"AYAH, ANGPAU lebaranku boleh dipakai untuk beli buku 100 Filosofi gak? Ada dua seri, Barat dan Timur," tanya My12YO saat kami sekeluarga sedang santai berkumpul sambil menikmati camilan.
Adiknya, My10YO segera menyahut, "Aku juga pengen beli buku Ensiklopedia Junior yang Seri Pesawat, Yah."
Ayah mereka cuma kasih senyum sambil bertanya, "Boleh. Memang uangnya masih banyak ya?
"Masih, Yah. Sisanya nanti mau ditabung di bank. Buat masa depan," ujar MY12YO sambil berkonsentrasi menghitung uang di celengannya.
Ayah mereka tergelak mendengar jawaban itu, sedangkan aku cuma bisa nyengir aja karena investasi bodong angpau lebaran yang viral di medsos ternyata enggak bisa diterapkan untuk kedua krucil itu.
Siasat jitu dalam membeli buku
Belakangan ini kami sebagai orangtua kadang mulai kewalahan karena kedua krucil sering mengisi buku-buku wishlist mereka di marketplace.Â
Rupanya buku-buku koleksi mereka yang berada di rak buku sudah selesai dibaca, bahkan hingga berulang kali.Â
Mereka menginginkan buku-buku baru yang sudah menjadi incaran. Pandemi bahkan tampaknya membuat kami seperti "kelaparan" mengonsumsi buku-buku.
Seiring makin sering mereka membaca buku, selera mereka terhadap buku bacaan juga semakin selektif. Buku-buku yang isi serta sampulnya bagus memang sebanding dengan harganya yang terasa lumayan berat di kantong kami.Â
Oleh sebab itulah kami menyiasati dengan berbagai cara agar krucil tetap bisa membaca buku kesukaan mereka tanpa menguras kantong hingga bolong.
Beberapa cara sudah mereka terapkan untuk mendapatkan buku-buku bacaan yang mereka sukai, di antaranya menyisihkan uang saku, menabung uang hasil dari hadiah lomba, angpau, atau menjual buku lama untuk membeli buku baru, dan meminjam buku di Perpustakaan Daerah (luring) atau di aplikasi iPusnas (daring).
Suka buku seperti candu
Kegemaran mereka membaca buku sering kali membuat heran orangtua di lingkungan kami, baik di rumah, di sekolah, atau di lingkungan keluarga besar dan teman-teman kami.Â
Mereka sering bertanya bagaimana caranya hingga kedua buah hati kami tersebut bisa gemar membaca.Â
Setiap kali bepergian atau mengisi waktu luang, bahkan hingga menjelang tidur, buku selalu menemani mereka. Mereka tidak bisa tidur tanpa buku menemani samapai akhirnya mereka terlelap.
Para orangtua ingin mengetahui tips membuat anak suka membaca dan mereka terapkan pada anak-anak mereka.Â
Sebenarnya, tidak ada hal istimewa yang kami lakukan pada krucil kami terkait dengan buku. Hanya saja semua memang berawal dari suatu titik.
Kami memiliki karakter dan kegemaran yang berbeda. Namun pola pikir, visi, dan misi mengenai dunia literasi sudah sama-sama kami miliki sejak awal pernikahan. Hal inilah yang kami anggap paling penting sebagai fondasi awal.Â
Dari komitmen yang kami satukan inilah terbentuk pola parenting yang menjadi dasar bagi keluarga kami, khususnya dalam kegiatan membaca.
1. Role model
Orangtua, dalam hal ini kami, harus siap menjadi role model atau sosok yang suka membaca. Anak-anak merupakan peniru yang ulung. Orangtua yang suka atau sering terlihat membaca akan difotokopi oleh anak-anaknya.Â
Sering kali kami mengatakan bahwa akan berat untuk melatih anak-anak untuk membaca jika mereka jarang atau tidak pernah melihat orangtuanya membaca.Â
Jadi, mulailah dari titik ini lebih dulu untuk memberi pengaruh budaya membaca pada anak-anak dalam keluarga.
2. Atmosfer membaca
Sebagai ibu, saya percaya bahwa sosok ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Melingkupi atmosfer membaca sejak bayi dalam kandungan juga termasuk dalam pola pendidikan dan parenting yang saya anggap sangat penting.Â
Oleh karena itu, kegiatan saya membaca buku memberi dampak yang luar biasa terhadap kebiasaan membaca krucil kami.Â
Atmosfer membaca bisa diciptakan dengan mengajak mereka berkunjung ke taman baca, perpustakaan daerah, atau momen-momen literasi.
3. Read aloud
Membacakan buku saat anak-anak berada pada masa keemasan (golden age) merupakan kegiatan yang berdampak sangat signifikan.Â
Meskipun belum bisa membaca, anak-anak yang terbiasa dibacakan buku oleh orangtuanya memiliki kemampuan otak dan kecerdasan yang berkembang dengan baik. Pengalaman ini juga menciptakan bonding atau ikatan yang erat antara anak dengan orangtuanya.
4. Literasi membaca sesuai usia
Memperkenalkan dunia literasi membaca hendaknya sesuai usia dan kesiapan anak. Dengan demikian kami membekali diri dengan pengetahuan buku-buku yang sesuai dengan perkembangan usia anak-anak.Â
Kami tidak pernah memaksa mereka belajar membaca. Bahkan merekalah yang memaksa kami mengajari mereka.Â
Pernah suatu ketika, si sulung yang waktu itu berusia sekitar empat tahun duduk di hadapan sebuah buku hingga larut malam dengan raut sedih.Â
Ternyata ia sangat ingin mengetahui isi teks dalam buku tersebut. Akhirnya ia bersikeras memulai belajar membaca agar ia bisa mengetahui isi bacaan bukunya tanpa perlu menunggu kami membacakan untuknya.
5. Aku suka bukuku
Salah satu hal yang menyenangkan bagi mereka adalah memilih buku yang mereka sukai. Cara ini membuat mereka merasa istimewa dan dihargai. Membebaskan jenis atau tema buku sesuai minat mereka juga memberikan ruang yang cukup bagi perkembangan karakternya.Â
Kedua anak kami memiliki kecenderungan minat yang berbeda sehingga perlu masing-masing didukung dengan buku-buku yang tentu juga berbeda.Â
Si sulung menyukai fiksi sedangkan si bungsu menyukai sains populer. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan juga mereka saling bertukar buku bacaan, misalnya karya Enid Blyton atau buku-buku lain yang menarik dan memperluas wawasan.
6. Jadwal membaca yang fleksibel
Mungkin poin inilah yang agak sulit bagi kami untuk diterapkan. Jika sudah larut dalam kegiatan membaca, apalagi buku yang sangat menarik, sering kali kami menjadi lupa waktu.Â
Bagaimanapun, disiplin waktu tetap harus diterapkan karena membaca perlu fokus agar bisa memahami isi bacaannya.Â
Kami memasukkan kegiatan membaca buku secara khusus di sela-sela jadwal harian yang lain. Hari libur menjadi hari yang memiliki keleluasaan karena waktu untuk membaca relatif lebih banyak dari hari biasa.
7. Buku istimewa untuk momen istimewa
Saat berulang tahun, mendapat prestasi tertentu, atau ketika melalukan perjalanan, krucil kami berikan buku-buku yang mereka sukai sebagai hadiah atau bekal perjalanan.Â
Buku itu akan menjadi hal yang spesial bagi mereka dan akan dibawa ke mana pun serta menjadi teman yang membuat mereka tidak bete ketika mereka mengalami hal-hal yang kurang nyaman.
8. Mengulas buku bikin haru
Saat family time, kami sering mengobrol atau berdiskusi tentang banyak hal. Mulai dari yang ringan hingga relatif berat. Di sela-sela obrolan tersebut, krucil kami sering mengutip hal-hal yang mereka jadikan referensi.Â
Nah, kami secara bergantian memancing mereka untuk menceritakan atau menjelaskan hal tersebut.Â
Dari kegiatan ini kami menyadari bahwa semakin banyak dan beragam buku yang telah mereka baca, hal itu turut melatih daya kritis dan nalar yang mereka miliki.Â
Bahkan saking detailnya, si bungsu kini memiliki kebiasaan baru mengedit teks-teks di buku yang menurutnya rancu dan memiliki editan yang kurang baik. Hadeuh, mungkin darah editor sudah menitis pada mereka. Entah kami harus sedih atau gembira.
9. Tidak membatasi jenis buku
Kami memberikan kebebasan kepada krucil kami untuk membaca beragam jenis buku. Salah satu yang kami target sejak awal adalah kecintaan mereka terhadap buku dan membaca.Â
Oleh karena itu, mereka bebas untuk membaca jenis buku apa saja, seperti cerita bergambar, pop up, komik, novel, dan lain-lain. Perkembangan bahan bacaan akan terbentuk sesuai perkembangan usia dan kebutuhan mereka terhadap konten bacaannya.Â
Pandangan bahwa buku-buku komik kurang layak untuk dibaca oleh anak-anak agaknya harus direvisi. Tidak jarang anak yang memulai membaca dari komik kini memiliki kegemaran membaca yang tinggi. Yang penting tema atau topik dipastikan aman sesuai usia dan minat mereka.
10. Sambil membaca belajar menulis
Ibarat mengisi bejana dengan air, suatu saat air akan tumpah karena bejana sudah penuh sehingga membutuhkan bejana lain untuk menampung airnya.Â
Begitu pula dengan membaca. Setelah banyak membaca, kedua krucil membutuhkan wadah untuk menampung ide atau hasil bacaan mereka. Kami memberikan solusi dengan memberikan wadah berupa diari. Di sana mereka bisa mencurahkan hasil bacaan, pemikiran, bahkan pengalaman.Â
Semakin sering membaca, mereka memiliki banyak perbendaharaan kosa kata dan hal tersebut semakin lama memperkaya tulisannya.Â
Mereka bisa mengasah keterampilan menulis setelah banyak hal yang mereka dapatkan dari buku. "Kalau kayak gini sih aku bisa, Bun!" kadang tercetus komentar seperti itu dari mereka.
Dari beberapa tips atau kiat-kiat melatih kebiasaan dan kecintaan membaca yang telah kami terapkan, mungkin sebagian besar sudah sangat populer dalam dunia parenting.Â
Satu hal terpenting yang menjadi catatan bagi kami, kita tidak membutuhkan banyak slogan literasi tanpa penerapan secara nyata. Kita pun tidak bisa berharap anak bisa memiliki kebiasaan membaca jika orangtuanya tidak menjadi teladan bagi mereka.
Percuma menghendaki anak gemar membaca kalau kita sebagai orangtua malas membaca buku di rumah atau di ruang apartemen sebagai tempat tinggal. Padahal buku apa pun mudah diberikan ke anak sesuai minat dan hobi mereka, pun bisa dibaca saat dalam kendaraan atau perjalanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H