Mohon tunggu...
Harli Muin
Harli Muin Mohon Tunggu... Pengacara - Pemerhati Sosial

Saya mulai tertarik dengan masalah-masalah sosial, anti korupsi pembangunan, lingkungan hidup dan keamanan masyarakat, ketika saya masih kecil menyaksikan kampung di sulawesi tengah, terpencil, dimana saya lahir dan besar terkena banjir bandang dan saya menyaksikan bagaimana bencana itu menghancurkan semuanya dalam hitungan jam. Kehadiran sejumlah perusahaan HPH dan tambang menambah beban terhadap dampak yang disebabkan atas kemarahan alam itu. Kami kehilangan banyak sekali. Padahal kampung ini sebelumnya damai, tenteram jauh dari hiruk pikuk kota. Pilihan inilah yang kemudian menjadi karier saya dan menulis pesan damai yang berhubungan masalah-masalah tersebut di atas. Semoga kita bisa berbagi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrat, Politisi, SKK Migas dan Kernel Oil

17 Januari 2014   20:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:44 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Harli Muin

Sepandri-pandai tupai melompat akhirnya terjatuh juga. Sepandri-pandai orang menyembunyikan bau busuk akhirnya tercium juga. Mungkin itulah kata yang patut menggambarkan anggota komisi 7 DPR RI, komisi yang diberi kewenangan mengawasi penyelenggaraan  pengelolaan minyak dan gas bumi Ini.  Bau busuk Migas, yang sebelumnya sudah menyeret Rudi Rubiandi ke bui KPK, juga sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam urusan emas hitam ini.  Kasus Migas busuk inilah yang kemudian menyeret Anggota Komisi 7  DPRRI ini ke dalam jurang Korupsi. Hal ini semakin menegaskan bahwa korupsi itu berlangsung secara sistematika dan interogasi. Karena melibatkan politis, pengusaha dan pejabat negara yang setingkat dirjen dan menteri.

Kita berharap  ditangkapnya Rudi Rubiandini oleh KPK kasus korupsi di Migas itu hanya sampai disita, hanya melibatkan orang-orang di sekitarnya  dan pelatih Golf Rudia Rubiandini, Deviardi, termasuk pemilik Kernel Oil,  Simon Tanjaya dan Widodo Ratanachaithong,  Rupanya ini berbuntut panjang. Ia telah menyeret Politis di Senayan. Bukan hanya menyeret politis, menyeret satu institusi yang diberi nama komisi 7. Komisi selama ini yang kerap disebut komisi basa. Komisi nya  para penyamun dan para pemain proyek dan pengusaha. Tidak heran bila kemudian anggota partai politik yang terpilih ke Senayan berlomba-lomba merebut Komisi 7 ini, karena menawarkan banyak keuntungan ganda.

Kemarin, Kamis,  (16/01)/2014) Komisi pemberantasan korupsi  mengunjungi ruang kerja Sultan bathoegana untuk mencari bukti kasus korupsi yang dituduhkan padanya selama 7 jam. KPK juga singgah ke ruangan Trianto, anggota komisi 7 DPR-RI. Kedua kamar itu berada di lantai 7.  Di luar itu, KPK juga masuk ruang Ketua komisi 7 yang nota bene adalah Sultan Bathoegana. Hanya saja ruang ketua yang satu ini, Bathoegana, sebagai ketua berada di lantai 2 gedung DPR-RI. Semakin menjelaskan kepada kita bahwa korupsi di SKK Migas itu tidak bisa ditutupi dan ia terus menghabisi korban-korbannya.

Beberapa hari sebelumnya, KPK juga sudah menetapkan Wayono Karyo,  Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Waryono Karyo, sebagai tersangka dugaan suap terkait kegiatan di Kementerian ESDM. Ia sebagai tersangka setelah menemukan dua alat bukti dia menerima hadiah atau janji berkaitan kegiatan di Kementerian ESDM. KPK menuntutnya melanggar Pasal 12 huruf B dan atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Bila Waryono Kayo sudah ditetapkan, Maka Jero Wacik, bos dari Waryono masih di jalan akan menyusul ke bui KPK. Sinyalamen ia menerima uang dari Waryono  dalam kaitanyya dengan SKK Migas ini masih diselidiki KPK. Namun, Bambang Soesatyo, anggota DPRRI Partai Golkar,   menyebut Rudi Rubiandini  adalah  tangan kanan Menteri ESDM, Jero Wacik. Jadi kemungkinan besar Jero Wacik  akan ditetapkan sebagai tersangka.  Ketika ia ditanya wartawan TV, saya melihat dari wajahnya sulit menyebut bahwa Jero wacik tidak terlibat. Jero banyak diperbincangkan publik dalam kasus ini setelah Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat itu plin-plan menjawab asal usul uang USD 200 ribu yang ditemukan di ruang Waryono.  Kicauan Bambang Soesatyo dan jawaban Jero yang plan plin itu, sebaiknya menjadi dasar KPK untuk menyelidiki petinggi partai Demokrat ini.

Dengan kejadian ini semakin menegaskan bahwa korupsi berlangsung secara sistematis karena melibatkan para pengusaha, politis dan pejabat negara setingkat Menteri. Lebih parahnya lagi, ini semakin memperlihatkan bagaimana partai yang tadinya anti korupsi, kemudian malah terlibat menjadi koruptor ketika berkuasa. Masih segar di ingatan kita kampanye partai demokrat dalam pemilik lalu, "say no to corruption. Itu sebelum terpilih, sekarang, sesudah terpilih, say yes to corruption".

Mari kita lihat anggota partai demokrat yang sudah masuk ruangan KPK. Saatnya absent : Nazarudin (Masuk Pak ), Angelina  (Masuk pak), Andi  (Pak ), Anas (hadir), Soetan (Menyusul pak), Tri (Menyusul pak), Mardjuki  (On the way pak) Ibas  (suratnya belum ditandatangani pak Anas Pak, jadi menunggu pak Anas). Hebatkan partai Demokrat?

Korupsi sistematis macam ini, biasanya hanya terjadi di negara yang tak demokratis. Yugoslavi sebelum runtuh korupsi, di negara itu seperti Indonesia sekarang. Profesor Milovan Djilas, bekar presiden negara itu menggambarkan bagaimana oligarki politik disukai sekelompok kecil orang dari partai-partai yang berkuasa. Para pengusaha didengar a ini sebelum hancur melakukan lobi ke anggota parlemen untuk meloloskan proyek mereka dan menyuap para pejabat negara setingkat menteri untuk mendapat proyek-proyek negara. Pejabat negara ini juga berasal dari partai yang sedang berkuasa. Begitulah cara mereka  merampok uang. Korupsi seperti diatas, juga mirip korupsi yang terjadi di Yugoslavia pada tahun 1974. Praktiknya adalah kolusi antara pengusaha,  pejabat negara dan politis dari partai pemenang dalam pemilu.

Akhirnya, bentuk kejahatan sistematis macam ini mestinya penyelidikan juga harus dilakukan secara luar biasa dan hukuman luar biasa.  Hukuman bukan hanya dikenakan pada pelaku korupsi, tapi juga partai mereka. Hukuman para pelaku korupsi harus berat. Mereka harus dimiskinkan dan dihukum berat dan dilarang ikut pemilu dalam periode tertentu, nanti mereka menyatakan komitmen secara nyata bahwa mereka tidak lagi korupsi baru bisa ikut pemilu. Kedua hukum pada partai harus, partai Demokrat tidak layak lagi ikut pemilu karena lalai melakukan pengawasan terhadap pengurus dan anggota sehingga terjebak dalam korupsi. Akhirnya harapan kita tertuju pada KPK, semoga mereka sukses dan pekerjaan mereka jalan terus. Amin.&&&


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun