Diprediksi pada tahun 2020 produksi karet alam dunia akan mencapai 11,5 juta ton. Sekitar 70% alam dunia diperuntukkan bagi industri ban. Indonesia ditargetkan memasok 29% atau 3,3 juta ton karet kering. Sumatra Selatan akan dengan berbagai keunggulan yang dimiliki akan mengisi peluang pasar tersebut. Tahun 2009 luas areal perkebunan karet menjadi 1 juta hektar dan Sumatra Selatan memasok 800 ribu ton karet kering.
Dalam “The Golden Forest” Sumber Kehidupan (Profil Perkebunan Karet di Sumatra Selatan) tercatat bahwa kontribusi nilai ekspor karet alam terhadap ekspor non migas Sumatra Selatan meningkat dari 26% pada tahun 1999 menjadi 51% pada tahun 2004. Terjadi peningkatan dari US $ 205 juta pada tahun 1999 menjadi US $ 618 juta pada tahun 2004. Prestasi ini menempatkan karet alam sebagai penghasil devisa terbesar dari sektor non migas bagi Provinsi Sumatra Selatan.
Sistem pemasaran karet rakyat belum efisien. Penyebabnya antara lain karena lokasi kebun tersebar dalam hamparan kecil, rantai tataniaga yang panjang, mutu rendah dan beragam, serta sistem penjualan yang berdasarkan berat basah. Peran pedagang perantara sangat dominan, kondisi ini menyebabkan harga yang diterima petani relatif rendah. Pada beberapa wilayah telah dimulai pemasaran yang lebih terorganisiar melalui koperasi atau kelompok petana yang memasarkan karet secara bersama.
Pemanfaatan tanamana karet tidak hanya sebatas pada lateks tetapi juga kayu karet. Salah satu produk yang dihasilkan adalah panel kayu yang digunakan untuk industri furnitur dan bahan bangunan. Kapasistas pabrik yang ada di Sumatra Selatan adalah 720 ton kayu karet per hati atau serta dengan sekitar 12 hektar kebun karet tua. Di samping itu terdapat beberapa industri kayu gergajian berbahan baku kayu karet.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H