Terus terang aku sangat senang membaca Buku ini. Buku yang berkisah tentang usaha yang tiada henti–hentinya dari Bupati Patahana Madina Dahlan Hasan Nasution dalam membangun Kabupatennya. Ya selama ini kita sudah lama mengetahui bahwa Kopi Mandheling enaknya itu tiada tara. Gurih rasanya, dan harum baunya. Sederhananya, Kopi Mandailing atau Mandheling sudah ke sohor ke seluruh Dunia. Nilainya itu sungguh tidak terkira. Yang terpikirkan kini adalah bagaimana agar nama yang sudah baik bisa tetap lebih baik lagi, minimal bisa dipertahanakan.
Dahlan Hasan Madina : SejahTera Bersama Kopi Mandheling
Lalu aku ingat. Ketika masih SMP di Kotanopan tahun 70 awal, Tulangku (sopir Truk) mengajak aku ke Siantar. Karena muatannya dari Sorik Marapi kami mampir ke sana. Bere ingat ini Ya, begitu beliau menarik dan memberdirikanku di ata batu. Bere inilah yang disebut Tor Pangolat. Hamparan yang didepan adalah pemandangan indah lembah Mandailing Godang yang luas dan subur hinga ke dataran tinggi Padasidempuan. Tempat Kopi terbaik dunia tumbuh, tempat rawa godang sebagai hasil persahabatan Sungai Batang Gadis dan Sungai Batang Angkola. Kalau kedua potensi ini kelak bisa kau kembangkan wilayah ini akan makmur. Orang Belanda mengatakan Tor Pangolat itu sebagai hemelspoort yang artinya PINTU SORGA. Kala itu aku sama sekali nggak “ngeh” anggak ngerti maksud tulangku itu. Tetapi 50 tahun kemudian, dan setelah membaca Buku bapa Dahlan Hasan ini barulah mataku terbuka. Alangkah besarnya potensi wilayah ini, dan hebatnya lagi beliau tahu cara membangunnya. Hanya memang belum tuntas.
Buku ini sejatinya adalah kemasan strategi pembangunan Madina yang dikemas dalam bentuk Buku yang enak dibaca dan memang perlu. Buku ini juga menceritakan bagaimana Kopi bisa tumbuh berkembang di Madina sejak zaman Kolonial, sejak zaman penjajahan. Jauh sebelum Partiang Latong jadi kernet Pedati jurusan Panyabungan-Sibolga yang menjadi pengusaha angkuta Kopi pada zamannya. Buku ini juga membedah strategi baru pengembangan Madina Kedepan, Madina yang modern tetapi sejahtera dengan aroma perdesaan yang di dukung oleh sarana dan prasarana Transportasi Udara (Lanud Malintang), KEK dan Pelabuhan Batahan.yang memadukan pasar Tradisional dan Modern di sekitarnya. Buku ini juga menceritakan bagaimana Bisnis Kopi tiga terbesar di Pentas Dunia, dia juga menceritakan Bisnis Kopinya Starbucks, Costa Coffee dan Luckin Coffee dan tentu termasuk di Indonesia dan malah tidak ketinggalan bagaimana Kedai Kopi di Madina. Jangan Lupa Seruput Kopinya
Karena itulah menurutnya selama ini Madina terus berupaya untuk berbuat sesuatu bagi para penggiat Kopi. Meski terbatas, sarana jalan terus dibangun misalnya dari desa Pagur ke Desa Padang Lawas. Madina juga sudah mempunyai partner dengan PT Kopi Rakyat Indonesia untuk bekerja sama mengembangkan lahan Kopi bersama rakyat. Juga sudah ada Rumah produksi Kopi dari BI. Sudah didirikan Sekolah Kopi. Juga sudah ada Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Kopi Mandailing (MPIG) sebagai pemilik Hak Paten Indikasi Geografis Kopi Arabika Mandheling dan sekaligus jadi kawan dalam meningkatkan kualitas kopi di tingkat petani. Teman para petani Kopi, baik dari sisi hulu maupun hilir atau mulai dari budidaya hingga paska panen agar sesuai dengan standar kualitas pasar internasional. Serta bagaimana pula melakukan negosiasi dengan produsen-produsen yang selama ini memakai nama Mandailing. Mereka yang selama ini mengharumkan nama Kopi Mandheling, semua itu semoga akan membuat para penggiat Kopi Mandheling jadi lebih solid dan lebih bekerja sama untuk kemakmuran bersama. Kita juga berusaha untuk memanfaatkan BumDes menjadi salah satu solusi atau upaya untuk lebih menyemarakkan Kopi Mandheling di tingkat akar rumput.
Sebagai Bupati Madina dan sebagai simbol kepedulian dan kebersamaan Dahlan juga membuatkan percontohan cara budi daya kopi. Contohnya itu dia buatkan di sebelah kiri kantor bupati. Kebun Kopi lengkap dengan tanaman tumpang sari berupa sayur mayurnya (pola tumpang sari). Harapannya sederhana, agar warga bisa mencontohnya. Dalam pandangan nya, masyarakat kita sampai sekarang tak menerima kalau kita hanya OMdo atau omong doang. Apalagi kalau hanya ngomong tanpa bukti yang jelas, rakyat tidak akan mau. Kita harus ikut melakukannya secara bersama.
Buku ini sejatinya adalah kemasan strategi pembangunan Madina yang dikemas dalam bentuk Buku yang enak dibaca dan memang perlu. Buku ini juga menceritakan bagaimana Kopi bisa tumbuh berkembang di Madina sejak zaman Kolonial, sejak zaman penjajahan. Jauh sebelum Partiang Latong jadi kernet Pedati jurusan Panyabungan-Sibolga yang menjadi pengusaha angkuta Kopi pada zamannya. Buku ini juga membedah strategi baru pengembangan Madina Kedepan, Madina yang modern tetapi sejahtera dengan aroma perdesaan yang di dukung oleh sarana dan prasarana Transportasi Udara (Lanud Malintang), KEK dan Pelabuhan Batahan.yang memadukan pasar Tradisional dan Modern di sekitarnya. Buku ini juga menceritakan bagaimana Bisnis Kopi tiga terbesar di Pentas Dunia, dia juga menceritakan Bisnis Kopinya Starbucks, Costa Coffee dan Luckin Coffee dan tentu termasuk di Indonesia dan malah tidak ketinggalan bagaimana Kedai Kopi di Madina.
Tetapi sesungguhnya Kopi Mandheling itu sendiri, dari awalnya bukanlah di desain untuk bisa menjadi Kopi terbaik. Kala itu menanam Kopi juga bukanlah sebuah usaha yang menguntungkan. Kopi Madina justeru berkembang karena hadirnya Tanam Paksa yang dilakukan oleh Pemerintah Belanda. Pemerintah Hindia Belanda mulai memasuki wilayah Mandheling atau Mandailing Natal tahun 1824 dan membentuk pemerintahan dibawah Karesidenan Air Bangis bagian dari Gouvernment Sumatra's Westkust. Pada masa itu Belanda belum bisa memasuki wilayah Mandailing. Belanda masih mencoba merebut Bonjol, Bonjol kala itu masih berstatus DOM[1] . Ini mengindikasikan bahwa penguasaan wilayah dengan pengerahan militer memerlukan biaya yang tidak sedikit. Harus ada biaya yang bisa diambil dari daerah taklukan. Karena itu, selagi masa perang dan melakukan pertempuran, produksi beras lokal pun termasuk Kopi dimanfaatkan Belanda untuk menghasilkan uang. Terlebih lagi waktu itu beras masih melimpah. Semua itu dikirim ke Jawa.
Kopi Mandailing juga kembali mengingatkan kita akan kehidupan di pantai barat Sumatera, yang sudah lama sepi. Kota-kota pantai, seperti Barus, Sibolga, Natal, Air Bangis, dan Padang, sudah ratusan tahun tak lagi ingar bingar. Pada masa lalu, orang dari berbagai bangsa di dunia hilir mudik di tempat itu. Kini semuanya sunyi, tinggal kopi yang menjadi sisa kejayaan sebuah peradaban di tempat itu, yakni Kopi Mandheling atau Mandailing. Alun-alun Kecamatan Natal sudah lama sepi, meski kini sudah ada KEK Batahan. Beberapa meriam tua terletak di ujung alun-alun dan menghadap ke Samudra Indonesia. Kota yang dulu mempunyai Benteng Eluot yang didirikan Belanda pada tahun 1833 an dan digunakan sebagai pelabuhan dagang, bahkan ada juga yang menyebut Portugis pernah membuat benteng serupa di tempat itu, kini benar benar sepi.