Mohon tunggu...
Siti Suharni
Siti Suharni Mohon Tunggu... Editor lepas - Suka menulis

ibu rumah tangga yang suka baca dan film India

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

Selaksa Asa Heri Chandra Santoso Merawat Sastra di Desa

18 Agustus 2023   11:25 Diperbarui: 18 Agustus 2023   16:42 803
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masyarakat Desa Boja belajar literasi dan sastra bersama KLM. (Foto: Profil Penerima Satu Indonesia Award 2011)

Heri telah mengawal Komunitas Lereng Medini lebih dari 15 tahun. (Foto: Satu Indonesia Awards)
Heri telah mengawal Komunitas Lereng Medini lebih dari 15 tahun. (Foto: Satu Indonesia Awards)

Sastra, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dimaknai dengan “bahasa (dalam hal ini adalah kata-kata atau gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari)”. Dengan demikian, sastra merupakan bacaan atau tulisan yang memiliki keistimewaan, nilai ketinggian, keagungan, atau kehalusan dan sangat berharga. Karya sastra diwujudkan dalam bentuk imajinatif dengan alur cerita yang sistematis di mana kebanyakan cerita berdasarkan kehidupan nyata.

Jenis karya sastra itu sendiri dibagi tiga, yaitu prosa, puisi, dan drama. Prosa adalah karya sastra yang berbentuk cerita naratif sehingga lebih mudah dipahami. Prosa memiliki dua bentuk, yaitu cerpen dan novel. Puisi merupakan karya sastra yang dominan dengan estetika bahasa yang terkandung di dalamnya. Puisi tidak lepas dari rima, diksi, lirik, bait, dan lain-lain.

Adapun drama adalah karya sastra yang diciptakan dalam bentuk cerita, kemudian disajikan dalam bentuk pertunjukan (gerak atau aksi). Masalahnya, bagaimana sastra mampu menjadi bagian dari proses membangun kembali peradaban masyarakat yang kini tengah bergulat dengan pesatnya dampak arus teknologi dan informasi di segala bidang? 

Keindahan kebun teh di lereng Medini (Foto: sonora.id)
Keindahan kebun teh di lereng Medini (Foto: sonora.id)

Adalah Heri Chandra Santoso, salah satu sosok yang memiliki concern untuk membumikan sastra di masyarakat tempat tinggalnya, Desa Boja. Hingga hari ini ia masih terus menapaki langkah merawat sastra di pelosok desa sejuk yang berada di atas ketinggian sekitar 2.050 mdpl di wilayah Gunung Ungaran, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah itu.

Sastra, di mata seorang Heri yang merupakan lulusan Fakultas Sastra (kini Fakultas Ilmu Budaya),Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Diponegoro, Semarang, tidak hanya dimonopoli oleh segelintir orang. Sebagaimana halnya masyarakat kota, penduduk desa yang berkiprah di bidang pertanian, perkebunan, dan peternakan juga sangat berhak untuk bersastra. 

Lebih dari sekadar mencintai rangkaian kata, mempelajari, dan menikmatinya, Heri merasa sastra bisa menjadi salah satu instrumen atau sarana untuk menjahit kembali nilai-nilai kebaikan sekaligus keindahan jiwa, baik di desa maupun di kota.

Sesungguhnya terdapat banyak sekali fungsi sastra dalam kehidupan yang mungkin masih belum diketahui oleh masyarakat luas, di antaranya fungsi rekreatif yang memberi rasa senang, gembira serta menghibur; fungsi didaktif, yaitu menjadi sarana atau media untuk menyampaikan nilai-nilai kebaikan; fungsi estetis yang memberi keindahan, baik dari bahasa hingga alur cerita serta fungsi moralitas maupun religius. 

Halus dan indahnya suatu karya sastra yang ditulis atau dibaca bahkan bisa menjadi katarsis dari pergulatan batin atau ketegangan emosional dalam diri seseorang. Tak heran jika membaca dan menulis pun sering kali menjadi terapi dan pengobatan bagi mereka yang mengalami tekanan dalam jiwa sehingga merawat kesehatan mentalnya.

Komunitas Lereng Medini Menata Langkah Awal

Heri yang menceritakan lika-liku perjalanannya melalui chat lewat Whatsapp memaparkan bahwa ia merintis langkah pertamanya dengan membuka perpustakaan gratis bernama Pondok Maos Guyub (sering disebut Guyub) pada tahun 2006. Perpustakaan ini memanfaatkan sebuah rumah di Jalan Raya Bebengan 221, Bebengan, Desa Boja milik Sigit Susanto –sesama penggagas Komunitas Lereng Medini (KLM)– yang saat ini bermukim di Swiss. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun