Mohon tunggu...
Harli Muin
Harli Muin Mohon Tunggu... Pengacara - Pemerhati Sosial

Saya mulai tertarik dengan masalah-masalah sosial, anti korupsi pembangunan, lingkungan hidup dan keamanan masyarakat, ketika saya masih kecil menyaksikan kampung di sulawesi tengah, terpencil, dimana saya lahir dan besar terkena banjir bandang dan saya menyaksikan bagaimana bencana itu menghancurkan semuanya dalam hitungan jam. Kehadiran sejumlah perusahaan HPH dan tambang menambah beban terhadap dampak yang disebabkan atas kemarahan alam itu. Kami kehilangan banyak sekali. Padahal kampung ini sebelumnya damai, tenteram jauh dari hiruk pikuk kota. Pilihan inilah yang kemudian menjadi karier saya dan menulis pesan damai yang berhubungan masalah-masalah tersebut di atas. Semoga kita bisa berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Banjir Jakarta Siapa Disalahkan dan Apa Solusinya?

16 Januari 2014   21:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:46 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh HarliMuin

Tidakada orang yang paling disalahkan mengenai Banjir yang melanda Jakarta kecuali Joko Widodo, Gubernur Jakarta. Jokowi begitu media populer menyapanya, dikritik publik karena tak mampu menyelesaikan banjir di Jakarta.Banjiryang sudah memasuki hari ketiga ini kritiktajam terhadap Jokowi pun masih mengalir sambung menyambung di Twitter, Kompasiana, Facebook,  dan Instagram..

Mereka menyalahkan Jokowi karena dianggap tidak mampu mengatasi banjir. Dari sekian banyak Janji ketika menjadi calon gubernur Jakarta, banjirdan kemacetan Jakarta merupakan salah satu isu penting dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta setahun silam. Pasangan Jokowi-Ahok mampu meyakinkan publik bahwa merek mampu mengatasi banjir dan kemacetan.

Untuk urusan banjir Jakarta, Jokowi memaparkan beberapa langkah ditempuh untuk mengatasi banjir di Jakarta adalah dengan membangun embung untuk menampung air hujan. Embung ini akan dibuat di sebuah kecamatan dan kelurahan. Kedua, membuat daerah resapan atau penampung air, seperti setu atau waduk di hulu sungai. Tujuannya, supaya dapat mengendalikan debit air yang masuk Jakarta. Cara ini meniru apa yang dilakukan Jokowi ketika mengatasi Banjir Bengawan Solo, ketika ia masih menjabat Wali Kota Solo waktu itu.

Bagi publik Jakarta ini sangat luar biasa, Punisu tersebut mampu mengangkat elek-tabilitas Jokowi –Ahok pada pemilihan gubernur lalu dan pada akhirnya mereka terpilih sebagai Gubernur Jakarta untuk lima tahun berikutnya.

Apa yang dikerjakan Jokowi –Ahok untuk mengatasi Banjir ketika menjelang dua tahun masa jabatan mereka.Dalam laporanTempo dimuatKamis, 10 Oktober 2013mengenai 10 Langkah Jokowi Antisipasi Banjir. yaknipersiapan rumah pompa, pemasangan kamera pengawas alias CCTV di rumah pompa, revi-talisasi pintu air, perbaikan dan pembangunan drainase; pengerukan waduk,; pengerukan kali besar, pengerukan kali sub-makro, re-fungsi kali; Membangun sumur resapan dansatgas tanggap banjir.

Cara Jokowi mengatasi banjir itu cukup dibilang luas biasa karena mencakup semua penyebab banjir yang mengancam Jakarta dan itu nyata. Namun bila saya disuruh menilai, saya anggap bahwa apa yang dilakukan Jokowi-Ahok itu belum cukup. Pantas saja banjir terus terjadi.Saya menggunakan pendekatan pengelolaan bencana untuk menilainya, apa saya pelajari dari kursus mengenai bencana tempo kursus waktu mahasiswa, yakni pendekatan bencana.

Pendekatan Bencana

Banjir dapat dipahami sebagai satu bencana. Banjir terjadi bias karena buatan manusia bisa juga disebabkan alam. Oleh karena itu, rumus risiko bencana dapat digunakan untuk menilaidalam gambar 1 sebagai berikut:

Gambar 1

Risikoadalah tingkat dan dampak yang diakibatkan oleh bencana. Dampak di sini bisa disebutkan tingkat kerugian berupa materi dan korban.yang bernilai seperti rumah, harta, ternak dan lainnya. Sementara korban adalah jumlah orang yang korban yang meninggal maupun cedera akibat bencana.

Bahaya (B), adalah jenis bencana. Tentu saja kita pasti mengerti setiap bencana memiliki tingkat bahaya yang berbeda dan frekuensi kejadian bencana tersebut per tahun atau per musim. Misalnya, bencana Tsunami memiliki tingkat kerusakan dan mematikan yang luar biasa, tetapi jarang terjadi. Mungkin 100 tahun sekali. Di Indonesia misalnya pernah terjadi bencana Tsunami, yakni ketika Gunung Krakatu meletus dan menyebabkan Tsunami. Satu abad lebih kemudian, terjadi Tsunami di Aceh pada Desember 2006. Jadi bisa disebut jarang terjadi tapi berbahaya. Tsunami Aceh diklaim menyebabkan orang kehilangan nyawa sebesar 250 ribu jiwa, dan menghilangkan harta benda ratusan triliun rupiah.Bencana banjirtidak se dahsyat Tsunami daya merusak dari Banjir , namun banjir di Tanah air merata di semua wilayah dan terjadi setiap tahun. Bila kita kalkulasi mungkin juga mengakibatkan kerusakan yang sama dengan Tsunami bila dalam rentang 100 tahun banjir terus-menerus.

Lalu, Kerentanan (V), adalah tiap wilayah geografi yang berbeda, memiliki tingkat kerentanan yang berbeda terhadap bencana.  Tingkat kerentanan bisa diukur dari letak geografi suatu daerah,dan  juga diukur dari tingkat kapasitas dan pengetahuan orang-orang yang ada di wilayah geografi tersebut. Misalnya, Jakarta kita bandingkan dengan Bogor dalam hal bencana banir. Jakarta memiliki tingkat kerentanan banjir yang lebih tinggi dibandingkan dengan Jakarta karena posisi geografi Jakarta berada di dataran renda ketimbang Bogor yang terletak di ketinggian. Perbandingan ini, belum termasuk tingkat pengetahuan dan kemampuan orang-orang yang tinggal di Jakarta mengenai banjir.Contoh kedua, Jakarta lebih rentan terkena banjir ketimbang Depok, karena Jakarta terletak lebih rendah dari Depok secara geografi.

Selanjutnya, Kemampuan (K), adalah satu asumsi bahwa dengan meningkatkan pengetahuan mengenai bencana, kemampuan mengenali bencana, kemampuan teknologi mengenai bencana, pendekatan mengenai bencana. tingkat risiko bencana dapa dikurangi, baik korban harta maupun korban nyawa.

Risiko(R) adalah tingkat risiko yang diakibatkan oleh bencana. Risiko banyaknya korban jiwa dan kerugian. Nila R tergantung pada nilai besar nilai B di-kali nilai V dan nila K.Dengan kata lain tingkat rendah atau tingginya risiko (R) tergantung besar kecilnya nilai K.

Dalam pendekatan ini meltakkan bencan baik disebabkan oleh alam maupun disebabkan oleh manusian. Bencana yang disebabkan oleh alam (natural disaster) mungkin sesuatu yang tidak bisa di tolak. Sehingga pendekatan meningkatkan kemapuan pengetahun dan lainnya adalah salh satu cara untuk mengatasinya.

Sementara bencana yang diakibatkan oleh manusian (man made disaster) dapat dikurangi dengan melakukan intervensi terhadap penyebab bencana itu. Misalnya perubahan iklim yang disebabkan oleh kerusakan hutan. Caranya mengatasinya berhenti menebang hutan, berhenti melakukan konversi hutan untuk kebun sawit, hapus HPH.

Bencana Banjir Jakarta

Banyak perbedaan pendapat kapan Jakarta mulai terkena Banjir. Ada orang yang menyebutkan bahwa Jakarta mulai kena banjir sejak tahun 1970-an hingga kini. Empat puluhan tahun kemudian, tingkat banjir Jakarta dengan segala macam dampaknya. Dampak banjir pada gambar 2

Gambar 2

Lalu ada pendapat lain mengenai banjir di Jakarta Kapan terjadi. Ia mengatakan bencana banjir di Jakarta bukan hal baru, dua hari lalu saya sempat menumpang Taxi Blue Bird di Jakarta, yang kebetulan supirnya sudah agak berumur. Sopir ini lahir dan besar di Jakarta, kira-kira umur 70 tahun lebih. Karena ke-rutan dahi yang sudah terlihat dan rambutnya yang sudah putih.  Ia tak bisa menyembunyikan umurnya.

Lalu saya tanyakan padanya, sejak kapan Jakarta sudah mulai terkena Banjir, ia dengan tegas menjawab, “sejak pemerintahan Kolonial Belanda Pak” katanya. Lalu saya Tanya, dari mana tau pak, “anda bisa lihat dari beberapa situ dan bendungan penghalang banjir yang dibangun Belanda di Jakarta. Mungkin Sopir ini ada benarnya, sebab Banjir besar tercatat pada 1904 dan 1909. Pada 1918 adalah yang terhebat karena durasinya mencapai satu bulan. Itulah sebabnya program mengatasi banjir bukan baru.

Banji adalahadalah masalah terbesar dan tertua di Jakarta. Saya mencatat dari Wikipedia banjir besar pertama kali pada 1621 dan 1654. Di abad 19, ibu kota tak jua bebas banjir, tahun 1872, 1876, dan 1878 dengan hujan 40 hari terus menerus, serta 1892 di mana banjir setelah hujan lebih dari 8 jam, dan kembali banjir pada tahun 1895 dan 1899.

Jadi program mengurangi dimulai sejak pemerintahan belanda sekitar 1600, sekitar 400 tahun yang silam. Mulai dari pemerintahan Ali Sadikin hingga, Sutoyoso, Fauzi Bowo dan Jokowi. Anehnya, banjir di Jakarta malah tambah ganas.Karena program - program  tersebut mungkin hanya menganggap bencana sebagai masalah alam. Bukan menganggap bencana sebagai masalah sosial.Dalam rumus di atas, jelas bencana juga disebabkan oleh masalah sosial dan kemampuan masyarakat.

Nah, kembali ke program Jokowi, bila kita melihat program Jokowi tak ubahnya program gubernur-gubenur terdahulu mengatasi banjir, meski-pun kita mengakui bahwa jumlah wilayah terandam di Jakarta dalam banjir 2014 berkurang dari tahun sebelumnya. Ini patut kita apresiasi, karena pendekatan teknis ia bangun cukup luar biasa dalam hal bencana banjir.

Namun, sepuluh rencana banjir yang telah dicanangkan Jokowi tersebut dalam konteks bencana belum cukup. Jokowi baru membangun aspek teknis dan pendekatan intervensi melalui materi melawan banjir seperti yang disebutkan di atas.Dengan kata lain Jokowi masih memperkuat bagian teknologi dan konstruksi mengatasi banjir. Jokowi belum melakukan pendekatan bagaimana mengatasi banjir di Jakarta secara komprehensif—dengan memperkuat kapasitas masyarakat Jakarta seperti yang disebutkan dalam rumusan bencana di atas sehingga resik bisa di kurangi.

Ketika berkunjung ke Indonesia tahun lalu, Wali Kota Rotterdam Ahmed Aboutaleb memberikan saran kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang tengah mengatasi persoalan banjir, yakni dengan melakukan program pengendalian banjir secara komprehensif dan tidak setengah-setengah.

Saya melihat program Jokowi belum mengalamatkan program anti- banjir dengan meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai banjir, bagaimana cara menyelamatkan diri ketika banjir datang. Jokowi juga belum meng-integrasikan banjir ke dalam budaya kehidupan sosial masyarakat, di-mana tiap komunitas dalam RT atau RW perlu dibentuk panitia mengatasi banjir.

Kita mungkin masih ingat, bagaimana Negara Amerika selatan dilanda angin Typhon 1970-an seperti Kuba, Kolombia, Perus dan Bolivia. Bencana Typhon itu menyebabkan kerusakan yang luar biasa dan menyebabkan ribuan orang meninggal dunia. Akan tetapi hanya satu Negara di wilayah selatan Amerika Selatan itu terkena angina topan tersebut, namun tidak satu-pun warganya meninggal dan kerugian hampir zero. Karena apa? Karena kemampuan kesiap-siaga-an mereka luar biasa. DI Kuba kepala sekolah di tingkat desa sebagai kepala bencana. Jadi bila ada korban cepat merek atasi ditempat tanpa menunggu pemerintah.

Lalu Tsunami di Jepang, orang-orang jepang begitu mendengar peringatan Tsunami mereka langsung berkumpul di tempat yang disediakan. Mereka sudah meninggalkan rumah mereka ketika Tsunami menerjang rumah mereka. Karena pelajaran mengenai bencana Tsunami sudah diberikan sejak anak usia sekolah dasar melalui kurikulum..

Jokowi juga belum mengatasi sumber-sumber penyebab bencana. Bencana banjir di Jakarta selain karena posisi Jakartamemang terletak di daratan rendah, sumber banjir berasal dari Bogor dan Puncak. Itulah sebabnya meski pun tak ada hujan di Jakarta, bila di puncak Banjir atau Bogor, maka banjir pun terjadi di Jakarta. Masalahnya sekarang, daerah tangkapan air di Puncak dan Bogor termasuk sudah diganti menjadi pembangunan vila dan perumahan, Kawasan yang dilindungi juga turut hancur.Demikian pula dengan di Depok, hutan yang diharapkan sebagai penahan air sudah dihancurkan untuk pertokoan dan perumahan.

Itulah sebabnya, Jokowi perlu meningkat kemampuan untuk melakukan kerja sama antara daerah untuk mengatasi banjir. Kerja sama ini tidak saja membutuhkan kemauan politik Jokowi, namun lebih mudah bila dilakukan mengenai pemerintah nasional, Yakni SBY. Hal ini memungkinkan bila bencana banjir dianggap sebagai musuh nasional dan menghambat pembangunan bangsa serta menyengsarakan. Dan SBY perlu terlibat dalam penanganan ini, karena koordinasi, serta fasilitas da nada masalah yang tak bisa diselesaikan dengan koordinasi dan komunikasi, bisa diselesaikan dengan meletakkan kebutuhan itu vital, penting bagi tingkat kenyamanan masyarakat umum.

Itulah sebabnya, saya lihat program Jokowi dalam mengatasi banjir dengan berbagai program di Jakarta sudah luar biasa. Namun luar biasa saja dan di Jakarta saja belum cukup. Program ini perlu ditingkatkan ke pembangunan non-fisik seperti mengasosiasikan masyarakat ditingkah RW atau RT. Serta melakukan kerja sama dengan daerah tetangga Jakarta untuk mengatasi penyebab banjir. Tentu ini juga membutuhkan kemauan politik SBY.

Akhirnya, penanganan Banjir tidak sekadar setengah-setengah. Ia perlu dilakukan seperti pesan Wali Kota Amsterdam itu kepada Jokowi, penanganan komprehensif. Sehingga kita selalu menyalahkan JOKOWI. Bukan berarti, kita melupakan  janjinya. Ia,  Jokowi harus membuktikan sendiri kepada publik Jakarta.  sehingga Jokowi tidak jadi bulan-bulanan SM, maksudnya Jokowi Salah Melulu…. @@@@@

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun