Mohon tunggu...
Harley AzkaLuciano
Harley AzkaLuciano Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mahasiswa Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Potensi Pelanggaran Hukum Humaniter Internasional dan Potensi Dampak Perang Nuklir di Semenanjung Korea

12 September 2024   23:02 Diperbarui: 12 September 2024   23:06 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semenanjung Korea telah lama menjadi kawasan yang rawan konflik, terutama disebabkan oleh ketegangan militer antara Korea Utara dan negara-negara tetangganya seperti Korea Selatan dan Jepang. Program nuklir Korea Utara telah memicu kekhawatiran global, tidak hanya karena ancaman keamanan regional, tetapi juga karena dampak potensial dari penggunaan senjata nuklir yang sangat destruktif. Telah banyak upaya yang dilakukan oleh negara negara termasuk negara P5 dalam menegosiasikan program nuklir Korea Utara, sebagai contoh 6 Party Talks yang dimana menegosiasikan tentang program nuklir dan meyakini kembali Korea Utara untuk meratifikasi kembali NPT. Pada akhirnya negosiasi ini gagal dalam menyepakati keuntungan bersama dan gagal dalam meredam program nuklir korea dan korea tetap tidak meratifikasi kembali NPT. (Jayshree Bajoria, 2013)

Korea Utara sendiri telah meratifikasi Konvensi Jenewa dan protokol 1, apabila terjadi perang nuklir di kawasan ini, pelanggaran terhadap hukum humaniter internasional (HHI) pasti terjadi. (North Korea in the World, n.d.) Pada tahun 1996, International Court of Justice (ICJ) menyimpulkan bahwa penggunaan senjata nuklir merupakan tindakan yang kontradiksi dengan Hukum Humaniter Internasional (HHI). (Cross, n.d.) HHI, yang diatur oleh Konvensi Jenewa dan Protokol Tambahan I, menetapkan aturan-aturan yang melindungi penduduk sipil dari kerusakan yang tidak semestinya dalam situasi konflik bersenjata. Dalam konteks penggunaan senjata nuklir, prinsip-prinsip HHI seperti distinction, proportionality, precaution, dan larangan penggunaan senjata indiscriminate (tak pandang bulu) menjadi sangat relevan. (Fundamental Principles of IHL, n.d.)

Prinsip Distinction dan Dampak pada Penduduk Sipil

Prinsip distinction adalah salah satu landasan utama dalam HHI, yang mengharuskan pihak-pihak yang berkonflik untuk membedakan antara kombatan dan penduduk sipil serta memastikan bahwa serangan diarahkan hanya pada target militer yang sah. Senjata nuklir, dengan daya destruktifnya yang luar biasa, hampir tidak mungkin digunakan tanpa melanggar prinsip ini. Ledakan nuklir tidak hanya menghancurkan target militer, tetapi juga mencakup area yang luas, membunuh dan melukai penduduk sipil di sekitar lokasi ledakan. Kota-kota besar seperti Seoul dan Tokyo, yang berada dekat dengan zona konflik, akan menghadapi risiko kehancuran total jika serangan nuklir terjadi. Serangan semacam itu akan melanggar kewajiban untuk melindungi penduduk sipil, sebagaimana diatur dalam Konvensi Jenewa.

Selain itu, senjata nuklir memiliki dampak jangka panjang yang tidak terbatas hanya pada momen ledakan. Radiasi nuklir yang dihasilkan akan menyebabkan efek kesehatan yang mematikan bagi penduduk yang terpapar, seperti kanker dan penyakit genetik yang dapat berlangsung selama beberapa generasi. Ini menunjukkan bahwa penggunaan senjata nuklir hampir mustahil untuk sesuai dengan prinsip distinction, karena penduduk sipil akan selalu menjadi korban utama.

Prinsip Proportionality dan Kerusakan Berlebihan

Prinsip proportionality dalam HHI melarang serangan militer yang dapat menyebabkan kerusakan atau korban jiwa yang berlebihan dibandingkan dengan keuntungan militer yang diharapkan. Dalam konteks perang nuklir, prinsip ini juga sulit dipenuhi. Sebuah serangan nuklir mungkin memiliki target militer yang sah, tetapi kerusakan luas yang ditimbulkannya hampir pasti akan melebihi keuntungan militer yang diperoleh. Misalnya, serangan terhadap pangkalan militer Korea Utara menggunakan senjata nuklir akan membahayakan tidak hanya fasilitas militer, tetapi juga penduduk sipil yang tinggal di sekitar lokasi tersebut. Korban jiwa dalam skala besar dan kerusakan infrastruktur yang luas, termasuk rumah sakit, sekolah, dan fasilitas penting lainnya, menunjukkan bahwa serangan nuklir tidak dapat dianggap sebanding dengan keuntungan militer yang ingin dicapai.

Prinsip Precaution dan Penggunaan Senjata Nuklir

Prinsip precaution mengharuskan pihak yang berkonflik untuk mengambil semua tindakan pencegahan yang mungkin untuk meminimalkan kerusakan terhadap penduduk sipil dan objek sipil dalam operasi militer. Penggunaan senjata nuklir, dengan potensi kehancurannya yang luar biasa, hampir tidak dapat memenuhi standar ini. Karakteristik senjata nuklir yang tidak dapat diprediksi termasuk penyebaran radiasi dan dampak jangka panjang pada lingkungan membuat tindakan pencegahan yang memadai menjadi tidak mungkin. Bahkan jika target serangan adalah fasilitas militer, kerusakan yang ditimbulkan oleh ledakan nuklir hampir pasti akan meluas ke area sipil, menghancurkan infrastruktur penting dan menyebabkan penderitaan besar bagi penduduk yang tidak terlibat dalam konflik.

Senjata Indiscriminate dan Dampaknya terhadap HHI

Hukum humaniter internasional secara tegas tercantum dalam pasal  51 Protokol Tambahan 1 Konvensi Jenewa melarang penggunaan senjata yang bersifat indiscriminate, atau tidak pandang bulu. (Article 51 - Protection of the civilian population, n.d.) Senjata semacam itu tidak dapat membedakan antara kombatan dan penduduk sipil, dan dampaknya tidak dapat dikendalikan secara memadai. Senjata nuklir adalah contoh utama dari senjata yang bersifat indiscriminate, karena ledakannya yang meluas dan tidak dapat dibatasi pada target militer tertentu. Efek dari ledakan nuklir melampaui area ledakan langsung, menyebarkan radiasi yang merusak kesehatan manusia dan lingkungan dalam radius yang luas. Bahkan jika target awalnya adalah instalasi militer, penduduk sipil yang tinggal di dekatnya akan menjadi korban yang tak terhindarkan.

Penegakan Hukum Humaniter Internasional dan Tantangan Geopolitik

Korea Utara, sebagai negara tertutup dengan kepemimpinan otoriter, tidak menunjukkan tanda-tanda kesediaan untuk tunduk pada tekanan internasional atau aturan hukum yang mengatur konflik bersenjata. Sanksi dan upaya diplomasi yang dilakukan oleh komunitas internasional, khususnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), sering kali berbenturan pada kepentingan geopolitik negara-negara besar seperti China dan Rusia, yang memiliki pengaruh terhadap Korea Utara dan sering kali memveto langkah-langkah yang lebih keras di Dewan Keamanan PBB.

Di sisi lain, Korea Selatan dan Jepang, yang memiliki aliansi strategis dengan Amerika Serikat, juga terlibat dalam dinamika geopolitik yang kompleks, di mana kekuatan militer menjadi faktor penting dalam menjaga stabilitas regional. Ketegangan yang terus meningkat ini memperumit upaya untuk menegakkan hukum humaniter internasional, karena masing-masing negara berusaha memperkuat pertahanan militernya di tengah ancaman perang nuklir. Selain itu, kemampuan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk mengadili kejahatan perang dalam skenario seperti ini juga terbatas oleh fakta bahwa Korea Utara bukan pihak yang menandatangani Statuta Roma, sehingga yurisdiksi ICC atas pemimpin Korea Utara dalam kasus pelanggaran hukum humaniter menjadi tidak langsung dan membutuhkan referal dari Dewan Keamanan PBB dalam menindaklanjuti proses ICC untuk mengadili. (Rome Statute of The International Criminal Court)

Dalam situasi ini, upaya penegakan hukum internasional sering kali dikalahkan oleh realitas politik global, di mana kepentingan strategis dan keamanan nasional mendominasi perdebatan internasional tentang bagaimana menangani ancaman nuklir dan pelanggaran HHI.

Daftar Pustaka

(n.d.). Retrieved from North Korea in the World: https://northkoreaintheworld.org/multilateral/international-treaties#:~:text=Additionally%2C%20North%20Korea%20has%20not,II%20to%20the%20Geneva%20Conventions.

Article 51 - Protection of the civilian population. (n.d.). Retrieved from International Committee of the Red Cross: https://ihl-databases.icrc.org/en/ihl-treaties/api-1977/article-51

Cross, I. C. (n.d.). Nuclear weapons. Retrieved from International Committee of The Red Cross: https://www.icrc.org/en/law-and-policy/nuclear-weapons#:~:text=In%201996%2C%20the%20International%20Court,principles%20and%20rules%20of%20IHL.

Fundamental Principles of IHL. (n.d.). Retrieved from International Committee of The Red Cross: https://casebook.icrc.org/a_to_z/glossary/fundamental-principles-ihl

Jayshree Bajoria, B. X. (2013). The Six Party Talks on North Korea's Nuclear Program. Retrieved from Council on Foreign Relations: https://www.cfr.org/backgrounder/six-party-talks-north-koreas-nuclear-program

Rome Statute of The International Criminal Court. (n.d.). Retrieved from International Criminal Court: https://www.icc-cpi.int/sites/default/files/2024-05/Rome-Statute-eng.pdf

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun