Beruntunglah Mama menemukan seorang penjual rempah di pasar induk Lamongan. "Mama punya langganan. Dia janda punya anak dua. Jadi ya sekalian bantu dia." Begitu ujarnya dengan mata berbinar.Â
Lantaran beli banyak, Mama rupanya mendapat layanan istimewa. Bawang, jahe, lengkuas, dan kunyit sudah dikupas dan dibersihkan sehingga bisa langsung diolah tanpa perlu biaya tambahan.
Dengan begitu sambal Numani bisa diproduksi lebih cepat dan tentu lebih hemat. Pilihan ini juga menguntungkan penjual yang seorang single parent karena terbantu dengan pembelian partai besar. Belum lagi jika ada pesanan pembuatan bumbu seperti rawon dan kari, rempah yang dipesan bisa lebih banyak.
Penggerak ekonomi
Meski Numani baru industri berskala rumahan, UMKM yang dikelola Mama Zil turut menggairahkan potensi lokal dan menggeliatkan ekonomi nasional. Mama telah memberikan andil pada laju ekonomi setempat, lebih-lebih selama pandemi. Menurut Kemenko PMK (Pembangunan Manusia dan Kebudayaan), data per Juli 2020 menunjukkan bahwa sekitar 60% dari 64 juta UMKM di Indonesia ternyata dikelola oleh wanita. Mama Zil adalah salah satunya.
Selama pandemi berlangsung, tak sedikit perempuan yang beralih menjadi penopang ekonomi keluarga ketika para suami kehilangan sumber nafkah akibat PHK. Para wanita terbukti punya keluwesan dan semangat juang tinggi dengan mengoptimalkan potensi lokal untuk menetak sumber-sumber ekonomi baru tanpa ragu atau merasa malu.
Sebagai satu-satunya merek sambal boran dalam kemasan, tak heran jika sebuah minimarket dan sebuah jaringan retail oleh-oleh di Surabaya meminang Numani. Walau ada penurunan signifikan selama pandemi, ia mengaku bahwa sebelum pandemi omzet sekali pengiriman ke jaringan retail tersebut bisa mencapai Rp10 juta.
Lepas dari minimarket
Adapun untuk penjualan di sebuah jaringan minimarket di seluruh Lamongan terpaksa dihentikan lantaran ketidakcocokan. Kendala pertama, kemasan produk rusak yang diduga akibat keteledoran saat pengiriman. Ini merugikan Numani karena produk batal dijual sementara sistem yang disepakati adalah konsinyasi.
Kendala kedua, ketiadaan transparansi penjualan padahal retur sedikit. Tentang laporan penjualan dan pembayaran, Mama dan beberapa temannya merasa dirugikan oleh koordinator yang mewakili. Selama ini komunikasi dengan minimarket memang lewat satu pintu yakni koordinator tersebut. Uang hasil penjualan diterimakan kepada orang itu yang ternyata macet.
Lepas dari minimarket, Mama memutuskan menjual produknya secara mandiri karena lebih bebas mengelola transaksi dan memilih jasa ekspedisi. Tentu saja titip produk di Dinas Koperasi dan dua gerai oleh-oleh setempat tetap dilakoni. Berkat bumbu yang konsisten dan resep yang paten, kelezatan Numani tetap jadi primadona seiring pulihnya ekonomi.
Jualan oke berkat JNE
Sebenarnya Mama bisa meraup uang banyak dari Numani dengan cepat. Seorang chef sebuah resort di Batu, Malang pernah memuji sega boran racikan Mama saat ia diminta menjamu puluhan tamu Kalimatan tapi asli Lamongan di resort tersebut.