Mohon tunggu...
Harapan Lumban Gaol
Harapan Lumban Gaol Mohon Tunggu... PNS -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Membuka Akses bagi Komunitas Adat Terpencil, Mengedepankan yang Terbelakang

24 Desember 2018   15:41 Diperbarui: 24 Desember 2018   16:00 1173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Komunitas Adat Terpencil (KAT) yang merupakan sekumpulan orang dalam jumlah tertentu yang terikat oleh kesatuan geografis, ekonomi dan/atau sosial budaya, miskin, terpencil, dan/atau rentan sosial ekonomi (Pasal 1 Perpres 186 Tahun 2014) adalah bagian warga Negara Indonesia yang memerlukan perhatian dan penanganan khusus. Meski secara jumlah relatif kecil sekitar 250.000 kepala keluarga (database KAT Kemensos RI 2018), dan data sesungguhnya jauh lebih besar, namun kelompok ini memerlukan perhatian serius.  

Persoalan KAT tidak semata keterpencilan tetapi juga terkait dengan kemiskinan, hak asasi manusia, ketersediaan kebutuhan dasar, isu marjinalisasi, ketidaksetaraan, keadilan, pemerataan pembangunan, pendidikan, kesehatan, persoalan tanah (ulayat), degradasi lingkungan hingga persoalan kesulitan penjangkauan wilayah. 

KAT sebagai bagian dari Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang  memiliki kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dengan warga Indonesia lainnya, memerlukan perhatian lebih dan perlakuan yang berbeda dari pemerintah. Pengakuan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak dasar KAT, termasuk percepatan perbaikan kesejahteraannya sangat mendesak untuk menjadikan komunitas ini sejajar dengan komunitas atau masyarakat Indonesia lainnya. "Mengedepankan yang terbelakang", mengambil istilah Robert Chambers "Putting the Last First" adalah slogan yang tepat dalam misi pemberdayaan bagi warga pedalaman ini.

Penanganan KAT bukanlah baru. Sejak tahun 1969 komunitas ini diakui keberadaannya yang disebut dengan suku terasing, masyarakat terasing, masyarakat terpencil. Terminologi "terpencil" yang dilekatkan kepada komunitas adat ini menunjukkan bahwa mereka, dengan segala sistem adat dan kearifan lokalnya diakui masih hidup jauh dari standar komunitas warga pada umumnya karena letak geografis yang sulit dijangkau dan sangat terbatas aksesnya ke dunia luar. 

Keterpencilan itu berdampak ikutan di mana kebutuhan dan hak-hak dasar minimal yang seharusnya didapat oleh setiap warga Indonesia tidak mereka peroleh. Karena itulah menjadikan komunitas adat yang masih terpencil menjadi warga negara sesungguhnya yang setara dan sejahtera dengan segala hak dan kewajibannya adalah esensi pemberdayaan KAT.

Persoalan Aksesibilitas

Ada tiga kriteria warga KAT. Pertama, hidup berkelana.  Komunitas ini selalu berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya sejalan dengan musim makanan yang tersedia. Sebagai peramu atau pemburu hewan, mereka benar-benar tergantung pada kemurahan alam. Mereka belum mengenal cara bercocok tanam atau beternak, belum juga  mengetahui cara menyiapkan stok makanan jika hasil hutan menipis atau langka. 

Jalan satu-satunya adalah berkelana untuk mendapatkan sumber makanan. Dari sisi kehidupan sosial mereka masih tertutup dan tidak terlalu mengenal dunia luar. Tinggal di atas pohon, di dalam gua, di pegunungan yang sulit dijangkau adalah ciri yang melekat pada komunitas ini. Kedua, menetap sementara.  Kelompok ini sedikit lebih maju dari pengelana karena mereka sudah mulai berhubungan dengan dunia luar. Bercocok tanam dan beternak hewan sederhana mulai

dikenal meskipun masih suka berpindah-pindah. Pola pasar untuk menggantikan barter sebagaimana pada komunitas pengelana juga mulai dikenal sehingga meski masih subsisten perekonomiannya sedikit lebih maju. Ketiga, menetap terpencil. Kategori terakhir ini adalah komunitas yang secara sosial budaya telah terbuka atau membuka diri dengan dunia luar, sudah mengenal cukup baik pola bercocok tanam dan beternak serta mengenal sistem pasar. 

Jika pada kategori pertama dan kedua warganya relatif homogen, maka pada kategori ketiga warga sudah bercampur dengan orang luar meski masih dominan terikat dengan adat istiadat dan nilai-nilai tradisional sebagai referensi hidup bersama.

Walaupun ada gradasi tingkat kualitas kehidupan KAT, tetapi sesungguhnya mudah dicirikan dengan karakter fisik yang sulit disentuh dan dijangkau. Pemukiman KAT umumnya terpencil dengan jarak yang jauh dari kota atau pemukiman penduduk terdekat.  Jalan atau perairan yang sulit ditempuh, kelangkaan atau jauhnya jarak ke fasilitas sosial ekonomi seperti sekolah, layanan kesehatan, air bersih, antara lain gambaran paling umum di setiap KAT. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun