasa Jepang inilah pintu peluang baginya terbuka lebar meski ia tidak memiliki ijazah pendidikan tinggi. Berkat bahasa Jepang juga ia memperoleh pekerjaan di perusahaan asing asal Jepang di kawasan SCBD, Jakarta. Jalan hidupnya semakin lama mengarahkannya ke sebuah perusahaan Jepang yang merekrut Edis langsung untuk bekerja di Kota Hamamatsu, Prefektur Shizuoka, Jepang.

Kota Hamamatsu Jepang memiliki hubungan sebagai sister city dengan Kota Bandung. (Sumber: denditour.com)
Kota Hamamatsu Jepang memiliki hubungan sebagai sister city dengan Kota Bandung. (Sumber: denditour.com)

Dengan latar belakang kehidupannya yang penuh dinamika tersebut tak heran jika Edis memiliki kepedulian dengan bahasa Jepang selama hampir 12 tahun ini. Setelah memiliki jaringan kerja (network) dan kepercayaan yang didapatkannya di sana, maka ketika ia pulang dari Jepang di tahun 2015, Edis membangun PT WaGoMu Kreatif Asia. Ia bertekad menghancurkan tembok besar bernama "bahasa Jepang" yang menganggap bahasa Jepang itu susah dan mahal.

Ia membangun sebuah lembaga belajar bahasa Jepang yang dinamakan WaGoMu #JapaneseClass dengan mencoba menghancurkan dan mengubah asumsi bahwa belajar bahasa Jepang itu "mahal" dan "susah" menjadi "gampang, menyenangkan, dan terjangkau oleh siapa pun". 

Tujuan atau misinya adalah untuk menghubungkan Indonesia - Jepang melalui kreativitas dan teknologi. Jepang dengan aging population dan Indonesia dengan masalah unemployment ini seharusnya bisa jadi puzzle yang saling melengkapi sehingga masalah kedua negara ini selesai.

Jepang dan posisinya dalam peta dunia saat ini

Generasi milenial adalah mereka yang lahir sekitar tahun 1980-1995. Mereka memiliki daya kreatif dan berjiwa bebas, keingintahuan yang tinggi, percaya diri, adaptif, selalu mau belajar, dan menjadi generasi yang paling banyak membaca buku. Adapun generasi Z adalah mereka yang lahir sekitar tahun 1997-2000-an dan dinilai sebagai generasi yang mahir digital, percaya diri, ambisius, mempertanyakan otoritas, banyak berbahasa gaul, rasa ingin tahunya tinggi, dan lebih sering menghabiskan waktu sendiri.

Kesamaan dari kedua generasi ini antara lain percaya diri, keingintahuan yang tinggi, generasi yang mahir digital (no gadget no life), suka yang praktis, serbacepat (satset), dan instan tetapi mudah diserang depresi dan anxiety (kecemasan).

Faktor-faktor ini sangat paradoks karena menjadikan mereka di satu sisi memiliki jiwa rentan, tetapi juga di sisi lain memiliki daya yang cukup tinggi untuk meraih sesuatu yang mereka inginkan. Oleh karena itu, dunia kerja yang mulai banyak dilirik oleh kaum milenial dan gen Z adalah bidang-bidang kreatif dan tidak lagi peduli pada hal-hal yang bersifat formal. Skill atau keterampilan yang dirasa harus dikuasai akan dengan senang hati mereka kejar demi mencapai impian mereka.

Pada sisi inilah faktor bahasa menjadi sangat penting karena menjadi jembatan mereka mencari bekal untuk memperoleh bidang yang mereka minati. Akan tetapi, di zaman internet yang menjadikan dunia semakin mengecil, kemampuan bahasa Inggris saja sudah tidak cukup. Mereka dituntut menguasai bahasa asing lainnya yang bisa mempermudah akses mereka mencari skill di bidang yang spesifik.

Jepang memiliki hubungan kerja sama dengan Indonesia. (Sumber: kilasbandungnews.com)
Jepang memiliki hubungan kerja sama dengan Indonesia. (Sumber: kilasbandungnews.com)

Alasan Edis Jun memfokuskan diri pada bahasa Jepang agaknya telah terjawab. Kemampuan berbahasa Jepang merupakan salah satu solusi bagi mereka yang ingin berkarier di Jepang, sebuah negara yang memiliki masalah aging population di mana mereka kini membutuhkan banyak tenaga kerja, sedangkan Indonesia memiliki masalah pengangguran dan membutuhkan tempat yang mampu menyerap tenaga kerja tersebut.

Jepang memiliki teknologi canggih dan budaya yang terbilang unik. Dua hal ini sudah jelas membuka peluang di bidang industri mesin atau otomotif dan industri pariwisata. Bagi para pelajar atau mahasiswa, Jepang juga banyak menawarkan program schoolarship (beasiswa). Peluang yang demikian besar ini tidak bisa dijembatani selain dengan kemampuan berbahasa Jepang yang andal.

Bagaimana WAGOMU menjadi gelang karet antara dua negara?

“Mas Xi, gambarmu mau dibeli sama teman ayah di Jepang. Boleh nggak? Dia seorang dosen di Jepang.” Demikian perkenalan awal buah hati kami dengan “sesuatu” yang berbau Jepang. Gambar hasil karya Xi dibeli dengan harga yang baginya terbilang sangat fantastis dibanding dengan jumlah uang sakunya sebulan. 

Doodle tentang Covid-19 yang dibeli dosen di Jepang (Foto: dok. pri)
Doodle tentang Covid-19 yang dibeli dosen di Jepang (Foto: dok. pri)

Itu pun masih ditambah dengan kiriman paket dari sang dosen di Universitas Waseda tersebut berupa alat menggambar yang sangat bagus dan mewah. “Aku jadi pengen belajar bahasa Jepang, Yah. Susah nggak sih?”

Seketika kami berpikir bahwa belajar bahasa Jepang itu, jujur saja, sering kali berbiaya mahal, susahnya minta ampun, dan mungkin sulit bagi kami mengakses tempat belajar bahasa Jepang yang bagus. Bayangan untuk meraih cita-cita bisa belajar dan berkarier atau bahkan sekadar berkunjung ke Jepang jadi tampak begitu mustahil.

Pemikiran itu agaknya perlu diubah ketika seorang Edis Jun memberi jaminan bahwa ia memiliki metode pengajaran bahasa Jepang yang diklaimnya sebagai yang tercepat dan satu-satunya di dunia. WaGoMu #JapaneseClass yang menjadi platform bahasa Jepang otodidak menjamin para siswanya bisa menguasai bahasa Jepang (level N4) dalam waktu 15 hari di mana di tempat lain bisa membutuhkan waktu minimal tiga bulan.

Melalui teknik unik Wagomu, seperti menggunakan KANA Card, kita yang belum memiliki kemampuan sedikit pun bisa membaca Hiragana dan Katakana cukup dalam waktu satu jam.

KANA Card yang unik (Sumber: dok. Wagomu)
KANA Card yang unik (Sumber: dok. Wagomu)

Mengenai kendala biaya, Kang Edis memberi solusi bahwa jika ingin belajar mudah dan gratis, kita bisa melihat pembelajaran Wagomu melalui YouTube. Akan tetapi, jika kita ingin memiliki kemampuan minimal bisa membaca koran di sana atau ikut kuliah di kampus Jepang, maka level Nihongo (N) yang harus kita kuasai adalah setingkat N3 dari secara keseluruhan level N5-N1.

Belajar bahasa Jepang asyik dan menarik tanpa bikin panik

Belajar ala Wagomu memang sangat cocok dengan pola karakter generasi milenial dan gen Z yang menyukai kepraktisan. Kita dipandu oleh mentor profesional minimal berlevel N2 (atau native speaker) untuk menguasai 25 bab pada Minna no Nihongo melalui grup WhatsApp yang interaktif. Kepraktisan belajar bahasa Jepang bisa diperoleh tanpa meluncur ke tempat kursus secara fisik sehingga kita bisa lebih produktif dan efisien. 

Meski belajar bahasa Jepang dengan santai, Wagomu dirancang dengan target yang jelas. Itulah sebabnya Edis berujar, "Jangan masuk lembaga mana pun sebelum mencapai level N4!" kini bukan sekadar angan-angan. Edis mewanti-wanti agar para pembelajar bahasa Jepang tidak tertipu dengan lembaga yang tidak memiliki value Japanese Class. Ia bertekad untuk meningkatkan akselerasi agar siswa atau tenaga kerja dari Indonesia memiliki standar level bahasa Jepang yang mumpuni. 

Peluang kerja di bidang industri sangat terbuka di Jepang. (Sumber: japantravel.id)
Peluang kerja di bidang industri sangat terbuka di Jepang. (Sumber: japantravel.id)

Targetnya, pendatang dari Indonesia sedikitnya memiliki level terendah N2. Hal tersebut bukannya tanpa alasan. Kemampuan berbahasa yang rendah sering kali juga bisa menjadi kendala komunikasi yang tersendat dan pada akhirnya terjadi perlakuan-perlakuan yang tidak diinginkan seperti perundungan (bullying).

Menemukan Wagomu ibarat mendapat permata yang berharga karena belajar bahasa Jepang kini bukan lagi sebuah halangan. Cita-cita untuk menguasai bahasa Jepang dan meniti karier di Negeri Sakura itu pun bukan lagi sekadar mimpi. Anak milenial dan gen Z yang suka hal-hal praktis dan serbainstan tak lagi sulit belajar bahasa Jepang karena Wagomu membuat belajar semakin mudah dan santai, tetapi mendapatkan hasil yang serius. Anda juga pasti menginginkan yang terbaik, bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun